Jumat, 28 September 2012

PERANG SALIB (Bagian Ke-3, habis).

D.    DAMPAK PERANG SALIB
Tidak dapat dimungkiri, Perang Salib telah menelan korban yang tidak sedikit bagi kedua belah pihak. Akan tetapi perang yang berlangsung selama dua abad ini banyak mengandung hikmah yang banyak bagi dunia Barat. Pasalnya perang ini menjadi perantara kontak antara peradaban Islam dan Barat. K. Hitti mengatakan, “ Selama berlangsungnya Perang Salib , terjadi proses interaksi budaya antara Barat dan Timur. Interaksi di antara keduanya lebih banyak menguntungkan Barat ketimbang Timur.  

Melalui Perang Salib, Barat-Kristen , khususnya bangsa Eropa, memperoleh banyak pelajaran yang sangat berharga. Bahkan dapat dikatakan bahwa seandainya tidak ada Perang Salib, Renaisans Barat mungkin masih akan tertunda beberapa abad.  Carole Hillenbrand mengatakan bahwa kaum Muslimin merasa sedikit yang bisa dipelajari dari pihak Eropa, baik bidang agama, sosial, dan budaya. Sebaliknya kaum Franka dapat belajar banyak hal dari gaya hidup kaum Muslimin yang telah tinggal di Timur Dekat selama berabad-abad dan benar-benar telah menyesuaikan diri dengan iklim dan wilayah tersebut.

Selanjutnya, penulis akan menguraikan sekilas dampak positif Perang Salib bagi dunia Barat.

1.  Bidang Militer
K.Hitti mengatakan,  “Jika kita mengalihkan perhatian pada dunia militer, kita bisa melihat bahwa  pengaruh Arab, sebagaimana diperkirakan , sangat terasa imbasnya. Penggunaan Katapul, pemakaian baju zirah yang tebal oleh golongan kstria dan kudanya, serta penggunaan bantalan kapas di bawah baju perang, semuanya berasal dari Perang Salib.  Di Suria orang Franka mengadopsi penggunaan sangkakala perang, tambur, dan genderang perang, sebagai ciri-ciri angkatan perang. Sangkakala hingga kini masih dipakai sebagai perlengkapan perang”.

Masih menurut K. Hitti, ‘’Di Eropa , lambang pasukan dan atribut kebesaran pasukan baru muncul dalam format yang sederhana pada akhir abad ke-11. Pasukan Inggris diketahui baru menggunakan ornamen kebesaran pasukan pada aal abad ke-12. Diantara pasukan Muslim modern simbol bintang, bulan sabit, singa, dana matahari menjadi satu-satnya simbol kebesaranpasukan Muslim yang masih digunakan. Istilah ‘Lazuardi’ (dari bahsa Arab;Lazaward) dan istilah-istilah lain yang digunakan dalam peperangan membuktikan adanya hubungan insitusi militer Eropa dengan Islam.

2.  Bidang Pertanian dan Industri
Dalam bidang pertanian, perdagangan , dan industri, Tentara Salib mendapatkan banyak keuntungan dan manfaat dibanding dalam bidang intelektual. Mereka berhasil mendapatkan pengetahuan tentang pertumbuhan beberapa tanaman baru di kawasan Mediterania Barat, seperti biji wijen dan carob, padia-padian, semangkan dan  jeruk, aprikot dan shallot. “Carob” berasal dari bahasa Arab kharrub (aslinya dari bahasa Suriah); “Lemon” (jeruk) dari bahasa Arab Laimun, yang berasal dari India atau Melayu; sedangkan bawang merah dan scallion (sejenis brambang) diambil dari nama kota di Palestina, Askalon. 

3.Perkembangan Arsitektur

 Para tentara Salib mendapatkan pengetahuan substansial tentang bangunan militer dari Italia dan Normandia yang sebagiannya dikembangkan oleh orang-orang Arab sebagaimana terlihat dari arsitektur benteng Kairo. 

4.       Bidang Ilmu Pengetahuan
Pof.DR. Hj. Musyrifah Sunanto menulis dalam bukunya Sejarah islam Klasik, ada tiga Ilmu Pengetahuan Islam mengalir ke Eropa melaui Andalusia, Pulau Sisilia, dan perang Salib. 
Di kalangan orang-orang Salib, terdapat prasangka yang kuat bahwa orang-orang Islam adalah penyembah berhala dan bodoh. Namun setelah bertemu,mereka amat tercengang karena prasangka itu ternyata bertenatngan dengan kenyataan sebenarnya. Pasalnya, orang-orang Islam telah menikmati standar kehidupan dan budaya yang lebih tinggi dari standar kehidupan mereka. Sifat-sifatnya juga murah hati dan pemaaf. Jelasnya, secara keseluruhan mereka itu lebih beradab daripada tentara Salib.

Setelah kontak dengan budaya Islam, barulah mereka menyadari bahwa mereka berada di masa keterbelakangannya. Satu demi satu disiplin ilmu mulai dipelajari. Kedokteran, fisika, kimia, biologi,filsafat, dan sampai navigasi mulai dikenal.

Ketika tentara Salib sedang berkuasa, setiap ada pasukan Salib yang pulang kembali ke Eropa selalu membawa apa saja yang mereka temui. Apakah itu berupa  buku-buku ilmu pengetahuan, alat-alat kedoteran, kompas dan apa saja hasil kemajuan ummat Islam. Demikian juga ketika terakhir kali mereka terusir dari Okka, mereka membawa lari segala apa yang mereka rampas dari hasil kemajuan Islam. Dengan demikian maka perang Salib merupakan salah satu jembatan tempat mengalirnya kebudayaan Islam ke Eropa.

E. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.    Perang Salib adalah satu istilah dari angkatan-angkatan perang Eropa Salibis, yang berlangsung selama dua abad, dengan tujuan merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum Muslimin dan  menghentikan langkah Islam yang telah menguasai dunia.
2.    Perang Salib dimotifasi oleh empat  hal, yaitu; faktor agama, faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor politik.
3.    Perang Salib berlangsung selama dua abad yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga periode,yakni; periode penaklukan oleh tentara Salib, periode kebangkitan Kaum Muslimin, periode keruntuhan pasukan salib.
4.    Perang Salib menjadi perantara bagi penyerapan budaya dan peradaban Islam oleh Eropa (Kristen).
5.    Kekalahan  yang diderita oleh kaum Muslimin  pada masa penaklukan oleh pasukan salib disebabkan oleh rusaknya tatanan kehidupan Masyarkat Islam masa itu.

    DAFTAR PUSTAKA
    Al-Atsir , Ibnu, 1424 H/2003 M, Al-Kamil fiy Al-Tarikh,jilid 10,  Beirut: Daar al Kutub al-‘Ilmiyah.

    Al-Kilaniy, Majid Irsan.Dr, 1423 H/2002 M,  Hakadza Dzahara Jiylu Shalahiddin Wa Hakadza ‘Aadat al-Quds, Dubai: Daar al-Qalam.

    Al-Malghuts, Sami bin Abdullah 2009,  Atlas Perang Salib Uraian Lengkap Seputar Perang Salib yang Belum Pernah Terungkap, (terj) Jakarta: Penerbit al-Mahira

  Al-Shalabiy.‘Ali Muhammad.Dr,1429 H/2008 M,  Shalaah al-Diyn Wa Juhuduhu Fiy al-Qadha ‘alaa al-daulah al-Fathimiyah Wa Tahrir al-Masjid al-Aqsho. Beirut: Dar al-Marifah.
Amrullah, Haji Abdul Malik  Abdul Karim  (HAMKA).Prof.Dr, 2003, Tafsir al-Azhar Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD.

Hitti, Philip K,1970, History of the Arabs,  London:McMilan.

Muchtar, A. Latief,1998, Gerakan Kembali Ke Islam, Bandung;PT Remaja Rosda Karya.

Reston, James,Jr, 2008,  Warriors of God: Richard the Lionheart and Saladin in the Third Crusade (terj), Tangerang: Lentera Hati.

Saefuddin, Didin, 2000,  Sejarah Politik Islam Jakarta: Pustaka Intermasa.

Kamis, 27 September 2012

KEMARAHAN YANG TERHADAP FILM PENGHINA RASULULLAH (KHUTBAH JUM'AT)

Kaum muslimin rahimakumullah,

Siapakah di antara kita yang tidak mencintai Rasulullah?

Siapakah di antara kita yang tidak mau berkorban demi membela Rasulullah?

Kita semua yakin, bahwa setiap jiwa dan qalbu yang menyimpan kepada Allah dan Hari Akhir, pasti juga menyimpan kecintaan yang mendalam kepada sang pembawa ajaran Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kita mencintai beliau, karena mencintainya juga berarti mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 “Katakanlah: jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan Allah itu Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (Ali Imran: 31)

Kita mencintai beliau, karena kita yakin bahwa beliau adalah sang pembawa ajaran kebaikan paripurna. Kita yakin bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mungkin mengajarkan keburukan kepada umat manusia.

Kita mencintai beliau, karena kita tahu bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia terbaik yang pernah ada di mayapada ini. Kehidupannya dipenuhi dengan kebaikan, dan hanya dipenuhi keluhuran dan kemuliaan.

Ia mengajarkan bagaimana memuliakan Sang Pencipta diri ini dengan seharusnya.

Ia mengajarkan bagaimana memuliakan sesama manusia, bahkan bagaimana memperlakukan makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Ia mengajar kita bagaimana memuliakan dan menghargai perempuan secara benar. Ia mengajar kita bagaimana membelai rambut anak kita penuh kasih. Ia mengajar kita memuliakan tamu dan tetangga. Ia mengajar kita bagaimana menjaga hak orang-orang kafir yang telah menyatakan siap untuk menghormati dan menjaga hak-hak kaum muslimin. Ia mengajarkan kita untuk membela dan menolong yang lemah. Ia mengajarkan kita untuk selalu berani melawan dan menghadapi kezhaliman.

Sungguh, ia mengajarkan kepada kita –bahkan kepada seluruh umat manusia- bagaimana hidup sebagai manusia mulia dan terhormat.

Itulah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam! Bahkan semua itu, baru menggambarkan secuil kecil kemuliaannya.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!

Tapi dengan semua kemuliaan itu, mengapa masih saja ada manusia yang membenci beliau, bahkan menumpahkan kebenciaannya begitu rupa melalui film seperti yang kita dengarkan belakangan ini?

Jawabannya adalah firman Allah Ta’ala:

    “Dan demikianlah, Kami (Allah) telah menetapkan setiap Nabi itu (selalu) mempunyai musuh dari kalangan syetan manusia dan jin…”  (al-An’am: 112)

Penyebab lainnya adalah karena mereka sama-sekali tidak mengenal Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan sebenarnya. Dan karena itu, kita hanya ingin mengatakan kepada mereka:
“Tuan-tuan!! Andai kalian mengenal Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sebenarnya, maka kalian pasti akan mencintainya! Jiwa-jiwa kalian tidak akan punya pilihan selain mencintai dan terus mencintainya hingga akhir hayat kalian!”

Karena itu, melalui mimbar Jum’at yang mulia ini, kita menitipkan dan mengirimkan pesan Allah berikut ini kepada mereka dan siapa pun yang secara sadar maupun tidak sadar telah menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

    “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan RasulNya, Allah pasti akan melaknat mereka di dunia dan akhirat, dan Ia akan menyiapkan adzab yang menghinakan untuk mereka.”  (al-Ahzab: 57)

    “Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu bagi mereka adzab yang menyakitkan.”  (al-Taubah: 61)

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!

