Minggu, 21 Oktober 2012

BELAJAR DARI NABI IBRAHIM, MEMBANGUN CITA-CITA DUNIA DAN AKHIRAT

KHUTBAH IDUL ADHA WAHDAH ISLAMIYAH 1433 H

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ اَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ



Kaum muslimin yang berbahagia!

Betapa besar karunia Allah Ta’ala kepada kita semua. Betapa tidak terhingga nikmat-Nya untuk kita semua. Ada yang kita sadari, namun lebih banyak yang luput dari kesadaran kita.

Marilah kita renungkan betapa banyak kedurhakaan kita kepada-Nya.

Betapa hari demi hari yang kita jalani tidak pernah luput dari kelalaian untuk mengingat-Nya.

Tapi dengan semua kelalaian itu, Allah Azza wa Jalla tidak pernah lalai dan bosan untuk terus-menerus mencurahkan nikmatNya kepada kita. Semua kedurhakaan kita tidak menghalangi Dia yang Mahaperkasa untuk tetap menyelimuti kita dengan kasih sayangNya.

Dan hari ini, Ia masih mengizinkan kita untuk sekali lagi bersujud kepadaNya, untuk sekali lagi bertakbir dan bertahlil mengagungkan namaNya, dan untuk sekali lagi bertaubat kepadaNya.

Kita tidak pernah tahu, hadirin sekalian, boleh jadi inilah sujud terakhir kita padaNya di dunia ini. Inilah takbir dan tahlil terakhir kita untukNya. Dan inilah taubat kita untuk terakhir kalinya kepadaNya.

Allahu akbar, Allahu akbar, walillahilhamd.

Kaum muslimin rahimahukumullah!

Idul Adha akan selalu mengingatkan pada sosok Ibrahim alaihissalam dan keluarganya. Hari ini, di saat jutaan saudara kita kaum muslimin bergegas menyelesaikan prosesi ibadah haji yang agung, di tanah air ini, kita duduk sejenak untuk merenungkan pelajaran-pelajaran yang dititipkan Allah kepada kita melalui kisah monumental Nabi Ibrahim dan keluarganya ‘alaihimussalam.

Allah Ta’ala berfirman:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ

“Sungguh bagi kalian terdapat teladan yang baik dalam (diri) Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya…” (al-Mumtahanah: 4)

Sosok Ibrahim ‘alaihissalam adalah teladan pengorbanan yang tulus. Nabi Ibrahim mengajarkan kepada kita bahwa seorang mukmin harus sepenuhnya hidup untuk sebuah obsesi dan cita-cita yang tinggi. Bahwa obsesi dan cita-cita seorang mukmin tidak akan pernah terhenti hingga ia menjejakkan kakinya di dalam Surga Allah. Obsesi dan cita-cita itulah yang membuatnya rela melakukan pengorbanan demi pengorbanan di kehidupan dunia yang terlalu singkat ini.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengajarkan kepada kita bahwa obsesi dan cita-cita hidup kita sepenuhnya harus selalu diukur dengan keridhaan dan kecintaan Allah Azza wa Jalla. Apa yang diridhai dan dicintai oleh Allah dan RasulNya, maka itulah obsesi dan cita-cita kita. Jika tidak, maka obsesi dan cita-cita itu harus segera kita hapus dan buang jauh-jauh dari kehidupan kita. Karena obsesi dan cita-cita yang tidak diridhai oleh Allah Ta’ala hanya akan membawa kehidupan kita dalam serial malapetaka dan kehancuran yang tidak akan habisnya.

Maka demi obsesi dan cita-cita tertingginya akan Surga, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam melintasi gurun sahara yang kering, di bawah cengkraman terik matahari dan pelukan malam-malam yang dingin. Dan ia tidak sendiri dalam perjalanan itu. Istri dan bayi mungilnya ikut serta “menikmati” perjalanan penuh obsesi itu. Obsesi akan Surga Allah.

Bayangkanlah, hadirin sekalian, betapa tidak mudahnya perjalanan itu! Tapi inilah caranya untuk membuktikan kepada Allah Azza wa Jalla bahwa mereka sungguh-sungguh dengan obsesi tentang Surga itu. Dan kita semua tentu mengetahui bahwa pengorbanan Nabi Ibrahim dan keluarga kecilnya itu tidak berhenti sampai di situ.

Pertanyaan pentingnya untuk kita semua adalah:

Sudahkah obsesi dan cita-cita hidup kita sepenuhnya untuk Allah?

Jika jawabannya adalah iya, maka seberapa besar sudah pengorbanan yang kita tunjukkan kepadaNya untuk itu?

Bersyukurlah jika tahun ini kita ikut menyembelih hewan kurban, tapi untuk obsesi sehebat Surga, tentu harus lebih dari itu!

Dalam konteks pengorbanan ini pula, maka kita teringat kepada kisah heroik Keluarga Yasir di awal Islam, saat mereka melewati penyiksaan demi penyiksaan atas komitmen keislaman mereka, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghibur mereka dengan mengatakan:

صَبْرًا يَا آلَ يَاسِرٍ ، فَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ

Bersabarlah, wahai Keluarga Yasir! Karena sesungguhnya janji pertemuan kalian adalah Surga.”[1]


Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamd!

Kaum muslimin yang berbahagia!

Hingga detik ini, negeri kita yang mayoritas muslim ini terus-menerus menjadi panggung tempat dipentaskannya berbagai macam krisis dan tragedi akhlak dan moral yang memilukan.

Kisah-kisah para pejabat Negara yang korupsinya tidak pernah puas, yang didukung oleh kondisi penegakan keamanan dan keadilan yang berat sebelah dan memihak kepentingan tertentu, telah menjadi konsumsi rutin kita tiada henti. Pembasmian korupsi seperti lebih sering menemukan jalan buntu, namun penangkapan dengan dalih terorisme begitu sering mengukir prestasi.

Lalu tiba-tiba kita dikejutkan oleh seorang hakim pengadilan negeri yang tertangkap basah dalam pesta narkoba di sebuah hotel, yang tanpa ragu menggelontorkan uang sebesar 10 juta rupiah dalam satu malam itu saja!

Begitulah, ternyata krisis moral dan akhlak telah melanda orang-orang tua di negeri ini. Lalu bagaimana dengan generasi mudanya?

Menurut catatan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Kalimantan Timur, sepanjang tahun 2008 saja dari sekitar 300 lebih responden yang diteliti (Pelajar SMP dan SMA), sebagian besar di antaranya sudah sering berzina, bahkan ada yang sudah hamil.