Tentu saja kita semua wajib marah terhadap penghinaan tersebut. Kemarahan kita adalah bukti bahwa masih ada iman di dalam jiwa kita. Kemarahan juga menjadi bukti bahwa kita mencintai Allah dan RasulNya. Karena itu, kita patut memberikan apresiasi kepada kaum muslimin di penjuru dunia yang telah menunjukkan kemarahan itu. Agar dunia tahu, bahwa kita kaum muslimin mencintai perdamaian, tapi tidak akan membiarkan kehormatan kita diinjak-injak oleh siapa pun.

Justru kita harus prihatin jika hati dan jiwa kita sama sekali tidak bereaksi terhadap penghinaan tersebut. Jika ternyata hati dan jiwa kita lebih asyik mengikuti gosip infotainment, atau info gadget terbaru, daripada merespon penghinaan terhadap Rasulullah ini. Jika sudah begitu kondisinya, maka pertanyakanlah kepada diri kita sendiri: “Sebenarnya saya masih beriman atau tidak? Apakah di dalam dada saya masih ada iman atau tidak?”

Tentu saja kemarahan kita bukan kemarahan yang merusak. Kemarahan kita tidak akan membuat kita menyakiti orang-orang yang tidak bersalah. Kemarahan kita adalah kemarahan yang sejalan dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Ingatlah, bahwa sebab utama kebencian mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah karena mereka tidak mengenal beliau dengan benar. Karena itu, kemarahan ini seharusnya mendorong dan memotivasi kita semua untuk bergerak dan berperan menjadi agen-agen yang memperkenalkan Rasulullah kepada dunia!

Momentum ini seharusnya menjadi kesempatan emas kita untuk menyebarkan semua kebaikan yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Gunakan blog, facebook, twitter, dan media apapun yang Anda miliki untuk misi ini: misi menyebarkan sosok pribadi dan ajaran mulia Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam!

Beginilah cara kita menunjukkan kemarahan kita. Kemarahan yang akan selalu melekat bersama keimanan kita. Kemarahan yang membuat kita berkata kepada mereka: “Andai kalian mengenal Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar, maka kalian pasti akan mencintainya!”



KHUTBAH KEDUA


Kaum muslimin rahimakumullah!

Kemarahan kita terhadap penghinaan atas diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini juga seharusnya membuat kita bertanya dengan jujur kepada diri kita sendiri: “Apakah aku sendiri telah benar-benar mengenal Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam? Bagaimanakah kisah kehidupannya? Apa saja ajaran-ajaran mulianya?”

Kemarahan ini seharusnya diawali dengan upaya kita sendiri untuk lebih mendalami tentang kekasih kita ini, dan juga mendalami sunnah-sunnah yang diwariskannya kepada kita. Jangan sampai kita marah kepada orang lain, lalu melupakan bahwa kita sendiri sebenarnya belum terlalu mengenal sosok dan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik.

Karena itu, buktikanlah kemarahan itu dengan memulainya pada diri sendiri. Lalu kepada keluarga kita, kemudian kepada orang-orang yang di sekeliling kita.

Inilah saatnya untuk memulai gerakan “Mengenal Rasulullah dan Sunnahnya”!

Semoga Allah memberkahi semua kemarahan dan usaha perjuangan kita. Amin.
Sumber: http://wahdah.or.id/.

PERANG SALIB (Bagian Dua)

Oleh: Syamsuddin Al-Munawiy
C.    TAHAP-TAHAP PERANG SALIB
Tidak ada pembagian yang pasti tentang tahap dan periode  perang salib. Para sejarawan berbeda pendapat tentang klasifikasi penahapan perang yang terjadi selama dua abad tersebut. Menurut K.Hitti tiga  tahap  , menurut James Reston,Jr. lima kali,  menurut al-Shalabiy tujuh kali,   Sedangkan menurut Sa’ad Abd al- fattah ‘Asyur dan Sami bin Abdullah al-Maghluts  ada delapan tahap, . Penyebab adanya perbedaan dalam menentukan tahap perang salib ini karena perang berlangsung terus-menerus tanpa henti. Philip K. Hitti mengatakan: “Hal itu karena peperangan terus terjadi, dan tidak ada batas yang jelas antara perang yang satu dengan perang berikutnya ”. Namun pembagian yang paling logis menurt K.Hitti adalah bahwa perang salib terbagi tiga tahapan. 

    1.PERIODE PENAKLUKAN

    a. Perang Salib Rakyat
Mayoritas Sejarawan mencatat, Perang Salib I meletus pada tahun 1097 M. Namun demikian, sebenarnya genderang perang telah ditabuh semenjak Paus Urbanus II menyampaikan pidatonya pada tahun 1095. Bahkan pada tahun itu  peristiwa penyerangan oleh orang-orang salib telah dimulai. Penyerangan ini oleh al-Malghuts disebut dengan nama perang  Salib Rakyat.

Perang ini terjadi sebelum Perang Salib Militer (Perang Salib I), tetapi perang ini dianggap sebagai bagian dari perang Salib I. Perang Salib Rakyat berlangsung selama sekitar enam bulan sejak april hingga oktober 1096.   Perang ini juga dikenal dengan nama ‘’Perang Budak’’. Di dalamnya ikut andil beberapa uskup yang turut hadir dalam konsili Clermot pada tahun 1095 M.  Pasukan yang terdiri dari rakyat jelata ini rupanya tidak cukup sabar menunggu waktu yang sudah ditetapkan Paus untuk memulai peperangan.Paus sendiri tidak mampu menghentikan gerakan pasukan yang mulai bergerak maju. Seruannya untuk menunda keberangkatan pasukan tidak digubris sama sekali oleh mereka. Bahkan, setelah Paus Urbanus mengeluarkan beberapa maklumat untuk mencegah keberangkatan mereka. Pasukan sipil itu terus bergerak maju dengan kereta-kereta penuh muatan yang ditarik dengan banteng. Mereka terus bergerak hingga akhirnya sampai di Koln (Cologne) pada tanggal 15 Rabiul Akhir 489 H/ 12 April 1096.

Ketika pasukan Salib mencapai Konstantinopel, Kaisar Alexius I Comnesus menyadari bahwa dia harus melindungi pasukan yang baru tiba tersebut. Lantas dia pun membantu pergerakan pasukan Salib ke arah Asia Kecil. Dalam beberapa pertempran lokal, pasukan ini berhasil mengalahkan dinasti Seljuk. Hal ini membuat mereka silau akan kekuatan mereka yang amat besar. Mereka pun terus  merangsek  melakukan penyerangan ke kawasan-kawasan yang dikuasai Dinasti Seljuk (Turki Seljuk). Pada saat itu pasukan Salib yang terdiri dari 25.000 prajurit kavaleri belum termasuk ribuan prajurit invanteri, memanfaatkaan kepergian Peter yang sedang menghadap Kaisar dengan memutuskan untuk menyerang Nicea.  Pasukan Salib akhirnya berhadapan dengan Pasukan Islam Dinasti Seljuk pada tahun 489 H/1096. Pasukan Salib Turki berhasil menghancurkan mereka hampir secara keseluruhan dan hanya menyisakan sekitar 3000 orang.  Demikianlah Perang Salib Rakyat yang dipimpin  oleh Peter the Hermit dan Walter Sans Avoir. Mereka mereguk kegagalan total sebagaimana beberapa serangan salib selanjutnya. Rangkaian peperangan rakyat ini seakan-akan menjadi pembuka bagi dilancarkannya Perang Salib Militer yang dipimpin langsung oleh raja-raja dan para penguasa Eropa  pada masa selanjutnya.

b.  Perang Salib I

Pada tahun 1097 M , sebanyak 150.000  orang sebagian besar dari Jerman  dan Normandia,dikerahkan dalam tiga  angkatan di bawah pimpinan Raja Godfrei , Raja Bahemond, dan Raja Raymond. Mereka bertemu di Konstantinopel.   Ketika pertempuran mencapai gerbang kota Konstantinopel, Kaisar Byzantium pun takut jika perang tersebut masuk kota. Saat itu juga Kaisar Alexius I Comnesus melakukan kesepakatan dengan sebagian panglima pasukan  Salib untuk memasok kebutuhan bahan pangan dan perbekalan dengan syarat mereka tidak boleh memasuki kota Konstantinopel dan harus mengembalikan semua hak milik penduduk yang sudah mereka rampas.

Pada permulaan 1097 pasukan Salib  bergerak melintasi selat Selat Borforus bagaikan air bah. Mereka berkemah di Asia Kecil yang ketika itu dikuasai oleh Dinasti Saljuq , qalej Arselan. Mula-mual mereka mengepung pelabuhan Nicea selama sebulan sampai jatuh ke tangan tentara Salib pada tanggal 18 juli 1097 M.Ini berarti Byzantium telah merebut kembali apa yang telah lepas dari Antioch selama enam tahun. Tentara Bizantium  , dibawah pimpinan Emperor, mengadakan perundingan dengan penguasa kaum Muslimin seputar penyerahan kota itu kepadanya, dengan jaminan Muslim Turki akan diselamatkan  Hal ini mengejutkan tentara Salib karena merasa kalah cepat oleh kelihaian Emperor.

Tentara Salib terus maju . Pertempuaran di Darylaeum (Eski-Shar) meluas ke tetangga Nicea sampai akhir 1097. Tentara Salib meraih kemenangan demi kemenangan, karena Saljuq dalam keadaan lemah. Mereka berhasil memasuki selatan Anatolia dan provinsi Torres. Di Bawah pimpinan Baldwin, mereka mengepung Ruha (Edesa) yang penduduk Armenianya beragama Kristen. Rajanya, Turus telah melantik Baldwin untuk menggantikannya setelah ia mati  sehingga Baldwin dapat menaklukan Ruha pada tahun 1098.

Detasmen yang lain di bawah pimpinan orang Norman , yaitu Tancred dari Italia Utara dikirim ke arah yang berlawanan, ke Sisilia. Penduduk kota ini hampir sama dengan Armenia, memiliki campuran darah Yunani. Di sinilah ia berhasil menduduki Tarsus , tempat kelahiran Santo Paulus.  Pada saat yang bersamaan, pasukan utama Perang Salib  berhasil mencapai daratan Antokia (Antakya) pada tanggal 21 Oktober 1097 M/ 491 H. Pasukan dengan kekuatan empat ribu prajurit tersebut dipimpin oleh Bohemond. Setelah melalui pengepungan yang berlangsung sejak bulan oktober 1097 sampai bulan Juni 1098 kota terbesar di Suria tersebut jatuh ke tangan Bohemond, karena penghianatan orang Armenia yang memimpin salah satu menara pertahanan. Dalam peristiwa itu, pasukan Salib membunuh tak kurang dari 10.000 orang . Bahkan mereka melakukan mutilasi terhadap mayat korban dan melakukan perbuatan keji lainnya.

Dari kota itu, Pasukan Salib (dipimpin oleh Raymond) lalu bergerak lagi ke arah Baitul Maqdis. Pergerakan Pasukan Salib itu langsung disambut pedang oleh Karbuqa penguasa Mosul, Duqqaaq penguasa Damaskus, dan Janahadullah penguasa Hims. Akan tetapi pasukan Salib berhasil mengalahkan pasukan ketiga tokoh tersebut dan merekapun kemudian memasuki kota Ma’arrat an-Nu’man.   Setelah menduduki Ma’arrat an-Nu’man, dikenal sebagai tempat kelahiran Abu Al-‘Al- tentara Raymond meninggalkan  kota (13 Januari 1099) setelah membunuh 10.000 penduduknya dan membumihanguskan kota itu.

Setelah menaklukan kota-kota yang dilewati (Ruha/ Edesa, Tarsus, Antiokia/ antakya, Aleppo, Tripoli dsb), Pada tahun 492 H (1099), pasukan Salib berhasil memasuki kota Baitul Maqdis ( al-Quds). Penaklukan Baitul Maqdis oleh tentara Salib diwarnai oleh pembantaian dan penjarahan. Ibnu Atsir mencatat, Selama tiga hari mereka membantai 70.000 orang  yang terdiri atas imam, ulama, ubbad (ahli ibadah) dan para  zuhhad (ahli zuhud). Bahkan  darah menggenangi jalan-jalan yang dilewati oleh kuda-kuda mereka. Mereka juga menjarah 40 kendi perak, dimana 1 kendi seberat 360.000 dirham. Mereka juga mengambil tanwur dari perak seberat 40 rtl syamiy, ...

Akhirnya misi tentara Salib tercapai, yaitu merebut Baitul Maqdis dan berhasil mendirikan pemerintahan masing-masing: Baldwin memegang tampuk kekuasaan di Ruha/Edesa (1098), Bohemond menguasai pemerintahan di Antiokia/Antakya/ Antioch, dan Goldfrei menguasai pemerintahan di Yerussalem (Baitul Maqdis).

c.  Faktor Kekalahan Kaum Muslimin
Apa yang dialamai oleh kaum Muslimin berupa kekalahan dan ketidak berdayaan mereka menghadapi serangan Pasukan Salib disebabkan oleh kerusakan tatanan kehidupan kaum Muslimin saat itu. Hal ini direkam dengan jelas oleh al-Kilani,beliau mengatakan:
Kekalahan-kekalahan yang diderita oleh kaum Muslimin dalam perang melawan kaum Salib (Periode Penaklukan)  merupakan salah satu dampak negatif dari apa yang berkembang dalam masyarakat Muslim sendiri, seperti  pemikiran, kecenderungan, nilai dan tradisi. Hal ini karena setiap realitas politik, sosial dan ekonomi adalah episode terakhir dari perilaku yang berawal dari perasaan , lalu akal pikiran, dan berakhir pada organ tubuh yang berada  di luar batas jiwa atau tepatnya pada seluruh aspek kehidupan, seperti politik , militer sosial dan ekonomi. Hal ini  sesuai pula dengan keterangan al-Qur’an ketika menyatakan bahwa segala bentuk krisis yang dialamai oleh suatu masyarakat berawal dari muatan-muatan yang ada pada diri mereka sendiri yang mencakup aqidah keyakinan  (aqidah), nilai, tradisi, kebiasaan yang menjadi acuan sistem, praktik dan realistas masyarakat tersebut. Allah Ta’ala berfirman dalam surah al-Anfal ayat 53:  (Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Selanjutnya Al-Kilaniy menggambarkan peta pemikiran yang berkembang dalam masyarakat Muslim menjelang serangan kaum Salib.  Menurut beliau ada beberapa karakter negatif yang menjadi corak pemikiran yang berkembang saat itu, diantaranya: (1), Perpecahan pemikiran Islam dan perselisihan antar madzhab. (2), Perpecahan dan penyimpanag tasawuf, (3), Ancaman pemikiran pemikiran kebatinan. (4), Ancaman filsafat dan para Filosof. 
Masih menurut al-Kilani, Berbagai karakter negatif  yang disebutkan di atas kemudian berimbas pada rusaknya tatanan kehidupan masyarakat Muslim pada masa itu. Al-Kilani mengatakan: “ Dampak kegalauan pemikiran dan formalitas keagamaan yang dialamin oleh masyarakat Muslim pada periode pra invasi tentara Salib Eropa sangat berpengauh terhadap struktur sosial –kemasyarakatan, prinsip dan nilai-nilai yang mendasari hubungan antar individu mapun masyarakat dan menjadi acuan perilaku dan seluruh aktivitas  mereka”. Al Kilani melanjutkan, “pengaruh-pengaruh negatif terasa begitu kental dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik dan kemiliteran. Bidang-bidang tersebut hancur, fundamen internal masyarakat rapuh dan daya tehannya lemah serta rentan terhadap segala macam krisis dan keterpurukan”.
Lebih lanjut al-Kilani menguraikan fenomena-fenomena keterpurukan secara terperinci:

1.    Kerusakan di Bidang Ekonomi.

Kerusakan ekonomi yang dimaksud bukan kelangkaan sumber daya alam, bukan pula ketidak adaan aktivitas produksi. Tetapi kerusakan yang dimaksud adalah rusaknya persepsi tentang cara mempeoleh dan membelanjakan harta. Al-Kilaniy mengutip dari Ibnu Kastir,
‘Pada masa itu kekayaan diperoleh melalui prosedur yang tidak benar. Negara menerapkan berbagai macam pajak dan pemerasan. Orang-orang yang ingin menjalankan ibadah haji pun tak luput dari kewajiban membayar pajaka kepada setiap penguasa wilayah yang mereka lalui, seperti pada kasus penguasa Kerajaan Fathimiyah yang memungut pajak dari calon-calon haji yang berasal dari kawasan Maghrib ketika melewati Mesir, “Jika ada yang tidak sanggup membayar maka ia akan ditahan dan bisa jadi tidak sempat wuquf di ‘Arafah’.
Sementara, pada saat yang sama kalangan pejabat pemerintah sibuk memperkaya diri sendiri. Al-Kilani mengtip penuturan Ibnu Khalikan  tentang besarnya kekayaan yang diwariskan oleh seorang mentri kerajaan Syi’ah Fathimiyah, Badr al Jamali ketika meninggal pada tahun 515 H: “Kekayaan yang ia tinggalkan berupa 600.000.000 keping uang emas (dinar), 250 peti uang perak (dirham), 75.000 helai pakaian terbuat dari kain satin halus , emas Iraq batangan sebanyak 30 kendaraan, sebuah guci emas berisi permata seharga 12.000 dinar. ....”.

2.    Kerusakan Bidang Sosial
Kehidupan sosial pada masa itu diwarnai oleh kerusuhan dan kekacauan. Gerombolan pengacau dan perampok sering melakukan  aksi di jantung kota Baghdad. Mereka tidak segan-segan menguasai beberapa kawasan dan melawan aparat kerajaan. Sering pula terjadi bentrokan antara masyarakat umum dengan pelayan-pelayan  khalifah  yang beretnik Turki. 
Ibnu Atsir menuturkan,
 Kerusuhan antar warga juga sering sekali terjadi. Pada tahun 470 H (19 tahun pra perang salib-red-) sejumlah orang terbunuh dan banyak rumah yang dibakar. Masyarakat berramai-ramai keluar sambil mengangkat tongkat, mereka menyerang mentri yang sedang bersantai di kamarnya seraya melontakan kata-kata kasar... sering sekali terjadi penjarahan, pembunuhan dan perusakan yang sangat merugikan”. 

3.    Perpecahan Politik.
Sejak Sultan Maliksyah wafat tahun 486 H/1092 M kekuasaan Bani saljuk mulai pecah karena terjadi pertentangan antara putera-puteranya. Dalam masa lima tahun, kerajaan pecah menjadi lima kesultanan yang terus bersaing, yaitu: Kesultanan Persia yang dipimpin oleh Barqiyaruq yang juga menguasai Baghdad, Kerajaan Khurasan dan wilayah seberang sungai yang dipimpin oleh Sinjar, Kerajaan Halab yang dipimpin oleh Ridwan bin Tatsy, Kerajaan Damaskus yang dipimpin oleh Daqqaq bin Tatsy dan Kesultanan Saljuq Romawi yang oleh Qalaj bin Arsalan. Pada tahun 1104 M kesultanan Persia pecah menjadi dua bagian kecil.
Pada masa yang sama terjadi perpecahan di kawasan Syam dan muncul kelomopok-kelompok penguasa kecil yang dikenal dengan Atabikiyat seperti Atabik Damaskus dan Atabik Mosul. Beberapa Atabikiyat memiliki wilayah kekuasaan yang sangat kecil yaitu hanya meliputi satu kota atau abhakan satu benteng saja.

2. PERIODE KEBANGKITAN UMMAT ISLAM
 Jatuhnya Baitul Maqdis ke tangan tentara Salib ternyata membangkitkan kesadaran kaum Muslimin untuk bangkit melakukan perlawanan.  Atas upaya keras para ulama untuk mengobarkan semangat jihad di dalam hati Ummat Islam, akhirnya muncullah gerakan perlawanan pertama dari kaum Muslimin. Gerakan jihad ini dipimpin langsung oleh para Ulama. Tokoh pertama di seluruh dunia yang menyambut seruan tersebut adalah penguasa Mosul. Pada saat itu kota Mosul dipimpin oleh seorang Muslim Turki yang bernama Maudud. Seruannya untuk berjihad langsung disambut begitu banyak orang . Tidak lama kemudian, Maudud sudah memimpin pasukan menuju Ruha dan langsung menaklukannya. Diantara tawanan yang berhasil mereka tangkap adalah orang-orang Armenia yang membantu musuh. Dengan penaklukan kota Ruha itu, ummat Islam pun kembali memilki harapan baru.

a.    Perlawanan al-Maudud (501-507 H/1108-113 M)

Pada tahun 507 H/1113 M  beberapa kelompok umat Islam berdatangan kepada Maudud. Penguasa Mosul itu pun menjadikan mereka sebagai satuan pasukan perang yang kemudian dia kerahkan menuju al-Quds. Di sisi lain, orang Kristen yang mengetahui gerakan tersebut langsung menyadari bahayanya.  Dengan satuan pasukan  kecil dan tidak teratur rapi, Maudud harus menghadapi sejumlah besar pasukan Kristen yang memilki persenjatan luar  biasa. Kedua kekuatan  tidak berimbang itupun kemudian bertempur dalam sebuah peperangan yang berakhir imbang. Pada saat itu Maudud menyadari bahwa dia harus memperbaiki kondisi pasukannya. Diapun memutuskan untuk kembali ke Damaskus yang masih termasuk wilayah kekuasaannya. Namun ketika berada di Damaskus, pada hari Jumat saat Maudud mendatangi Masjid Umawi, tiba-tiba seorang anggota Hasyasyiyun(kelompok aliran Bathiniyan sesat)  membunuhnya dengan cara yang licik.   Beliau wafat sebelum mewujudkan impiaanya merebut Baitul Maqdis.

 Walaupun demikian perlawanan yang dipimpin oleh penguasa Mosul bergelar Syarafuddaulah ini telah menjadi cikal bakal kebangkitan Dunia Islam untuk melakukan perlawanan terhadap Pasukan Salib. Perlawanan Maudud, meskipun dalam waktu yang singkat (501 H-507 H) tetapi dapat dianggap sebagai titik tolak sejarah perlawanan Ummat Islam menghadapi Pasukan Salib . Fikrah dan semangat jihad sesungguhnya mulai wujud. Sejak itu,  para pejuang yang dengan ikhlas siap mengibarkan panji-panji jihad mulai bermunculan ..” . Bahkan Syaikh al-Shalabiy menganggap perlawanan al-Maudud sebagai cikal bakal perlawanan yang dilakukan oleh Imaduddin Zanki.