Sekitar 14 % dari mereka melakukan perbuatan amoral (zina) itu di lingkungan sekolah, sedangkan 28 % dari mereka melakukannya di rumah. Sisanya, di tempat rekreasi dan di hotel-hotel.

Di Papua, terdapat sekitar ratusan pelajar yang mengidap HIV/AIDS. Dari jumlah tadi, 60 % lebih diderita pelajar asli asal Papua dan 40 % lagi pelajar non Papua (pendatang), sebagaimana disampaikan oleh Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPAD) Provinsi Papua.

Dan semua itu adalah fenomena gunung es. Sedikit yang terungkap, dan lebih banyak lagi yang tidak terungkap.

Kita juga tentu mengikuti fenomena tawuran antar pelajar dan mahasiswa yang seringkali disebabkan oleh hal-hal remeh yang tidak masuk di akal.

Dengan semua fenomena kebobrokan kaum muda Indonesia itu, kita kemudian dikejutkan dengan klaim sebuah media televisi bahwa lembaga-lembaga Rohis adik-adik kita di SMA adalah sarang pengkaderan teroris. Stasiun televisi itu lupa bahwa Rohis adalah benteng utama pembinaan moral anak-anak kita.

Kenyataan dan fakta ini tentu saja membuat kita bertanya: Mengapa itu semua terjadi?

Dalam konteks perjuangan Nabi Ibrahim, kita dapat mengatakan bahwa banyak generasi tua dan generasi muda telah kehilangan obsesi dan cita-cita hidup yang sesungguhnya. Banyak orang berjalan dalam obsesi-obsesi semunya.

Mereka semua mungkin tahu bahwa korupsi, berzina dan melakukan kezhaliman itu dosa. Tapi lemahnya obsesi dan cita-cita akhirat, membuat mereka takluk tak berdaya pada godaan dunia yang menghancurkan masa depan akhirat mereka.

Karena obsesi semacam ini pula, banyak orang tua yang lupa bahwa anak-anak mempunyai kebutuhan yang jauh lebih besar daripada uang dan materi. Mereka membutuhkan belaian cinta dan bimbingan penuh kasih sayang dari orang tua mereka.



Allahu akbar, Allahu akbar walillahilhamd!

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!

Tapi harapan menjadi lebih baik selalu ada, sebagaimana pintu taubat Allah selalu terbuka bagi siapapun di antara kita yang ingin berubah menjadi hamba yang lebih baik.

Sekali lagi, marilah belajar dari Nabi Ibrahim alaihissalam. Beliau adalah teladan bagi setiap orang tua yang menyayangi anaknya. Beliau mengajarkan kepada kita cara yang benar dalam menyayangi anak kita. Bukan dengan memuaskan segala permintaannya, tapi dengan mendekatkan mereka kepada Allah dengan penuh hikmah dan kelembutan.

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَحَلِيمٌ أَوَّاهٌ مُنِيبٌ


“Sesungguhnya Ibrahim itu adalah seorang yang lembut, pengasih dan selalu kembali (kepada Allah).” (Hud: 75)

Inilah sifat dan karakter dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang tua: lemah lembut, pengasih dan yang tidak kalah pentingnya: selalu kembali dan bersandar kepada Allah yang Mahakuat.

Coba renungkan doa yang dipanjatkan Ibrahim karena kecintaannya kepada keluarga dan anak-anaknya:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آَمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ

“Dan ingatlah ketika Ibrahim berdoa: ‘Wahai Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman dan jauhkanlah aku serta keturunanku dari menyembah berhala…” (Ibrahim: 35)

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

“Wahai Tuhanku, jadikanlah aku sebagai orang yang menegakkan shalat, beserta keturunanku. Duhai Tuhan kami, terimalah doaku…” (Ibrahim: 40)


Kaum muslimin yang berbahagia!

Demikianlah kekhawatiran dan kegelisahan Ibrahim terhadap keturunannya. Karena itu, seperti Nabi Ibrahim, seharusnya kita selalu khawatir jika anak-anak kita akhirnya tidak lagi menyembah Allah dan menghambakan diri kepada selain Allah. Seharusnya kekhawatiran anak kita tidak shalat dan menjalankan perintah Allah lebih besar daripada saat ia kehilangan karirnya.


Di sinilah Nabi Ibrahim alaihissalam –sekali lagi- mengajarkan kepada kita untuk berani berkorban demi obsesi dan cita-cita akhirat kita.

Kita harus berani mengorbankan obsesi politik kita, jika itu hanya akan menghancurkan masa depan akhirat kita.

Kita harus berani mengorbankan obsesi karir dan jabatan kita, jika itu hanya akan membuat Allah murka kepada kita.

Kita harus berani mengorbankan obsesi nafsu kita, jika itu hanya akan membuat kita menyesal di saat penyesalan tidak akan pernah berguna lagi di Padang Mahsyar.

Semua obsesi keduniaan itu tidak akan membuat kita bahagia, jika pada akhirnya hanya akan menorehkan nama-nama kita dalam barisan makhluk yang dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla.

Allahu akbar, Allahu akbar walillahilhamd

Hadirin yang dimuliakan Allah!

Kepada mereka yang mendapatkan amanah untuk memimpin dan mengatur negeri ini, mulai dari level nasional hingga level lokal…Kepada aparatur peradilan dan keamanan…Tunaikanlah amanah mengatur negeri ini dengan penuh rasa takut kepada Allah. Jangan pernah berlaku zhalim sedikit pun, karena itu –kata Rasulullah- akan menjadi kegelapan yang berlapis-lapis pada hari kiamat. Renungkanlah selalu firman Allah Ta’ala ini:

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ

“Dan jangan pernah sekalipun engkau menyangka Allah akan lalai dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang zhalim. Sungguh Allah hanya mengulur mereka hingga hari di mana pandangan mata mereka terbelalak.” (Ibrahim: 42)

Kepada rekan-rekan generasi muda, jangan pernah terlena dengan tubuh yang masih kuat, mata yang masih tajam, kulit yang mesih kencang dan usia yang belum tua. Semua itu sama sekali bukan jaminan bahwa perjalanan Anda di dunia masih lama. Sebab tua dan muda memiliki kedudukan yang sama di hadapan kematian. Gunakanlah tubuh yang kuat dan usia muda ini untuk bekerja meraih kesuksesan dunia dan akhirat Anda.