 Sebagian sejarawan menganggap, Imaduddin Zankilah yang menjadi peletak dasar jihad melawan tentara Salib dan pembebasan Baitul Maqdis. Akan tetapi hal ini tidak terlalu penting untuk dipertentangkan. Sebab masing-masing dari kedua pahlawan Islam ini telah berjuang dan berkontribusi untuk membebaskan Negri Islam dari penjajahan pasukan Salib. Al-Shalabiy mengatakan, “. . . Cukuplah sebagai sebuah prestasi yang membanggakan bagi al-Maudud ketika beliau berhasil menghilangkan eksistensi tentara Salib di daerah al-Jalil, sebuah wilayah yang tidak dijangkau oleh pasukan Islam selama hampir dua dekade. Cukuplah pula sebagai capaian yang menggembirakan ketika al-Maudud berhasil menggentarkan pendiri kerajaan Salib di Baitul Maqdis. Oleh hakeran itu,kata Al-Shalabiy kita dapat menarik satu benang merah bahwa kepemimpinan Jihad merupakan mata rantai yang saling melengkapi dan menyempurnakan. Tidak ada pertentangan –apatah lagi permusuhan- diantara mereka. Apa yang telah dirintis dan dilakukan oleh al-Maudud sangat bermanfaat bagi para pejuang sepeninggal beliau”. 

b.    Perlawanan Oleh Imaduddin Zanki (522-541 H/   -1147 M)
 Sepeninggal Maudud perlawanan mengusir tentara salib terus berlanjut, bahkan semakin besar. Pada awal tahun 522 H perlawanan yang dipimpin oleh Imaduddin Zanki dimulai. Panglima Turki ini memulai langkahnya dari kota Aleppo (Halab) kota terpenting di kawasan utara Syam, tepatnya pada tanggal 1 Muharram 522 H (1128 M) atau beberapa bulan setelah dia dilantik menjadi penguasa Mosul. Setelah melakukan pengepungan selama berbulan-bulan akhirnya para Mujahidin dibawah kepemimpinan Imaduddin Zanki berhasil menaklukan kota yang terletak di kawasan utara Syam tersebut.

Setelah berhasil merebut Aleppo Imaduddin Zanki juga berhasil menaklukkan kota Hamah pada tahun berikutnya (523H). Tidak berhenti sampai di sana, Imanuddin Zanki lalu menaklukan kota Sarja, Dara, dan Benteng al-Atsarib yang sebelumnya berada di tangan pasukan Salib.  Setelah serangkaian penaklukan tersebut, Imaduddin disibukkan dengan konflik yang amat tajam antara Khalifah al-Mustarsyid Billah dan Sultan Mas’ud yang terus berlangsung selama bertahun-tahun.  Setelah konflikik mereda, Imaduddin kembali mengejar tujuannya yang luhur. Beberepa benteng berhasil dia taklukkan seperti Benteng al-Akrad, al-Hamidiyah, al-Harakiyah, dan Benteng Tyre. Perjuagan Imanuddi  terus berlanjut sampai akhirnya dia berhasil menalukan Diyarbakir dan daerah al-Jibal pada tahun 528.

 Setelah berjuang sekian lama, Imaduddin Zanki berhasil menaklukan sebagian besar kawasan Syam, selain beberapa kawasan yang masih berada di tangan pasukan Salib dan kota Damaskus yang menjadi jantung Syam. Pada tahun 529 Imaduddin berusaha merebut Damaskus, tetapi usahanya itu belum berhasil dan damaskus tetap berada di luar kekuasaanya. Atas kegagalan itum Imanuddin terus berpikir untuk mencari cara  menaklukan kota tersebut.

 Pada tahap selanjutnya, tepatnya tahun 539 H Imaduddin Zanki berhasil membebaskan kota ar Ruha.Dalam upaya membebaskan kota Ruha tersebut Imaduddin melakukan banyak hal . Salahsatu diantaranya adalah mengobarkan semangat jihad kepada Ummat Islam.Keberhasilan Imaduddin merebut kota Ruha menjadi prestasi palin gemilang dalam perlawanannya terhadap pihak salib selama masa pemerintahannya. Direbutnya kota ini menjadi titik tolak direbutnya kembali kota-kota yang lain.

Pada saat yang sama pasukan Salib terus berusaha untuk memikirkan cara untuk menyingkirkan Imaduddin Zanki. Untuk mencapai maksud tersebut, mereka memanfaatkan kelompok sesat  Bathiniyah. Pada tanggal 6 Rabi’ul akhir tahun 541 H, ketika Imanuddin Zanki sedang mengepng Benteng Ja’bar di dekat Sungai Eufrat sekelompok anggota aliran Bathiniyah melakukan kesepakatan dengan pasukan salib. Setelah anggota aliran itu sepakat dengan pihak salib mengenai upah atas pembunuhan Imanuddin, merekapun langusng melakukan infiltrasi ke dalam perkemahan pasukan Imaduddin Zanki . Setelah berhasil melewati beberapa penjaga, para pembunuh itu berhasil masuk ke dalam kemah Imaduddin Zanki yang sedang tidur dan merekapun langsung membunuhnya. 

c.     Perlawanan Oleh Nuruddin Mahmud  Zanki (541 -569 H/1147-1173 M)

 Sepeninggal Imanuddin Zanki perjuangan kaum Muslimin dilanjutkan oleh putranya Nuruddin  Mahmud Zanki. Ia lalu memindahkan pusat pemerintahan keamiran Atabek dipimpinnya di Aleppo. Pada awal pemerintahan Nuruddin ini, ekspedisi militer tentara Salib angakatan kedua dipimpin oleh Raja Louis VII dari Prancis dan Raja Conrad III dari Jerman diberangkatkan. Pada waktu itu Raja Konstantinopel sudah tidak percaya lagi kepada tentara Salib sehingga keberangkatan ekspedisi kedua ini pun tanpa restu sang Kaisar. 

Pada tahun 1147 M terjadi pertempuran antara tentara Salib dan tentara Islam pimpinan Nuruudin Zanki di Damaskus, dengan kemenangan di tangan kaum Muslimin sekaligus telah menyelamatkan Damaskus dari cengkeraman pihak lawan.  Kesuksesan kaum Muslimin merebut Damaskus dari tentara Salib merupakan buaha dari strategi jitu yang ditempuh oleh Nuruddin. Pada tahun itu pula, sebelum pertemuran dengan pasukan Salib Nuruddin  telah melakukan perjanjian dengan penguasa Damaskus, Mu’inuddin Umar. Bahakan Nuruddin menikahi putri Mu’inuddin. Ketika Mu’inuddin menyadari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pasukan Salib, sedangkan dia sudah terikat dengan perjanjian, Mu’inuddin pun menyadari bahwa Nuruddin satu-satunya pihak yang dapat dimintai bantuan. Akhirnya kedua tokoh itu sama-sama mengerahkan pasukan hingga mereka berhasil menguasai Bushra dan Sharkhad di sebelah selatan Syria sebelum mereka benar-benar berhadapan dengan pasuka Salib. Nuruddin lalu meninggalkan Damaskus agar para penguasa Damaskus dapat merasa aman dari pasukan Salib. Namun, di dalam pikirannya, Nuruddin tidak berhenti berupaya menumpas Pasukan salib . Nuruddin lalu bergerak bersama pasukannya menju Antakya, dan berhasil menguasai Artah, Kafr Lasta, Basharfut, dan beberapa daerah lainnya.  

 Pada tahun 542 H /1147 M perang Salib II telah mencapai kawasan Syam dibawah pimpinan Louis VII dan Conrad III. Akan tetapi pasukan Salib gagal mencapai tujuan mereka. Atas kuasa Allah mereka terpaksa mundur. Hal ini terjadi juga disebabkan oleh ketabahan para Mujahidin, kekompakan pasukan Muslimin, ditambah lagi dengan dukungan angkatan perang Saifuddin Ghazi dari Mosul yang langsung begabung dengan pasukan kakak kandungnya , Nuruddin Mahmud untuk membendung pasukan Salib.

 Selanjutnya, Pada tahun 544 H/ 1149 M Nuruddin  menyerang kawasan sekitar benteng Harim di tepian sungai Ashi (Orontes) . Nuruddin lalu mengepung benteng Ini sehingga membuat Raymond de Poites segera mengerahkan pasukannya untuk menyelamatkan benteng tersebut. Kedua angkatan berperang itu itupun akhirnya bertemu pada tanggal 21 Shafar 544 H/ akhir juni 1149 M. Dalam pertempuran itu pasukan Muslim berhasil meraih kemenangan. Diantara korban terbunuh dari pihak salib adalah pemimpin mereka, Raymond de Poites dan beberapa panglima pasukan Frank. 

Kemenangan demi kemenangan yang diraih oleh Nuruddin menghilankan rintangan terakhir yang menghalangi wilayah Zengi (Zanki) dan Yerussalem. Sec ra berangsur-angsur ia menyempurnakan  penaklukan wilayah Edessa (Ruha) yang rajanya, Joscelin II, pada tahun 1151 membawa para tahanan yang berjalan dirantai.Nur juga merebut sebagian kerajaan Antiokia (Antakya) dan menangkap raja mudanya, Bohemond III pada tahun 1164 bersama-sama dengan sekutunya yaitu Raymond III dari Tripoli.

 Pada tahun 569 H, panglima Nuruddin menderita sakit sesak nafas yang tidak berhasil diobati oleh para dokter kala itu. Panglima besar itu akhirnya wafat pada hari Rabu, 11 Syawwal 569 H. Jenazahnya dikebumikan di dalam Benteng Damaskus, tetapi kemudian dipindahkan ke Turbah bersebelahan dengan madrasah yang pernah didirikan untuk sahabat Imam Abu Hanifah , di dekat para tokoh (khawwashin) di jalan sebelah barat kota Damaskus.

d.    Perlawanan Shalahuddin al-Ayyubi (532-589 H)
Nuruddin wafat meninggalkan kekuasaanya kepada putranya Ismail yang bergelar al-Malik al-Shalih, yang kalau itu baru berusia kurang lebih  sebelas tahun. Sedangkan yang bertindak sebagai  penasihat sekaligus perencana urusan istana dan dan pemerintahan adalah Syamsuddin Ibn al-Muqaddam. Para pemimpin yang dahulu di bawah kekuasaan Nuruddin saling berlomba dan bersaing memperebutkan kekuasaan. Dari mereka saling berusaha untuk memperlemah kekuatan satu dengan yang lain, memperdaya serta, saling menjatuhkan satu sama lain.Di sisi lain  pemimpin –pemimpin yang lain cenderung untuk memisahkan diri  bersama wilayah yang selama ini berada di bawah kekuasaan mereka. Disamping itu ada pula sebagian mereka yang mengadakan perjanjian damai dengan Orang-orang Eropa dalam rangka memperkuat posisi untuk menjatuhkan lawan-lawan politiknya. Negri Syam  kala itu berada dalam kondisi yang sungguh mencekam. Kondisi semacam ini seolah-olah membawa Shalahuddin untuk menyelamatkan negeri Syam dari perpecahan yang busuk serta dari pertiakain yang menjijikkan itu.

Setelah penduduk Damaskus mengetahui berbagai fenomena di atas , maka mereka tidak menemukan jalan lain kecuali mengirmkan surat kepada Shalahuddin  untuk menyelamatkan negeri Syam  dan menghentikan fitnah yang menggoncang   negeri Syam. Bahak mereka memintanya untuk datang ke Syam menyelesaikan sendiri permasalahan  di sana  dan menyelamatkannay dari kehancuran, kebinasaan dan bencana besar. Permintaan itu direspon oleh Shalahuddin, maka tidak lama kemudian ia segera meninggalkan Mesir . Pada bulan Rabi’ul ‘Awal  570 H/1174 beiau tiba di Damaskus. 

Selama berada di Negeri Syam, Shalahuddin menghadapi tiga kekuatan sekaligus: pemberontakan Isma’iliyah, Eropa (pasukan salib) dan para pengikut Nuruddin yang berbalik menentangnya. Ketiga kekuatan tersebut datang secara bersamaan untuk menghalang-halangi Shalahuddin mewujudkan persatuan Islam antara Iraq, Syam dan Mesir. Atas berkat rahmat Allah kemudian tekad dan kemauan keras Shalahuddin mampu meraih kemenangan terhadap ketiga kekuatan tersebut.  Atas idzin Allah pula Shaluddin berhasil menyatukan negeri-negeri Islam yang menjadi cikal bakal kesuksesan kaum Muslimin membebaskan Baitul Maqdis.
Setelah menyatukan negeri-negri Islam Shalahuddin melanjutkan perjuangannya bersama kaum Muslimin merebut daerah-daerah yang dikuasai oleh tentara Salib. Sejarah mencatat,berbagai penaklukan  kemudian dilakukan oleh Shalahuddin al –Ayyubi. Berawal dari Hithin yang menjadi berkah bagi pasukan Muslim yang terjadi  pada hari Sabtu 14 Rabi’ul akhir tahun 583 H/1187 M. Kemenangan pasukan Muslim di Hittin sungguh telah mengguncang musuh. Apalagi, segera setelah Hittin jatuh , Shalahuddin berhasil merebut sekian banyak kota di Palestina dari tangan penjajah. Satu demi satu kota pendudukan Kristen di kawasan ini direbut kembali oleh Shalahuddin al-Ayyubi . Semua itu mencapai puncaknya ketika Shalahuddin berhasil membebaskan Baitul Maqdis dari tangan penjajah pada tangal 27 Rajab 583 H/ 12 Oktober 1187 M.

Di Hittin, pasukan Shalahuddin benar-benar berhasil melumat pasukan salib.Korban tewas di pihak pasukan salib mencapai 30.000 orang, sedangkan yang tertawan juga mencapai 30.000 orang . Semua panglima dan kesatria salib yang selamat dalam pertempuran itu berhasil ditawan , termasuk Raja Baitul Maqdis. Meskipun Raja Baitul Maqdis sudah menjadi tawanan perang, tetapi dia selalu diperlakukan dengan amat baik oleh Shalahuddin al-Ayyubi. Bahkan Shalahuddin sendiri bersedia menuangkan minum untuk sang Raja. 

e.    Rahasia Kemenangan Shalahuddin Terhadap Kaum Salib
Kemenangan yang diaraih oleh Shalahuddin al-Ayyubi bukanlah karunia yang didapatkan tanpa sebab. Prof DR.Syekh  Nashih Ulwan dalam bukunya menyebutkan bahwa rahasia dan sebab kemenangan Shalahuddin dalam merebut Masjidil Aqsha ada lima :
 (a). Takwa Kepada Allah dan  Menjauhi maksiat.
 (b). Persiapan matang dan perhatian maksimal terhadap langkah pembebasan.
 (c) Kesatuan politik Negara-Negara Islam dibawah satu pemerintahan.
 (d) Berperang dengan mengagungkan kalimat Allah.
 (e) (Meyakini), Pembebasan merupakan ketetapan Islam dan Muslim.

Dibalik faktor-faktor di atas  masih terdapat faktor lain yaitu  aktivitas i’dad (persiapan) dan tajdid (pembaharuan) yang dijalani oleh Shalahuddin rahimahullah. Masih menurut Syekh Nashih Ulawan,ada lima bidang kehidupan Ummat Islam yang diperbaharui dan direcoveri oleh Shalahuddin Al ayyubi rahimahullah ,yaitu ;(1),sarana fisik,(2).Pendidikan.(3).Ekonomi,(4).Sosial,dan (5).Aqidah  . Aktifitas ishlah dalam semua  bidang kehidupan ini  berpijak  pada pembaharuan di bidang pendidikan.

3.      PERIODE KERUNTUHAN SALIB.(1193-1291)
Tahap atau periode ini sering disebut sebagai tahap perang saudara kecil-kecilan karena di sini sering terjadi perselisihan yang tajam diantara tentara Salib sendiri yang berakhir di tahun 1291 M, yaitu ketika mereka kehilangan tempat berpijak terakhir si Syria.   Will Durant mengatakan, “Kalau serangan –serangan gencar tentara Salib pada tahap awal karena faktor keyakinan agama, pada serangan-serangan pada tahap ketiga aksi mereka lebih didorong oleh ambisi-ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan  dan sesuatu yang bersifat material. Tujuan  untama untuk membebasakan kota suci mereka , Jerussalem  atau Baitul Maqdis seolah-olah dilupakan. Hal ini terlihat ketika tentara Salib yang dipersipakan untuk menyerang Mesir pada tahun 1203”.   Target perang diarahkan ke Mesir dengan pertimbangan: (1), Kekuatan Islam kala itu telah berpindah ke Mesir karena itu Mesir harus dikuasai lebih dulu.(2), Penaklukan Mesir akan membawa keuntungan perdagangan untuk para pedagang Italia .  Durant melanjutkan, “Ternyata tiba-tiba justru membelok ke Konstantinopel dan merebut serta mendudukinya. Mereka lalu menunjuk Boldwin sebagai raja sehingga menjadikannya raja latin pertama yang berkuasa di Konstantinopel”. 

 Pada tahun  1218 M, barulah muncul kembali perhatian untuk membebaskan Baitul Maqdis, dimana untuk itu mereka pertama-tama harus menghadapi Mesir, sebagai salah satu pusat kekutan pertahanan Islam. Hanya saja posisi Mesir pada waktu itu tidak lagi seperti ketika Shalahuddin al-Ayyubi masih hidup dan menjadi pemimpin daerah tersebut. Al Kamil, penguasa Mesir saat itu tidak setangguh pendahulunya itu. Walaupun pasukannya telah berusaha secara optimal untuk membendung kekuasaan tentara Salib , pada akhirnya ia  terpaksa harus menyelamatkan daerah kekuasaanya dengan jalan mengikat perdamaian dengan tentara Salib yang dipimpin oleh Frederik II. Alhasil, pada tahun 1229 diadakanlah  perjanjian damai antara mereka yang intinya:
1.    Al-Malik al-Kamil bersedia melepaskan Baitul Maqdis kepada Frederik II sebagai pertukaran dengan kota Dimyat.
2.    Memperlakukan secara wajar dan memperhatikan kesejahteraan umat Islam yang ada di Baitul Maqdis.
3.    Frederik II berjanji akan mengirim bantuan kepada kaum Kristen di Syria.
Sebagai konsekwensi dari perjanjian damai tersebut, Bait al-Maqdis kembali berada dibawah kekuasaan tentara Salib. Kendati demikian melalui perjuangan panjang, kota-kota tersebut akhirnya kembali dapat dikuasai oleh umat Islamdi bawah kekuasaan al-Malik al-Shalih di tahun 1244 M. Pada tahun  1247 M, Damsyik, Tebrias, dan Askalan juga dapat direbut kembali.

Sementara itu, pada tahun 1263 M, Dinasti Mamalik yang berkuasa di Mesir merebut kembali kota Kerak, Kaisariah, Jappa, dan Antiokia setelah terlebih dahulu menghalau tentara Salib di sepanjang pantai Laut Tengah. Tentara Salib, yang tidak mampu membendung serangan pasukan Mamalik akhirnya mengusulkan gencatan senjata.

Akhirnya, perang Salib yang berkepanjangan selama dua abad dan banyak menelan korban jiwa dan harta ternyata tidak berhasil menguasai atau membagi-bagi wilayah Islam.  Meskipun demikian Dunia Kristen-Barat yang selama berratus-ratus tahun lamanya hidup abad pertengahan dalam kegelapan mendapat cahaya dari Timur-Islam yang merupakan dampak positif perang salib bagi Barat. (Bersambung Insya Allah).



 DAFTAR PUSTAKA
  Al-Atsir , Ibnu, 1424 H/2003 M, Al-Kamil fiy Al-Tarikh,jilid 10,  Beirut: Daar al Kutub al-‘Ilmiyah.

  Al-Kilaniy, Majid Irsan.Dr, 1423 H/2002 M,  Hakadza Dzahara Jiylu Shalahiddin Wa Hakadza ‘Aadat al-Quds, Dubai: Daar al-Qalam.

  Al-Malghuts, Sami bin Abdullah 2009,  Atlas Perang Salib Uraian Lengkap Seputar Perang Salib yang Belum Pernah Terungkap, (terj) Jakarta: Penerbit al-Mahira

  Al-Shalabiy.‘Ali Muhammad.Dr,1429 H/2008 M,  Shalaah al-Diyn Wa Juhuduhu Fiy al-Qadha ‘alaa al-daulah al-Fathimiyah Wa Tahrir al-Masjid al-Aqsho. Beirut: Dar al-Marifah.

Amrullah, Haji Abdul Malik  Abdul Karim  (HAMKA).Prof.Dr, 2003, Tafsir al-Azhar Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD.

Hitti, Philip K,1970, History of the Arabs,  London:McMilan.

Muchtar, A. Latief,1998, Gerakan Kembali Ke Islam, Bandung;PT Remaja Rosda Karya.

Reston, James,Jr, 2008,  Warriors of God: Richard the Lionheart and Saladin in the Third Crusade (terj), Tangerang: Lentera Hati.

Saefuddin, Didin, 2000,  Sejarah Politik Islam,Jakarta: Pustaka Intermasa.

PERANG SALIB (Bagian Pertama).

A.    LATAR BELAKANG
Sudah menjadi sunnatullah, pertarungan antara kebenaran dan kebathilan senantiasa terjadi. Hal ini telah berlangsung sejak keturunan Adam yang pertama dan  terus berlangsung hingga hari kiamat kelak. Ketika cahaya Islam mulai datang menerangi semenanjung Arabia , musuh-musuh Islam berusaha untuk menghalangi pergerakan da’wah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Mereka menempuh bergbagai cara untuk memadamkan cahaya Allah (Islam). Ada beberapa ayat al-Qur’an yang merekam hal ini, diantaranya Surah al-Taubah ayat 32:
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai”.

Dan surah al-Shaf ayat 8 yang artinya:
“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya".
Buya Hamka rahimahullah  ketika menafsirkan surah al-Taubah ayat 32 mengatakan: “Inilah pula maksud yang terkandung dalam hati orang-orang Yahudi dan Nasrani, terutama kalangan pemuka –pemuka mereka. Mereka ingin, mereka bermaksud dan bertekad hendak memadamkan cahaya Allah.