Kepada para muslimah yang mulia, kaum wanita adalah pilar utama bangunan suatu masyarakat. Dan kaum wanita hanya bisa menjadi pilar utama itu jika mereka tetap berada dalam fitrah kewanitaan mereka sesuai yang digariskan Allah dan RasulNya. Dan hari ini, Indonesia yang tertatih-tatih ini menanti kehadiran Anda, para wanita sejati, yang membelai dan mendidik anak-anaknya dengan cinta, yang belajar setinggi-tingginya agar dapat menjadi ibu yang cerdas dan bijak bagi anak-anaknya, bukan untuk yang lainnya…

Kepada para penanggung jawab dan pelaksana media informasi, pesan kami hanya satu: tulis dan sampaikan apa saja yang ingin Anda sampaikan, tapi ingatlah bahwa setiap kata dan ucapan itu akan Anda pertanggungjawabkan di hadapan Allah Azza wa Jalla. Tak satu pun kata yang tertulis atau terucapkan yang akan luput dari pengadilan Allah kelak. Karenanya berhati-hatilah dengan pena dan ucapan Anda.

Allahu akbar, Allahu akbar, walillahilhamd

Kaum muslimin yang berbahagia!

Mari berkurban sesuai tuntunan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam , hewan yang dapat dikurbankan adalah domba yang genap berusia 6 bulan, kambing yang genap setahun, sapi yang genap 2 tahun. Syaratnya, hewan kurban tidak boleh memiliki cacat atau penyakit yang bisa berpengaruh pada dagingnya, jumlah maupun rasanya, misalnya: kepicakan pada mata, kepincangan pada kaki dan penyakit pada kulit, kuku atau mulut.

Seekor domba atau kambing hanya mencukupi untuk kurban satu orang saja, sedangkan seekor sapi boleh berserikat untuk tujuh orang, kecuali berserikat pahala maka boleh pada semua jenis tanpa batas.

Sebaiknya pemilik kurban yang menyembelih sendiri hewan kurbannya, tetapi dia bisa mewakilkannya kepada penjagal, dengan syarat seorang muslim yang menjaga shalatnya, mengetahui hukum-hukum menyembelih dan upahnya tidak diambilkan dari salah satu bagian hewan kurban itu sendiri, kulit atau daging, meskipun dia juga bisa mendapat bagian dari hewan kurban sebagai sedekah atau hadiah.

Waktu penyembelihan hewan kurban adalah seusai pelaksanaan shalat Idul Adha hingga tiga hari tasyriq setelahnya.

Pembagian hewan kurban yang telah disembelih dapat dibagi tiga bagian, sepertiga buat pemiliknya, sepertiga buat hadiah dan sepertiga buat sedekah kepada fakir miskin. Nilai pahala hewan kurban seseorang di sisi Allah Ta’ala tidak hanya diukur dengan banyaknya daging yang dihasilkan atau banyaknya darah yang dikucurkan, tetapi sifat keikhlasan pemiliknya, olehnya itu luruskanlah niat hanya mengharap balasan dariNya semata.

Dan karena hari ini bertepatan dengan hari Jum’at, maka perlu diketahui jika hari raya bertemu dengan hari Jum’at, maka kewajiban shalat Jum’at menjadi gugur bagi kaum pria yang mengikuti shalat Ied, sehingga ia hanya wajib mengerjakan shalat Zhuhur. Namun yang afdhal jika ia tetap hadir shalat Jum’at. Tetapi para imam dan khathib Jum’at diharapkan tetap menunaikan shalat Jum’at, agar syiar Jum’at tetap terjaga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنْ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ

“Telah bertemu pada hari kalian ini 2 hari raya. Maka barang siapa yang mau, maka shalat Ied itu telah mencukupkannya dari shalat Jum’at, tetapi kami (tetap) melaksanakan shalat Jum’at.”[2]

Hadirin yang berbahagia!

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar walillahilhamd!

Akhirnya, di ujung khutbah ini, marilah kita tundukkan hati dan jiwa serta seluruh tubuh ini kepada Allah, untuk berdoa dengan penuh keikhlasan padanya.


الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسوله الأمين و على آله وصحبه والتابعين،
اللَّهُمَّ إِنَّا نَحْمَدُكَ بِأَنَّكَ أَهْلٌ أَنْ تُحْمَد وَنَشْكُرُكَ بِأَنَّكَ أَهْلٌ أَنْ تُشْكَر وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ فَإِنَّكَ أَنْتَ أَهْلُ الْمَجْدِ وَالثَّناَءِ ، رَبَّناَ ظَلَمْ نا  أَنْفُسَناَ ظُلْماً كَثِيْراَ وَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ فَاغْفِرْ لَناَ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْناَ إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَحِيْم

Duhai Allah yang Maha pengasih, yang Mahalembut…kami tidak pernah sanggup menghitung karuniaMu kepada kami, seperti kami tidak pernah sanggup menghitung berapa banyak kedurhakaan kami kepadaMu. Seharusnya kami patuh pada perintahMu, tapi kami lebih sering durhaka. Seharusnya kami jauhi laranganMu, tapi kami lebih sering mengikuti hawa nafsu kami…

Duhai Allah yang Maha pengampun, tidak ada yang mampu mengampuni dan menutupi semua dosa kami selain Engkau. Engkaulah Penguasa segalanya. Ampunilah dosa-dosa kami, dosa-dosa yang berserakan di sepanjang hidup kami…Ampuni kelalaian kami mengingatMu…Ya Allah, jika Engkau tak lagi berkenan mengampuni kami, maka entah ke mana lagi kaki ini melangkah mencari pengampunan itu…

Duhai Allah yang Maha melihat, yang Maha mendengar…hari ini, untuk kesekian kalinya kami menundukkan jiwa kami dan mengakui betapa seringnya kami durhaka kepada kedua orang tua kami. Tidak jarang kami membantah dan berbicara tidak pantas kepada mereka…Betapa seringnya kami mengabaikan keperluan mereka…Kami seringkali lupa bahwa mereka-lah pintu kami memasuki Surga-Mu, ya Allah.