 Menurut as-Suddi: “cahaya Allah ialah Islam”, menurut Adh-Dhahhak: “Cahaya Allah ialah Muhammad sendiri”, Menurut al-Kalbi: “Cahaya Allah ialah al-Qur’an”. Selanjutnya Buya Hamka menulis: “Perhatikan susunan kata dalam ayat memakai Fi’il Mudhari:Yuriidu-na an yuth-fiu”, Fi’il mudhari mengandung akan zaman sekarang dan zaman selanjutnya. Yang berarti akan terus menerus. Di zaman Nabi s.a.w. selalu timbul dari orang-orang Yahudi di Madinah, walaupn pada mula hijrah telah membuat perjanjian akan bertetangga secara baik. Dan di zaman Rasulullah pula timbul maksud-maksud hendak memadamkan cahaya Allah yang baru timbul di Madinah yaitu dari pihak Utara, tempat orang-orang Rum berkuasa dan Kabilah-kabilah Arab yang berlindung di bawah kuasa bangsa Rum.Sampai-sampai surat Nabi dilemparkan ke tanah dan diinjak-injak dan sampai utusan Nabi dibunuh”. Kemudian Buya melanjutkan: “Kemudian timbul perang salib. 200 tahun bangsa-bangsa Kristen Eropa memerangi pusat-pusat negri Islam, sampai mereka dapat mendirikan Kerajaan Kristen di Jerussalame 90 tahun lamanya.

Melalui dua ayat di atas Allah menginformasikan kepada hamba-Nya yang Muslim, musuh-musuh Islam akan senantiasa berusaha memadamkan cahaya Islam dengan berbagai metode. Salah satu strategi yang mereka tempuh adalah dengan peperangan fisik (Qital). Hal ini telah diingatkan pula oleh Allah Ta’ala melalui firman-Nya dalam surah al-Baqarah ayat 217.
Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Oleh karena itu sejarah mencatat, semenjak kedatangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mereka tidak pernah berhenti merancang strategi dan konspirasi untuk memerangi Islam. Salah satu perang yang dilancarkan oleh musuh Islam dari kalangan Nasrani adalah peperangan yang oleh para sejarawan Barat  disebut Crusades (perang salib).Perang Salib adalah satu istilah dari angkatan-angkatan perang Eropa Salibis, yang berlangsung selama dua abad, dengan tujuan merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum Muslimin dan  menghentikan langkah Islam yang telah menguasai dunia.   Perang ini pertama kalinya dilancarkan pada akhir abad V H/abad XI M,  kemudian terus berlangsung selama hampir dua abad dengan beberapa jeda. Perang pertama kemudian berhasil melahirkan beberapa daerah pendudukan pasukan salib di kawasan timur Arab seperti ar-Ruha, Antakya, Baitul Maqdis , dan Tripoli.

Meskipun perang salib telah menimbulkan korban yang tak terhitung dari kedua belah pihak, namun perang ini telah menjadi jembatan penghubung antara peradaban Islam dan Barat. Syaikh al-Malghuts hafidzahullah mengatakan: “Di sepanjang sejarah perang salib, orang-orang Kristen telah banyak berinteraksi dengan kaum Muslimin sedemikian intensif. Dan uniknya, pada kedelapan periode peperangan salib inilah terjadi begitu banyak diskusi dan dialog serius antara ulama Islam dan para agamawan Kristen.

Dari latar belakang yang telah diuraikan  di atas, terlihat jelas bahwa kajian tentang perang Salib menarik untuk dilakukan. Oleh karena itu melalui makalah ini, penulis akan berusaha mengkaji sejarah Perang Salib yang dikemas dalam rumuskan  masalah:  Bagaimana sejarah Perang Salib? Untuk menjawab permasalahan ini, penulis akan menguraikan sejarah perang salib  dengan perincian  sebagai berikut:
1.    Faktor-faktor pemicu terjadinya Perang Salib.
2.    Tahap-tahap Perang Salib.
3.    Dampak Perag Salib.
4.    Faktor kekalahan kaum Muslimin pada Perang Salib I

B.    SEBAB-SEBAB TERJADINYA PERANG SALIB
Menurut syaikh al-Malghuts perang salib berawal dari kekalahan pasukan Romawi pada pertempuran Malazgirt (Manzikert) yang terjadi tahun 463 H/1071 M. Pertempuran Malazgirt adalah perang yang dilancarkan oleh Dinasti Seljuk guna menyatukan seluruh dunia Islam di bawah kekuasaan Khalifah Abbasiyah. Rangkaian penaklukan oleh kesultanan Seljuk ini membuat Kaisar Romawi, Armanus naik Pitam.  Sang Kaisar kemudian merancang sebuah penyerangan untuk untuk menjaga wilayah  kekaisaranya. Tak berapa lama kemudian, pasukan Armanus telah terjun ke dalam berbagai  pertempuran. Salah satu peristiwa yang paling penting adalah pertempuran Malazgirt pada tahun 463 H. Pertempuran yang terjadi di Zahwah ini berhasil dimenangkan oleh pasukan Muslim. Bahkan, pasukan Muslim  yang dipimpin oleh Sultan Arselan berhasil menawan Armanus. Ketika Armanus dihadapkan kepada kepada Sultan Arselan   ia menyangka  akan diperlakukan secara tidak hormat. Ia mengira akan dibunuh dan dicaci di seluruh wilayah kekuasaanya. Ternyata Sultan Arselan mengampuninya dengan uang tebusan sebesar 1.500.000 dinar.  Bukan hanya itu Arselan juga menyerahkan uang 10.000 dinar kepada Armanus sebagai bekal.Arselan juga membebaskan sekelompok panglima perang Armanus dan sebagian pengikutnya. Bahkan, Arselan  mengirimkan seregu pasukan Muslim untuk mengawal sang Kaisar sampai ke negrinya.
Setelah pertempuran Malazgirt ini Dinasti Seljuk-Muslim semakin kuat, sedangkan pihak Romawi semakin lemah untuk berhadapan dengan sebuah negara baru. Segera setelah itu perang salib pun meletus yang faktor-faktor pemicunya akan dijelaskan selanjutnya.

1.    FAKTOR AGAMA
Kemenangan kaum Muslimin pada pertempuran Malazgirt berimplikasi pada jatuhnya Baitul Maqdis ke tangan kaum Muslimin. Oleh karean itu para pemimpin Kristen di Eropa menyerukan pembebasan Baitul Maqdis dari Bani Saljuk. Seruan ini sendiri beawal dari adanya  informasi provokatif yang disampaikan oleh Peter the Hermit , seorang pendeta asal Prancis yang  mendatangi Baitul Maqdis mengaku bahwa dirinya dan beberapa orang peziarah lainnya telah diperlakukan secara tidak layak oleh kaum Muslimin. Dan tatkala Peter sampai di negerinya dia langsung menuju Roma  untuk menghadap Paus Urbanus II guna menyampaikan seruannya merebut tempat suci Kristen.Bukan hanya sampai di sana , Peter kemudian menyambangi Jerman, Perancis, Belgia, untuk menyampaikan seruannya  kepada khalayak guna merebut “Makam Kristus”.

Sebagai respon terhadap kampanye dan propaganda yang dilakukan oleh Peter, maka pada bulan November 1095 M   diadakan Konsili Clermont, Prancis dan dipimpin langsung oleh Paus Urbanus II. Menurut al-Malguts, “konsili inilah yang secara signifikan memberi pengaruh pada upaya pelaksanaan perang salib.  Lewat konsili ini pula dilakukan usaha penyatuan dan peredaman konflik antara Gereja Timur (Byzantium) dan Gereja Barat (Latin), yaitu dengan dicabutnya trakat pemisahan yang pernah ditandatangani oleh Kaisar Byzantium. Paus Urbanus juga mengarahkan kalangan penguasa, agamawan, dan para saudagar, Italia yang ikut serta dalam konsili Clermont untuk menyematkan tanda salib dari kain merah kepada para prajurit Kristen. Tepat pada tahun 1097 M perang salib I meletus”.  

Jadi tak dapat dipungkiri, faktor pemicu pecahnya perang salib adalah motif agama. Terbukti, para agamawan dibawah koordinasi Paus Urbanus II  mendukung sepenuhnya terjadinya perang. Masih menurut temuan al-Malghuts, “Pada saat itu Paus mengeluarkan simbol penebusan dosa yaitu sebuah salib penebusan ke hadapan  para prajurit seraya berkata, “ Bawalah salib ini di atas pundak kalian atau di dada kalian. Hendaklah salib ini tersemat di senjata-senjata kalian dan di atas panji-panji perang kalian” Tidak hanya sampai di sana, Paus Urbanus II terus menyambangi  berbagai Kota dan negeri untuk menyeru kaum Kristen turut serta dalam perang salib. 

Penulis lain yang menganggap motivasi agama sebagai pemicu perang salib adalah Syekh Dr Ahmad Al-Shalabiy. Beliau mengatakan, “Motivasi agama menrupakan sebab utama yang mendorong kaum Salib untuk mengumandangkan perang. Bukti nyata bahwa perang salib dipicu oleh motivasi agama adalah, syi’ar (simbol) perang pasukan salib berupa salib. Mereka meletakkan salib pada senjata-senjata dan peralatan-peralatan khusus yang mereka miliki ketika menuju Baitul Maqdis.”

Motivasi agama sebagai pemicu Perang Salib juga diakui oleh penulis James Reston, Jr dalam pengantar bukunya Warriors of God: Richard the Lionheart and Saladin in the Third Crusade  . Belia menulis: “Kegilaan itu dipicu atas nama agama oleh Paus Urban II dari Gereja Kristen pada 1095 untuk mengalihakan perhatian dan energi para baron Eropa dari pertikaian berdarah diantara mereka kepada sebuah misi “mulia’’, yaitu merebut kembali tanah suci dari tangan “orang-orang kafir”  .”

2.FAKTOR EKONOM
I
Perang Salib juga tidak dapat dilepaskan dari motifasi ekonomi. Para saudagar yang turut andil dalam perang ini bermaksud memperluas jaringan dagang  di sepanjang pantai timur dan selatan laut tengah. Ahmad Shalabiy sebagaimana dikutip oleh Prof.Didin Sefuddin Buchori mengatakan, “Para pedagang besar di pantai timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota Venesia, Genoa, dan Pisa berambisi untuk merebut sejumlah kota dagang di sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan dagang mereka. Oleh karena itu, mereka rela menanggung sebagian  dana untuk kepentingan perang   dengan maksud apabila pihak sekutu memperoleh kemenangan, kawasan ini akan dijadikan sebagai puast perdagangan mereka”.   Sebelumnya hal ini dikemukakan pula  oleh K.Hitti. Beliau berpendapat, para saudagar dari Pisa, Venesia, dan Genoa tertarik  berperang karena motif komersial . Beliau mengatakan bahwa, " Faktor ekonomi lebih banyak mewarnai motivasi tentara Itali dan pedangangnya  yang ikut perang salib. Sehingga tawanan-tawanan perang dipekerjakandi selat Arab dengan upah yang tinggi,  bahkan diangkut ke Kostantinopel untuk mendapat hasil yang lebih banyak yang akhirnya para tahanan itu dijual ke Afrika." Selatan.