Duhai Allah yang Maha luas ampunanNya, ampunilah semua kedurhakaan dan kelalaian kami kepada mereka…liputilah kedua orang tua kami dengan ampunan dan rahmatMu…terangi alam kubur mereka yang telah tiada dan berikan kekuatan beramal shaleh kepada mereka yang masih hidup…Ya Allah, izinkan kami untuk berbakti sebaik mungkin kepada mereka hingga kehidupan kami berakhir di dunia ini…

Ya Allah, yang Maha perkasa dan Maha bijaksana…Nun jauh di sana, ratusan bahkan ribuan saudara kami sedang melewati episode-episode yang berat dalam hidup mereka. Di Suriah, Irak, Palestina dan tempat lainnya, saudara-saudara kami tetap membesarkan dan mengagungkan Nama-Mu di bawah cengkraman musuh-musuhMu yang zhalim. Ya Allah, tidak ada satupun yang luput dari pengetahuanMu…Dengan keMahakuasaanMu, segerakanlah pertolongan dan kemenangan untuk mereka…Segerakanlah kehancuran dan kekalahan kepada siapapun yang berkonspirasi menzhalimi mereka, Ya ‘Aziz, Ya Jabbar, Ya Dzal Jalaali wal ikram…

Ya Allah, Tuhan yang Maha mendengar dan Maha melihat…karuniakanlah kepada kami pemimpin-pemimpin yang tidak pernah takut kecuali kepadaMu. Berikan hidayah kepada mereka untuk selalu beribadah dan menegakkan ketetapanMu…Karuniakanlah kepada kami para pemimpin yang memimpin kami dengan cinta, yang tulus memimpin untuk kebaikan kami di dunia dan akhirat…

Ya Allah, Zat Yang Maha Mengabulkan doa kabulkanlah doa kami, penuhilah permintaan kami. Kami adalahlah hamba-Mu yang lemah, harapan kami hanya kepadaMu, Engkau Maha Mendengar, Engkaulah Penguasa satu-satunya Yang Haq, Engkaulah sebaik-baik Pemberi yang diharap.

رَبَّناَ لاَ تُزِغْ قُلُوْبَناَ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَناَ وَهَبْ لَناَ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَاْلحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .

[1] HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak, Syekh al-Albani mengatakan dalam Takhrij Fiqh al-Sirah: Hadits ini hasan shahih.

[2] HR. Abu Dawud

CARA PRAKTIS UNTUK MENGHAFAL AL-QUR AN


 Dr. Abdul Muhsin Al Qasim 
 ( Imam dan Khatib masjid Nabawi)

 Segala puji Bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam. Dalam tulisan ini akan kami kemukakan cara termudah untuk menghafalkan al quran. Keistimewaan teori ini adalah kuatnya hafalan yang akan diperoleh seseorang disertai cepatnya waktu yang ditempuh untuk mengkhatamkan al-Quran. Teori ini sangat mudah untuk di praktekan dan insya Allah akan sangat membantu bagi siapa saja yang ingin menghafalnya. Disini akan kami bawakan contoh praktis dalam mempraktekannya:

Misalnya saja jika anda ingin menghafalkan surat an-nisa, maka anda bisa mengikuti teori berikut ini:

1-    Bacalah ayat pertama 20 kali:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا {1}

2-    Bacalah ayat kedua 20 kali:
وَءَاتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلاَتَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلاَتَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا {2}

3-    Bacalah ayat ketiga 20 kali:
وَإِنْ خِفْتُمْ أّلاَّتُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانكِحُوا مَاطَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّتَعُولُوا {3}

4-    Bacalah ayat keempat 20 kali:
وَءَاتُوا النِّسَآءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفَسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا {4}

5-    Kemudian membaca 4 ayat diatas dari awal hingga akhir menggabungkannya sebanyak 20 kali.

6-    Bacalah ayat kelima 20 kali:
وَلاَتُؤْتُوا السُّفَهَآءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا {5}

7-    Bacalah ayat keenam 20 kali:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَابَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلاَتَأْكُلُوهَآ إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَن يَكْبَرُوا وَمَن كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَن كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهَدُوا عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللهِ حَسِيبًا {6}

8-    Bacalah ayat ketujuh 20 kali:
لِّلرِّجَالِ نَصِيبُُ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبُُ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا {7}

9-    Bacalah ayat  kedelapan 20 kali:
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُوْلُوا الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ فَارْزُقُوهُم مِّنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا {8}

10-    Kemudian membaca  ayat ke 5 hingga ayat ke 8 untuk menggabungkannya sebanyak 20 kali.
11-    Bacalah ayat  ke 1 hingga ayat ke 8 sebanyak 20 kali untuk memantapkan hafalannya.

Demikian seterusnya hingga selesai seluruh al Quran, dan jangan sampai menghafal dalam sehari lebih dari seperdelapan juz, agar tidak berat bagi anda untuk mengulang dan menjaganya.

BAGAIMANA CARA MENAMBAH HAFALAN PADA HARI BERIKUTNYA?
    Jika anda ingin menambah hafalan baru pada hari berikutnya, maka sebelum menambah dengan hafalan baru, maka anda harus membaca hafalan lama dari ayat pertama hingga terakhir sebanyak 20 kali juga hal ini supaya hafalan tersebut kokoh dan kuat dalam ingatan anda, kemudian anda memulai hafalan baru dengan cara yang sama seperti yang anda lakukan ketika menghafal ayat-ayat sebelumnya.

BAGIMANA CARA MENGGABUNG ANTARA MENGULANG (MURAJA'AH) DAN MENAMBAH HAFALAN BARU?
    Jangan sekali-kali anda menambah hafalan tanpa mengulang hafalan yang sudah ada sebelumya, karena jika anda menghafal al quran terus-menerus tanpa mengulangnya terlebih dahulu hingga bisa menyelesaikan semua al quran, kemudian anda ingin mengulangnya dari awal niscaya hal itu akan terasa berat sekali, karena secara tidak disadari anda akan banyak kehilangan hafalan yang pernah dihafal dan seolah-olah menghafal dari nol, oleh karena itu cara yang paling baik dalam meghafal al quran adalah dengan mengumpulkan antara murajaah (mengulang) dan menambah hafalan baru. Anda bisa membagi seluruh mushaf menjadi tiga bagian, setiap 10 juz menjadi satu bagian, jika anda dalam sehari menghafal satu halaman maka ulangilah dalam sehari empat halaman yang telah dihafal sebelumnya hingga anda dapat menyelesaikan sepuluh juz, jika anda telah menyelesaikan sepuluh juz maka berhentilah selama satu bulan penuh untuk mengulang yang telah dihafal dengan cara setiap hari anda mengulang sebanyak delapan halaman.
Setelah satu bulan anda mengulang hafalan, anda mulai kembali dengan menghafal hafalan baru sebanyak satu atau dua lembar tergantung kemampuan, dan mengulang setiap harinya 8 halaman sehingga anda bisa menyelesaikan 20 juz, jika anda telah menghafal 20 juz maka berhentilah menghafal selama 2 bulan untuk mengulang, setiap hari anda harus mengulang 8 halaman, jika sudah mengulang selama dua bulan, maka mulailah enghafal kembali setiap harinya satu atau dua halaman tergantung kemampuan dan setiap harinya mengulang apa yang telah dihafal sebanyak 8 lembar, hingga anda bisa menyelesaikan seluruh al-qur an.