3.    FAKTOR SOSIAL
 Pada abad pertengahan masyarakat Eropa terdiri dari tiga kelas sosial: Pertama, Kelompok agamawan yang terdiri dari Uskup dan pendeta ; Kedua, Kelompok prajurit yang meliputi  perwira dan ksatria; Ketiga, Kelompok petani yang mencakup petani dan budak. Masyarakat Eropa ketika itu terbelah menjadi kelas-kelas sosial. Pada saat itu kelompok agamawan dan prajurit mendominasi masyarakat, sedangkan kelompok petani menjadi kelompok yang paling tertindas. Mereka terpaksa bersusah payah bekerja guna memenuhi kebutuhan dua kelompok di atas.

Kebanyakan  anggota kelompok petani adalah budak dan sahaya yang terikat secara turun- temurun dengan tanah yang mereka garap. Mereka harus menjalani hidup sengsara karena sama sekali tidak memiliki kebebasan pribadi. Semua yang dikumpulkan seorang budak dianggap sebagai hak milik tuannya, karena seorang budak tidak memilki hak milik pribadi.  Ketika terjadi perang salib para budak memilki kesempatan untuk melepaskan dari dari beban penderitaan yang mereka hadapi. Mereka diiming-imingi kebebasan jika ikut dalam perang tersebut. Di sisi lain mereka berpikir bahwa pada saat itu tampaknya kematian lebih mereka sukai daripada hidup kelaparan sebagai budak  yang hina.

Jadi motivasi sosial tidak dapat dilepasakan dar perang salib. Didin saefuddin Buchori mengatakan: “Peningkatan taraf sosial menjadi salah satu motif yang mendorong orang-orang Eropa (Kristen) untuk berperang. Budak-budak yang bekerja di kebun-kebun mendapat peluang yang tepat untuk memperoleh kemerdekaan melalui perang ini. Siapa yang ikut perang, akan dimerdekakan, akibatnya berduyun-duyun para budak memanggul senjata mengikuti perang salib".  

4. FAKTOR POLITIK
 Perang salib juga tak dapat dilepaskan dari motivasi politik. Syaikh al-Malghuts mengatakan, “Tak dapat dimungkiri, para raja dan pemimpin yang ikut aktif dalam perang salib itu semata-mata karena tendensi politik, baik sebelum mereka  berhasil mencapai Syam dan Palestina maupun setelah mereka berhasil menduduki kedua wilayah tersebut. Umumnya, kekuasan yang bersifat feodal memang selalu berkaitan dengan tanah yang dikuasai. Semakin luas tanah yang dikuasai, semakin tinggi pula kedudukan seorang penguasa di depan masyarakat. Dengan gaya kekuasaan seperti itu, masalah terbesar yang akan dihadapi oleh seorang penguasa adalah hilangnya kekuasaan atau tanah yang dia kuasai. Dengan hilangnya kedua hal itu, dia akan kehilangan posisi dan wibawa”.

Selanjutnya al-Malghuts menulis: “Ketika gerakan Perang Salib terlihat memberi peluang untuk mendapatkan tanah dan kekuasaan, para kesatria dan bangsawan itupun langsung menyambut seruan yang disampaikan Paus. Mereka segera ikut andil dalam gerakan tersebut dengan harapan berhasil mendirikan kekuasaan baru di wilayah Timur, sebagai ganti dari kekuasaan yang luput dari tangan mereka di Barat. Sementara itu para bangsawan dan kesatria yang memilki tanah juga menyadari bahwa dengan ikut andil dalam gerakan salib , mereka dapat menemukan kesempatan emas untuk meraih kemuliaan yang lebih besar dan kewibawaan yang lebih tinggi”.  

 Fakta di atas memberikan gambaran, faktor politik turut mewarnai dan memicu pecahnya Perang Salib sebagaimana dikatakan oleh  Prof.Dr. Didin Saefuddin Buchori. Lebih lanjut beliau mengatakan: “Pengaruh faktor politik ini dapat dilihat dari sikap para pangeran yang memimpin perang tersebut. Mereka berusaha saling mendahului tanpa memperhatikan kesatuan dan persatuan untuk merebut dan menguasai suatu daerah. Akhirnya, setelah beberapa daerah dapat mereka kuasai, berdirilah beberapa kerajaan kecil di Eddesa (Raha), Antokia, dan Baitul Makdis”. ( Bersambung Insya Allah).


DAFTAR PUSTAKA
   Al-Atsir , Ibnu, 1424 H/2003 M, Al-Kamil fiy Al-Tarikh,jilid 10,  Beirut: Daar al Kutub al-‘Ilmiyah.

   Al-Kilaniy, Majid Irsan.Dr, 1423 H/2002 M,  Hakadza Dzahara Jiylu Shalahiddin Wa Hakadza ‘Aadat al-Quds, Dubai: Daar al-Qalam.

 Al-Malghuts, Sami bin Abdullah 2009,  Atlas Perang Salib Uraian Lengkap Seputar Perang Salib yang Belum Pernah Terungkap, (terj) Jakarta: Penerbit al-Mahira

  Al-Shalabiy.‘Ali Muhammad.Dr,1429 H/2008 M,  Shalaah al-Diyn Wa Juhuduhu Fiy al-Qadha ‘alaa al-daulah al-Fathimiyah Wa Tahrir al-Masjid al-Aqsho. Beirut: Dar al-Marifah.

Amrullah, Haji Abdul Malik  Abdul Karim  (HAMKA).Prof.Dr, 2003, Tafsir al-Azhar, Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD.

Hitti, Philip K,1970, History of the Arabs,  London:McMilan.

Muchtar, A. Latief,1998, Gerakan Kembali Ke Islam, Bandung;PT Remaja Rosda Karya.

Reston, James,Jr, 2008,  Warriors of God: Richard the Lionheart and Saladin in the Third Crusade (terj), Tangerang: Lentera Hati.

Saefuddin, Didin, 2000,  Sejarah Politik Islam Jakarta: Pustaka Intermasa.

Rabu, 26 September 2012

Abdurrahman Bin Auf Radhiyaallaahu ‘anhu Saudagar Kaya Raya yang Dermawan dan Hidup Sederhana (2)


G. Sosok Yang Tawadhu

Sahabat Abdurrahman bin Auf juga dikenal sebagai sosok yang tawadhu atau rendah hati. Kekayaannya yang berlimpah tidak membuatnya sombong. Syekh Abdurrahman Raf’at Basya menggambarkan kerendahhatian sahabat yang mulia ini. Beliau berkata:  “Walaupun begitu kaya- rayanya, namun harta kekayaan itu seluruhnya tidak mempengaruhi jiwanya yang penuh Iman dan Taqwa. Apabila dia berada di tengah-tengah budaknya, orang tidak adapat membedakan di antara mereka, mana yang majikan dan mana yang budak”.[1]
Sa’ad bin Hasan At-Tamimi mengatakan: “ ‘Abdurrahman bin ‘Auf tidak bisa dibedakan dengan budak-budaknya, lantaran ketawaduan beliau di dalam berpakaian. Semoga Allah meridhai Abdurrahman bin ‘Auf dan seluruh Sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang mengetahui (kebaikan) dan mengamalkaannya. Mereka mengetahui sabda Rasul yang mengatakan: “Al Badzadzah Minal Iman, Badzadzah adalah bagian dari Iman[2] . Badzaadzah artinya pakaian sederhana dan tawadhu. Dalam hadits lain Rasulullah shallaallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang meninggalkan pakaian (tertentu) karena tawadhu kepada Allah , padahal ia sanggup memilki pakaian tersebut, maka pada hari kiamat kelak Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk lalu  Allah menyuruhnya memilih perhiasan iman yang ia kehendaki untuk ia pakai. [3].[4]

H. Zuhud Terhadap Kekuasaan

Biasanya harta kekayaan menjadikan pemilikinya haus terhadap kekuasaan. Sebagian orang kaya berambisi untuk menjadi penguasa dengan harapan mengeksiskan usaha dan bisnisnya. Sudah lazim terdengar seorang penguasa yang berlatar belakang pengusaha memanfaatkan jabatan dan kedudukannya untuk mengembangkan bisnisnya. Sehingga setiap kebijakan dan keputusan yang dikeluarkan selalu menguntungkan dan mengokohkan bisnis sang penguasa. Tender-tender proyek diberikan kepada kroni dan  kolega bisnisnya.
Akan tetapi bila kita melihat ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallaahu ‘anhu,  kita menjumpai sosok manusia super yang sangat zuhud terhadap kekuasaan. Sebagaimana masyhur dalam sejarah, sebelum meninggal dunia Amirul Mukminin Umar bin Khathab rahiyallaahu ‘anhu berwasiat dan menunjuk enam orang  Sahabat sebagai Tim Formatur yang akan menunjuk khalifah sepeninggal beliau.Syekh Abul Khail mengutip sebuah riwayat yang disampaikan oleh Imam Bukhari, ketika Umar diminta untuk berwasiat menjelang wafatnya mengatakan, “Aku tidak menemukan orang yang lebih pantas menempati urusan ini (khalifah) selain beberapa orang yang ketika Rasulullah meninggal, Beliau ridha terhadap mereka. Lalu Umar menyebut nama-nama mereka satu persatu, Ali, ‘Utsman, Zubair [bin ‘Awwam], Thalhah [bin ‘Ubaidillah], Sa’ad [bin Abi Waqqash], dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf [5]. Kalian akan disertai/disaksikan  oleh ‘Abdullah bin ‘Umar tetapi ia tidak berhak terhadap perkara ini (khilafah).[6]
Enam orang tersebut kemudian  bermusyawarah. Sebelum mereka sampai pada satu keputusan, Abdurrahman angkat suara, serahkan urusan ini kepada tiga orang diantara kalian. Lalu masing-masing menunjuk satu  orang. Zubair menunjuk  ‘Ali . Thalhah menunjuk  ‘Utsman, sedangkan Sa’ad menunjuk  Abdurrahman bin ‘Auf. Jadilah khilafah hak bagi tiga orang. Utsman, ‘Ali, dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Kemudian Abdurrahman mengundurkan diri dan mengusulkan agar mereka memilih satu diantara dua, yaitu ‘Utsman dan ‘Ali. Ali berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersbda bahwa engkau adalh orang yang dipercaya oleh penduduk langit dan bumi.Akhirnya Abdurrahman memilih ‘Utsman bin ‘Affan sebagai khalifah menggantikan ‘Umar bin Khathab. Pilihan Abdurrahman disetujui oleh lima orang dalam tim itu bahkan disetujui oleh kaum Muslimin di kota Madinah.
Fakta di atas menunjukkan bahwa ‘Abdurrahman bin ‘Auf tidak haus kekuasaan sebagaimana lazimnya orang-orang yang berduit. Bahkan beliau sangat zuhud terhadap kekuasaan. Ketika namanya disebut oleh Sa’aad bin Abi Waqqash beliau menjawab:”Demi Allah, daripada aku menerima jabatan tersebut lebih baik kalian menusukkan pisau di leherku dari satu sisi hingga tembus sisi yang lain”.[7]