Jika anda telah menyelesaikan 30 juz, ulangilah 10 juz pertama secara tersendiri selama satu bulan setiap harinya setengah juz, kemudian pindahlah ke 10 juz berikutnya juga setiap harinya diulang setengah juz ditambah 8 halaman dari sepuluh juz pertama, kemudian pindahlah untuk mengulang sepuluh juz terakhir dengan cara yang hampir sama, yaitu setiapharinya mengulang setengah juz ditambah 8 halaman dari 10 juz pertama dan 8 halaman dari 10 juz kedua.

BAGAIMANA CARA MENGULANG AL-QURAN (30 JUZ) SETELAH MENYELESAIKAN MURAJAAH DIATAS?

Mulailah mengulang al-qur an secara keseluruhan dengan cara setiap harinya mengulang 2 juz, dengan mengulangnya 3 kali dalam sehari, dengan demikian maka anda akan bisa mengkhatamkan al-Quran  setiap dua minggu sekali.
Dengan cara ini maka dalam jangka satu tahun insya Allah anda telah mutqin (kokoh) dalam menghafal al qur an, dan lakukanlah cara ini selama satu tahun.

APA YANG DILAKUKAN SETELAH MENGHAFAL AL QUR AN SELAMA SATU TAHUN?

Setelah menguasai hafalan dan mengulangnya dengan itqan (mantap) selama satu tahun,  jadikanlah al qur an sebagai wirid harian anda hingga akhir hayat, karena itulah yang dilakukan oleh Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam semasa hidupnya, beliau membagi al qur an menjadi tujuh bagian dan setiap harinya beliau mengulang setiap bagian tersebut, sehingga beliau mengkhatamkan al-quran setiap 7 hari sekali.

Aus bin Huzaifah rahimahullah; aku bertanya kepada para sahabat Rasulullah bagiamana cara mereka membagi al qur an untuk dijadikan wirid harian? Mereka menjawab: "kami kelompokan menjadi 3 surat, 5 surat, 7 surat, 9 surat, 11 surat,  dan wirid mufashal dari surat qaaf hingga khatam ( al Qur an)". (HR. Ahmad).
Jadi mereka membagi wiridnya sebagai berikut:
-    Hari pertama: membaca surat "al fatihah" hingga akhir surat "an-nisa",
-    Hari kedua: dari surat "al maidah" hingga akhir surat "at-taubah",
-    Hari ketiga: dari surat "yunus" hingga akhir surat "an-nahl",
-    Hari keempat: dari surat "al isra" hingga akhir surat "al furqan",
-    Hari kelima: dari surat "asy syu'ara" hingga akhir surat "yaasin",
-    Hari keenam: dari surat "ash-shafat" hingga akhir surat "al hujurat",
-    Hari ketujuh: dari surat "qaaf" hingga akhir surat "an-naas".
   
    Para ulama menyingkat wirid nabi dengan al-Qur an menjadi kata: " Fami bisyauqin ( فمي بشوق ) ", dari masing-masing huruf tersebut menjadi symbol dari surat yang dijadikan wirid Nabi pada setiap harinya maka:
-    huruf "fa" symbol dari surat "al fatihah", sebagai awal wirid beliau hari pertama,
-    huruf "mim" symbol dari surat "al maidah", sebagai awal wirid beliau hari kedua,
-    huruf "ya" symbol dari surat "yunus", sebagai wirid beliau hari ketiga,
-    huruf "ba" symbol dari surat "bani israil (nama lain dari surat al isra)", sebagai wirid beliau hari keempat,
-    huruf "syin" symbol dari surat "asy syu'ara", sebagai awal wirid beliau hari kelima,
-    huruf "wau" symbol dari surat "wa shafaat", sebagai awal wirid beliau hari keenam,
-    huruf "qaaf" symbol dari surat "qaaf", sebagai awal wirid beliau hari ketujuh hingga akhir surat "an-nas".

Adapun pembagian hizib yang ada pada al-qur an sekarang ini tidak lain adalah buatan Hajjaj bin Yusuf.

BAGAIMANA CARA MEMBEDAKAN ANTARA BACAAN YANG MUTASYABIH (MIRIP) DALAM AL-QUR AN?

    Cara terbaik untuk membedakan antara bacaan yang hampir sama (mutasyabih) adalah dengan  cara membuka mushaf lalu bandingkan antara kedua ayat tersebut dan cermatilah perbedaan antara keduanya, kemudian buatlah tanda yang bisa untuk membedakan antara keduanya, dan ketika anda melakukan murajaah hafalan perhatikan perbedaan tersebut dan ulangilah secara terus menerus sehingga anda bisa mengingatnya dengan baik dan hafalan anda menjadi kuat (mutqin).

KAIDAH DAN KETENTUAN MENGHAFAL:
1-    Anda harus menghafal melalui seorang guru atau syekh yang bisa membenarkan bacaan anda jika salah.
2-    Hafalkanlah setiap hari sebanyak 2 halaman, 1 halaman setelah subuh dan 1 halaman setelah ashar atau maghrib, dengan cara ini insya Allah anda akan bisa menghafal al-qur an secara mutqin dalam kurun waktu satu tahun, akan tetapi jika anda memperbanyak kapasitas hafalan setiap harinya maka anda akan sulit untuk menjaga dan memantapkannya, sehingga hafalan anda akan menjadi lemah dan banyak yang dilupakan.
3-    Hafalkanlah mulai dari surat an-nas hingga surat al baqarah (membalik urutan al Qur an), karena hal itu lebih mudah.
4-    Dalam menghafal hendaknya menggunakan satu mushaf tertentu baik dalam cetakan maupun bentuknya, hal itu agar lebih mudah untuk menguatkan hafalan dan agar lebih mudah mengingat setiap ayatnya serta permulaan dan akhir setiap halamannya.
5-    Setiap yang menghafalkan al-quran pada 2 tahun pertama biasanya akan mudah hilang apa yang telah ia hafalkan, masa ini disebut masa "tajmi'" (pengumpulan hafalan), maka jangan bersedih karena sulitnya mengulang atau banyak kelirunya dalam hafalan, ini merupakan masa cobaan bagi para penghafal al-qur an, dan ini adalah masa yang rentan dan bisa menjadi pintu syetan untuk menggoda dan berusaha untuk menghentikan dari menghafal, maka jangan pedulikan godaannya dan teruslah menghafal, karena meghafal al-quran merupakan harta yang  sangat berharga dan tidak tidak diberikan kecuali kepada orag yang dikaruniai Allah swt, akhirnya kita memohon kepada-Nya agar termasuk menjadi hamba-hamba-Nya yang diberi taufiq untuk menghafal dan mengamalkan kitabNya dan mengikuti sunnah nabi-Nya dalam kehidupan yang fana ini. Amin ya rabal 'alamin.