I. Kiprahnya di Dalam Da’wah

Selain dikenal sebagai saudagar yang dermawan dan militan di medan jihad, Abdurrahman bin ‘Auf  juga terlibat langsung dalam aktivitas da’wah. Beliau tidak hanya mendukung da’wah Islamiyah dengan hartanya, tetapi beliau menjadi bagian dari sariyah da’wah yang diutus oleh Nabi untuk menda’wahkan Islam kepada suku-suku di sekitar kota Madinah. Mengenai keikutsertaan Abdurrahman bin ‘Auf  dalam delegasi da’wah direkam dengan jelas oleh Imam ad Daruquthniy dalam rahimahullah. Untuk lebih jelasnya kita simak penuturan Abdullah bin Umar rahiyallaahu ‘anhuma berikut ini:
Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam memanggil ,Abdurrahman bin ‘Auf. Nabi mengatakan kepadanya, bersiaplah!  Aku akan mengutusmu sebagai Sariyah kta Nabi. Selanjutnya Abdurrahman bin Auf keluar bersama rekan-rekannya. Mereka terus berjalan hingga sampai didaerah Dumatul Jandal. Lalu mereka menda’wahi penduduk daerah tersebut selama tiga hari. Pada hari ketiga seorang yang bernama al Ashbagh ibn ‘Amr al Kalbi masuk Islam. Sebelumnya ia seorang penganut agama Nasrani, dia juga merupakan kepala suku daerah tersebut. Abdurrahman kemudian menulis surat kepada Nabi yang diantarkan oleh seorang pria dari Bani Juhainah bernama Rafi’ bin Mukaits. Setelah Rafi’  sampai kepada Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam dan menyampaikan keberhasilan Abdurrahman bin Auf mengislamkan daerah DaumatulJandal. Pada hari itu pula Nabi membalas surat Abdurrahman bin ‘ Auf. Diantara isinya adalah Nabi mengsinstruksikan kepada Abdurrahman untuk menikahi Putri al Ashbagh. Lalu Abdurrahman menikahi putri  al Ashbagh yang bernama Tadhamur. Dari pernikahan ini  Abdurrahman dikaruniai seorang putra bernama Abu Salamah bin Abdurrahman.[8]

J. Manaqib (Keutamaan) Abdurrahman bin ‘Auf

      Abdurrahman bin ‘Auf memiliki beberapa manqabah (keutamaan) khusus yang tidak dimiliki oleh  selainnya. Diantara keutamaan beliau adalah:
1.      1. Satu diantara Sepuluh Shahabat yang dijamin masuk Sorga
Pada prsinsipnya semua Sahabat Rasulullah adalah orang-orang yang mendapatkan janji dan jaminan sorga dari Allah Ta’ala, sebagaimana diterangkan dalam  Surah al Hadid ayat 10.
ÙˆَÙƒُÙ„ًّا Ùˆَعَدَ اللَّÙ‡ُ الْØ­ُسْÙ†َÙ‰ٰ ۚ ÙˆَاللَّÙ‡ُ بِÙ…َا تَعْÙ…َÙ„ُونَ Ø®َبِيرٌ [٥٧:١٠]
Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik (Al Husna) . Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dalam ayat di atas Allah menjanjikan Al Husna (sorga) kepada seluruh Shahabat Nabi. Adapun yang dimaksud dengan sepuluh orang yang dijamin masuk sorga (Al ‘Asyarah al Mubasy Syariina biljannh) Adalah sepuluh sahabat  yang pernah disebutkan oleh Rasulullah dalam satu majelis bahwa mereka adalah penghuni sorga. Maksudnya adalah, peranah daam suatu forum Rasulullah menyebut nama kesepuluh orang tersebut, diantaranya adalah ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidziy, bahwa Rasulullah bersabda:”Ada sepuluh orang akan memasuki sorga, Abu Bakar di sorga, Umar di sorga, Utsman disorga, ‘Ali disorga [9], Thalhah di sorga, Az Zubair di sorga, ‘Abdurrahman bin ‘Auf di sorga, Sa’ad bin Abi Waqqash di sorga, Sa’id bin Zaid di sorga, dan Abu ‘Ubaidah bin Jarrah di sorga”.[10]
2.      2. Dipercaya di langit dan di Bumi
Abdurrahman bin ‘Auf adalah orang yang terperacya dalam pandangan penduduk langit dan penduduk bumi. Sebagaimana dalam sabda Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam,” Abdurrahman bin ‘Auf terpercaya di langit dan terpercaya pula di bumi”. 
3      3. Faqih dalam Ilmu Agama
Abdurrahman bin ‘Auf juga termasuk sahabat yang faqih dalam masalah agama. Berkata Ibnu Abbas: Suatu ketika kami duduk-duduk bersama Umar bin Khattab. Maka Umar berkata, ”apakah engkau pernah mendegnar hadits dari Rasulullah yang memerintahkan seseorang apabila lupa dalam shalatnya, dan apa yang dia perbuat?” Aku menjawab, ”Demi Allah, tidak pernah wahai Amirul Mukminin. Apakah engkau pernah mendengarnya?” Dia menajawab, ”Tidak pernah, demi Allah.” Tatkala kami sedang demikian, datanglah Abdurrahman bin Auf dan berkata, ”Apa yang sedang kalian lakukan?” Umar menjawab, ”Aku bertanya kepada Ibnu Abbas,” kemudian ia menyebutkan pertanyaannya. Abdurrahman berkata, ”aku pernah mendengarkan tentang hal itu dari Rasulullah.” Apa yang engkau dengar wahai Abdurrahman?” Maka ia menjawab, ”Aku mendengar Rasulullah bersabda, apabila lupa salah seorang diantara kalian di dalam shalatnya, sehingga tidak tahu apakah ia menambah atau mengurangi, apabila ragu satu raka’at atau dua raka’at, maka jadikanlah satu raka’at, dan apabila ia ragu dua raka’at atau tiga raka’at, maka jadikanlah dua raka’at, dan apabila ia ragu tiga raka’at atau empat raka’at, maka jadikanlah tiga raka’at, sehingga keraguannya di dalam menambah, kemudian sujud dua kali dan dia dalam keadaan duduk sebelum salam, kemudian salam.
4.      Abdurrahman bin ‘Auf pernah berfatwa pada masa Rasulullah masih hidup dan Rasulullah pernah shalat di belakang beliau pada waktu perang tabuk.
Abdurrahman Raf’at Basya mengisahkan hal ini dalam bukunya Shuwarun Min HayaatishShahaabah. Belia menulis,
Allah memuliakan Abdurrahman dengan dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh kaum Muslimin seorang jua pun, yaitu ketika waktu shalat sudah masuk, Rasulullah terlambat hadir. Maka ‘Abdurrahman menjadi Imam shalat berjamaahbagi kaum Muslimin ketika itu. Setelah hampir selesai raka’at pertama, Rasulullah tiba lalu beiau shalat di belakang ‘Abdurahmandan mengikutinya sebagai ma’mum. Apakah lagi yang lebih mulia dan utama daripada  menjadi Imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para Nabi, yaitu Muhammad Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. [11]

K.    Wafatnya

Abdurrahman bin ‘Auf  meninggal di Madinah pada tahun 31 H[12] pada usia 75 tahun.[13] Dan Beliau dimakamkan dipekuburan Baqi’. Oleh karena infaq telah mendarah daging pada dirinya, maka ketika akan wafat beliau mewasiatkan hartanya dalam jumlah yang banyak untuk dimanfaatkan di jalan Allah (Sabililla). Penulis kitab Asadul Ghabah menukil sebuah riwayat yang disampaikan oleh ‘Urwah bin Zubair, Abdurrahman mewasiatkan 50.000 dinar untuk infaq fi Sabilillah. Disamping itu beliau juga mewasitkan 400 dinar untuk diberikan kepada setiap veteran perang Badar yang masih hidup. Jumlah veteran perang Badar  yang masih hidup saat ‘Abdurrahman meninggal sekitar 100 orang. Jadi beliau menginfakkan 40.000 dinar untuk perang Badar. Beliau juga mewasiatkan 1000 ekor kuda untuk diifakkan di jalan Allah. 

Daftar Pustaka

Abul Khail, Muhamad bin Ibrahim Shaleh, 1430/2009, Taarikhu KhulafaairRaasydiin, Riyadh:Darul Fadhilah.
            Al Mubarak Furi, Shafiyyurrahman, 1428/2007, Ar rahiqul Makhtum , Qatar: IdaaratusySyuunil Islamiyah.
Al Jazariy, Izuddin ibnu Atsir Abul Hasan Ali bin Muhammad,1424H/2003, Asadul Ghaabah Fiy Ma’rifatis Shahaabah, Beirut: Darul Kutubul ‘Ilmiyah.
Al Mishriy, Mahmud, 1423 h/2002,Ashhaab al Rasul, Mesir: Daar al Taqwa.
Asy-Sya’rawiy, Mutawalli, 1421H/2000, Ghazaaturrasuul,Kairo: Maktabutturaats al Islamiy.
Basya, Abdurrahman Raf’at,2001,Shuwarun Min Hayaatis Shahaabah, Jakarta: Media da’wah.
Khalid,  Khalid Muhammad (terj) Muhil Dhofir,2007,  Rijal Haularrasul, Jakarta: Al I’tishom Cahaya Umat.


[1]  Abdurrahman  Shuwarun, hlm.10
[2]  HR Ahmad, Ibnu majah dan Hakim dari Abu Umamah al Haritsi radhiyallahu ‘anhu dan dishahaihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no.2879.
[3]  HR Tirmidziy dan Hakim dari Mu’adz bin Anas dihasankan oleh al-Albaniy dalam Shahih Jami’ no.6145.
[4] Mahmud al Mishriy, AshHaabur Rasul, Mesir: Daruttaqwa,1423 H/2002 M,juz,1 hlm.244.
[5]  Keenam orang ini adalah enam dari 10 Shahabat yang dijamin masuk sorga. Sebenarnya ada satu Sahabat yang merupakan bagian dari 10 sahabat tersebut yang masih hidup. Tetapi tidak disebut dan tidak dimasukkan oleh Umar sebagai Tim Formatur, Yaitu Sa’id bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail. Menurt analisa Ibn Katsir, ini merupakan bukti ke wara an seorang Umar. Karena Sa’id adalah keponakannya. Bahkan dalam sebagaian riwayat kata Ibnu Katsir Umar mengecualikan Sa’id dari enam orang tersebut. Umar berkata epada Sa’id, anda tidka termasuk bersama mereka.
[6] Muhamad bin Ibrahim Shaleh abul Khail, Taarikhu KhulafaairRaasydiin, Riyadh:Darul Fadhilah,1430/2009,cet.ke.1,hlm.218-219.
[7]  Khalid Muhammad Khalid (terj) Muhil Dhofir, Rijal Haularrasul, Jakarta: Al I’tishom Cahaya Umat,2007,cet,ke.1.hlm367.
[8]  Al Ishabah Fiy  Tarajum Ash Shahaabah 1/108 dalam Mahmud al Mishriy, Ashaburrasul, hlm.245.
[9]  Dalam sebagaian riwayat/redaksi nama ‘Ali didahulukan oleh Nabi sebelum Utsman. Urutannya; Abu Bakar, Umar, ‘Ali, ‘Utsman... dan seterusnya.
[10] HR Tirmidziy
[11] Abdurahman, Shuwarun, hlm.6-7
[12] Dalam versi lain tahun 32H
[13]  Al Jazariy, Asadul Ghabah, hlm.479.