Jumat, 19 Oktober 2012

HIDUP BAHAGIA TANPA TV (2)

Matikan TV Anda dan Berbahagialah

Sabar. Ah…, rasanya kata ini yang kerap kali hilang ketika kita memerintahkan anak-anak kita untuk mendirikan shalat. Karena keinginan yang kuat agar mereka menjadi anak-anak shalih yang mendoakan, kita haruskan mereka melakukan shalat bahkan ketika usianya belum genap empat tahun. Karena besarnya tekad agar mereka tidak mengabaikan shalat, kita memarahi anak-anak dengan ucapan dan cubitan atas sebab kurang seriusnya mereka shalat, padahal usianya baru saja memasuki lima tahun. Atau…, kita mudah marah kepada mereka disebabkan kita tidak mau bersusah-payah berusaha? Kita ingin memperoleh hasil yang cepat dengan usaha yang sedikit.

Apa yang membuat para orangtua semakin menipis kesabarannya? Selain karena lemahnya tujuan dan tidak adanya visi ke depan dalam mendidik anak, banyaknya waktu menonton TV juga sangat berpengaruh. Selama menonton TV, otak kita cenderung pasif. Ron Kauffman, pendiri situs TurnOffYourTV.com, menunjukkan bahwa selama menonton TV pikiran dan badan kita bersifat pasif (berada pada kondisi alfa). Tidak siap untuk berpikir. Jika keadaan ini terus berlanjut, orangtua akan cenderung bersikap dan bertindak secara reaktif. Bukan responsif. Mereka mudah marah ketika mendapati anak melakukan apa yang dirasa mengganggu. Mereka juga mudah bertindak kasar jika anak tidak segera melakukan apa yang diinginkan orangtua. Apalagi jika sebelumnya mereka sudah memiliki kecenderungantemperamental, semakin cepatlah mereka naik darah.

Di luar itu, secara alamiah kita –anak-anak maupun dewasa—cenderung tidak siap melakukan pekerjaan lain secara tiba-tiba jika sedang asyik melakukan yang lain. Kalau Anda sedang asyik nonton pertandingan sepak bola, telepon dari bos Anda pun bisa terasa sangat mengganggu. Apalagi kalau gangguan itu berupa permintaan istri untuk membersihkan kamar mandi, keasyikan menonton atraksi kiper menepis bola bisa membuat emosi Anda mendidih. Apatah lagi jika gangguan itu datang dari rengekan anak Anda yang minta diantar pipis…!

Jika menonton TV sudah menjadi bagian hidup orangtua yang menyita waktu berjam-jam setiap harinya, pola perilaku yang reaktif, impulsif dan emosional itu lama-lama menjadi karakter pengasuhan. Semakin tinggi tingkat keasyikan orangtua menonton TV, semakin tajam ”kepekaan” mereka terhadap perilaku anak yang ”mengganggu” dan ”membangkang”. Akibatnya, semakin banyak keluh-kesah, kejengkelan dan kemarahan yang meluap kepada anak-anak tak berdosa itu. Lebih menyedihkan lagi kalau lingkaran negatif menumbuhkan keyakinan bahwa anak-anak (sekarang) memang susah diatur.

Matikan TV Anda dan Berbahagialah

Satu lagi masalah yang sering dihadapi orangtua: merasa tidak ada waktu untuk mendampingi anak. Kesibukan selalu merupakan alasan klasik yang membenarkan hampir semua kesalahan kita. Kita tidak punya waktu untuk anak. Tetapi kita memiliki kesempatan untuk menonton TV begitu tiba di rumah, karena orang sibuk memerlukan hiburan. Sebuah alasan yang sangat masuk akal ketika istri tak lagi cukup untuk menghibur hati.

Nah.

Apakah tidak ada jalan untuk membalik keadaan? Matikan TV dan hidupkan hati Anda. Kalau Anda merasa benar-benar memerlukan TV, susun jadwalnya. Pastikan Anda menonton, misalnya maksimal satu jam sehari semalam atau setengah dari itu, dan tentukan Anda hanya melihat tayangan yang benar-benar bergizi. Bukan cerita-cerita kosong yang tidak berarti.

Begitu Anda mematikan TV dan mengalihkan hiburan dalam bentuk bercanda dengan anak-istri, insyaAllah Anda akan mendapatkan beberapa keuntungan ganda sekaligus. Anda mendapatkan waktu dan kesempatan untuk bercanda maupun bercakap-cakap –bukan sekedar berbicara dengan orang-orang yang Anda cintai; Anda juga menabung kesabaran; sekaligus Anda membangun kedekatan hati dengan keluarga.

Ada perbedaan antara berbicara dengan bercakap-cakap (ngobrol). Berbicara bersifat satu arah, sedangkan ngobrol bersifat mengalir dimana kita saling mengajukan pertanyaan, tapi bukan berupa tanya-jawab. Ngobrol membuat hati semakin dekat satu sama lain. Ngobrol juga menjadikan perasaan kita lebih hidup. Tentu saja, apa yang kita obrolkan juga berpengaruh.

Ya, bercakap-cakap dengan obrolan yang baik. Inilah kenikmatan surga yang bisa kita hadirkan di rumah kita tanpa harus mati terlebih dahulu. Pada saat ngobrol, kita bisa memberi dukungan sekaligus dorongan positif bagi anak-anak kita. Ini merupakan salah satu yang sangat mereka perlukan untuk mengembangkan sense of competence (perasaan bahwa dirinya memiliki kompetensi). Dukungan dan dorongan positif yang kita berikan di saat yang tepat, sangat berperan untuk membangun diri dan percaya diri mereka. Tetapi ini sulit sekali kita berikan kepada mereka jika kesabaran tidak ada, waktu tidak punya dan keakraban tidak terjalin. Kita berbicara kepada mereka, tetapi tidak berkomunikasi. Kita mendengar suara mereka, tetapi tidak mendengarkan perkataan dan isi hatinya. Sebabnya, otak kita sudah penat karena beban kerja dan tayangan TV yang menyita energi otak kita.
Nah.
Omong-omong, kapan terakhir kali Anda ngobrol dengan anak Anda? Sudah lama..?*
Sumber: Tulisan Ust Mohammad Fauzil Adhim di www.hidayatullah.com.

Rabu, 17 Oktober 2012

ATEIS

Di suatu pagi seorang gila berlari ke pasar lalu berteriak:”Aku mencari Tuhan ! Aku mencari Tuhan”. Orang lalu berkerumun menontonnya. “Memangnya, Tuhan pergi ke mana, Dia lari atau pindah rumah?” Tanya seorang penonton di pasar itu sinis. Orang gila itu menatap tajam semua orang yang monontonya di pasar itu lalu bertanya “Coba [terka] kemana Tuhan pergi? Tak ada jawaban. Orang gila itu menjawab sendiri “Aku mau mengatakan kepada kalian. Kita telah membunuhnya. Ya kita semua telah membunuhnya!”

Kisah diatas hanyalah metaforika Nietszche (1844-1900), filosof proklamator kematian Tuhan di Barat. Metafora ini tentu menjengkelkan. Jangankan membunuh Tuhan, membunuh makhluk saja dianggap jahat. Tapi Nietszche juga jengkel pada sesuatu yang disebut Tuhan. Tuhan baginya hanya ada dalam pikiran. Tuhan tidak wujud diluar sana. Ia memang ateis tulen. Lho, kalau begitu Tuhan yang mana yang ia bunuh? Sebentar!!

Ateisme a la Nietszche bukan tanpa preseden. Orang Barat nampaknya sudah lama gerah dengan agama. “Siapapun yang beragama pasti tidak bebas”, kata Nietszche. Agama dianggap mengebiri kebebasan. Dulu menjadi sekuler pun susah, apalagi ateis. Sedikit-sedikit dituduh ateis. Ateis bahkan hampir seperti plesetan dan penghinaan. “Kamu ateis!” sama maksudnya dengan “Kamu anarkis! Kamu komunis!” Ateis malah bisa berarti sifat orang tidak saleh. Munafik, pendosa yang merasa suci, berani dan bangga,  bagi John Wingfield adalah ateis. Bagi dramawan Inggeris, Thomas Nashe (1567-1601), ambisius, tamak, rakus, sombong dan pezina termasuk ateis. Lebih menggelikan lagi standar Penyair William Vaughan (1577-1641), tandanya ateis yang nyata adalah menaikkan sewa rumah. Pendek kata semua yang buruk adalah ateis.

Ateis yang agak akademis adalah yang kritis pada teologi Kristen dan institusi gereja. Giordano Bruno (1548-1600), tokoh rasionalis Italia, Pierre Carvin, Pendeta Robinson, pengarang Honest to God, Paul Tillich, pengarang Sytematic Theology, Schleirmacher (1768-1834) tokoh hermenutika adalah pengkritik teologi Kristen dan dianggap ateis.

Ateis yang lebih canggih adalah yang berani menggugat Tuhan. Inkar saja tidak cukup jadi hero. Inkar harus dibumbui caci-maki, jadilah blasphemy. ”Tuhan Yahudi dan Kristen adalah tiran” kata Hegel (1770-1831) dan Kant (1724-1804), karena minta ketaatan penuh. Schoopenhuer (1788-1860) mendahului Nietszche menegaskan tuhan tidak ada. Sesudah Nietszche membunuh tuhan, Rudolf Bultmann, (1884-1976) penulis New Testament and Mythology, memastikan “Tuhan dalam Bible telah mati, kalau tidak sekarat”. Tuhan bagi mereka adalah tirani jiwa “the stodgy old tyrant of the soul“.  Bukan Tuhan agama-agama, karena Ia dianggap sudah tidak ada. Inilah Tuhan yang dibunuh Nietszche itu.

Mengapa orang Barat bangga dan bernafsu menjadi ateis? Michael Buckley menjawab dengan buku ilmiyah yang ia beri judul At the Origins of Modern Atheism - 1987 – (Asal Usul Kekafiran Modern). Meskipun kafir tapi modern, meskipun modern tapi kafir, mungkin begitu plesetannya. Buckley membahasnya secara analitis, serius dan komprehensif. James E Force memuji buku ini sebagai “big, bold [and] highly readable book”.

Ateisme muncul di awal era modern, kata Michael karena teologi Kristen tunduk pada filsafat (Christian theology becomes subservient to philosophical reason). Biang keladinya adalah pemikir dan filosof yang ia juluki  new rationalistic defender of faith atau rationalistic philosophers,  seperti Lessius, Mersenne, Descartes (1596-16500, Malebranche, Newton (1642-1727) dan Clarke. Mereka bicara tentang Tuhan tanpa bicara tentang Yesus.

Bukan hanya itu, kata James. Ateisme, wujud juga gara-gara merebaknya gerakan kritik terhadap Bible. Dari sejarah penulisannya, konsepnya tentang Tuhan dan akhirnya eksistensi Tuhan itu sendiri. Pengkritik Bible biasanya berlindung dibawah paham Deisme. Deist percaya pada Tuhan dengan akal, bukan lewat Bible. Tokoh-tookoh Deis Inggeris adalah Spinoza, Bruno, Thomas Hobbes, Richard Simon dan lain-lain. Semuanya adalah tokoh-tokoh rasionalis. David Berman dalam bukunya A History of Atheism in Britain: From Hobbes to Russel, setuju dengan James. Deisme adalah biang keladi ateisme.

Ateisme modern lahir karena akarnya diremehkan, dicurigai dan terkadang dianggap sepi oleh para teolog yang merasa terancam.

Ateisme dipicu oleh kebencian terhadap dan kebebasan (liberalisme) dari agama.  “Now hatred is by far the greatest pleasure“, kata Don Juan. Karena itu banyak cara menjadi kafir. Ada yang inkar Tuhan saja (atheis), ada yang inkar agama saja (infidel) dan ada yang menolak pengetahuan tentang Tuhan dan eksistensiNya sekaligus (agnostic). Ada yang meragukan wahyu Tuhan (skeptic), dan ada yang menolak Bible sebagai wahyu Tuhan (deist). Tapi ada juga yang menolak wahyu secara intelektual, yaitu disbeliever. Untuk yang minat inkar Tuhan dengan akal dan hatinya, ia bisa memilih cara unbeliever. (lihat The New International Webster Comprehensive Dictionary.hal. 1177).  Banyak jalan menjadi kafir.

Dalam Islam kakufuran itu satu paket. Kufur pada rukun yang manapun tepat kafir. Sebab satu rukun berkaitan dengan rukun yang lain. Dalam al-Qur’an inkar Allah (al-Nahl 106-107), inkar pada ayat-ayat Allah (Israil  98; Maryam 73), atau menolak wahyu yang diturunkan (Muhammad 9; al-Hajj 72), adalah kafir. Malah beriman pada Allah tapi kufur pada Nabi (al-Nisa’ 150-151), sama saja, tetap kafir.

Lucunya Muslim juga terigiur shopping menu ateisme. Fovoritnya adalah menu skeptic, disbeliever dan agnostic. Iman pada al-Qur’an di Lauh Mahfuz, tapi skeptik pada al-Qur’an yang diturunkan. Mensucikan maknanya tapi melecehkan huruf dan mushafnya. Ngaku beriman tapi ragu apakah bisa memahami Allah, mirip doktrin credo et intelegam. Jika mahasiswanya berani bertanya ”mana epistemologi Tuhan?” dosennya malah dengan arogan menulis tesis ”Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan”. Jika di Barat memprotes gereja melahirkan ateisme, disini malah ada yang memprovokasi, ”agar maju tirulah Protestan!” Maksudnya agar maju hujatlah tradisi agama (sunnah). Supaya bisa menapaki thesis Weber dari Protestan menjadi kapitalis.

Jadi persepesi James benar. Ini adalah fenomena intelektual modern (modern intellectual phenomenon), bukan keagamaan atau sosial. Problemnya ada pada cendekiawan. Intelektualitas diadu dengan religiusitas, filsafat dengan teologi dan agama dengan sains. Mestinya kompromistis, integratif alias tawhidi. Tapi masalahnya, konsep tawhid tidak built in dalam teologi agama itu. Dalam buku Dialog between Theology and Philosophy, kalimat pertama yang ditulis adalah keraguan Tertulian ”Apa ya yang bisa dikongsi antara Athena dan Jerussalem, antara Akademi dan Gereja? Jawabnya tidak ada dan karena itu dialog antara teologi dan filsafat berbahaya.

Memang para teolog tidak siap dialog, kata Karen Armstrong dalam A History of God. Tapi filosof dan saintis terus menggugat dan memberangus agama. Motonya mudah ”Bicaralah ilmu apa saja asal jangan membawa-bawa Tuhan”. Kalau bicara Tuhan dalam sains anda salah kamar. Sorry sir, this is a science not theology! Teori-teori Ludwig Feurbach, Karl Marx, Charles Darwin, Friedrich Nietszche dan Sigmund Freud pun tidak memberi ruang untuk Tuhan. Arnold E Loen lalu menulis buku Secularization, Science Without God. Dunia ini bagi saintis adalah godless (tanpa tuhan). Sains yang bicara Tuhan ia tidak obyektif lagi. Here we must disagree, tulis Arnold tegas. Baru sekuler saja sudah menyingkirkan Tuhan, apalagi ateis. Tapi karena teolog terpojok, maka stigma “kamu ateis!” bisa berimplikasi “kamu saintis!” Itulah modern atheism.

”Tuhan” di Barat ternyata tidak hanya dihabisi di gereja-gereja, tapi juga di kampus-kampus. Mungkin karena tidak ada ilmu dalam teologi akhirnya tidak ada tuhan dalam ilmu (godless). Jadi ateis  dizaman modern adalah ateis epistemologi. Orang menjadi ateis bukan hanya karena lemah iman, tapi juga salah ilmu. Ilmunya tidak menambah imannya. Epistemologinya tidak teologis dan teologinya tidak epistemologis. Dalam Islam, hati yang tak berzikir adalah mati, dan otak yang tidak bertafakkur akan kufur. Jika beriman pada Tuhan adalah fitrah semua insan, maka ketika Nietszche membunuh Tuhan – dalam hati dan pikirannya – sejatinya ia telah membunuh fitrahnya sendiri. Jadi Nietszche benar-benar telah melakukan bunuh diri spiritual, spiritual suicide. Subhanallah.Sumber: Tulisan Hamid fahmi Zarkasyi yang dimuat di http://www.facebook.com/notes/indonesiatanpajil/artikel-indonesiatanpajil-tentang-atheis-oleh-dr-hamid-fahmy-zarkasyi/363261300426715

Meneladani Kepahlawanan Diponegoro


Para pahlawan Islam adalah mereka yang telah mengorbankan apa yang sangat mereka cintai demi tegaknya sebuah kebenaran yang mereka yakini. Para pahlawan ini telah memberikan teladan yang tinggi dalam kehidupan. Di saat paham materialisme dan pragmatisme mengerogoti lembaga-lembaga pendidikan, maka pemahaman yang benar terhadap para pahlawan Islam -- yang juga diakui juga sebagai pahlawan nasional Indonesia – sangatlah penting untuk dapat meneladani sikap dan perjuangan mereka serta menjadikan para anak didik memiliki adab yang baik. Sayangnya, hal ini masih belum banyak terjadi, sebab adanya kesalahan dalam pengajaran sejarah. Kasus pengajaran tentang Pangeran Diponegoro dan RA Kartini dapat kita jadikan satu contoh.

Di sejumlah lembaga pendidikan Islam, saya mengedarkan daftar pertanyaan kepada para guru, santri, dan murid, untuk dijawab:  SETUJU ATAU TIDAK. Salah satu pertanyaan itu berbunyi sebagai berikut: ”Pangeran Diponegoro berperang melawan Belanda karena kecewa tanah leluhurnya dirampas oleh Belanda dan tahta Kerajaan Mataram tidak diserahkan kepada dirinya, tetapi diserahkan oleh Belanda kepada adiknya.”

Ternyata, banyak yang menjawab SETUJU. Jawaban itu tidak mengejutkan, sebab memang sesuai dengan materi buku sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah, termasuk sekolah dan lembaga pendidikan Islam lainnya.  Padahal, faktanya, Diponegoro adalah pahlawan Islam. Diponegoro adalah mujahid yang terkenal dengan pakaian jubah dan sorbannya.  Unsur-unsur ”ruh Islam” inilah yang tampak dihilangkan dalam banyak materi pendidikan sejarah. Karena itu kasus Pangeran Diponegoro ini perlu disimak.

Pada jurnal Islamia-Republika, edisi 15 Oktober 2009, dimuat sebuah artikel menarik berjudul ”DIPONEGORO PANGERAN SANTRI PENEGAK SYARIAT”. Artikel itu ditulis oleh Ir. Arif Wibowo,  peserta Program Kader Ulama Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia di Universitas Muhammadiyah Surakarta.  Artikel itu membuka kembali wacana penting dalam penulisan sejarah Islam di Indonesia, bahwa Pangeran Diponegoro bukanlah pahlawan nasional yang berjuang melawan Belanda semata-mata karena urusan tanah atau tahta. Tapi, Pengeran Diponegoro adalah pahlawan Islam, bangsawan Jawa yang mendalami serius agama Islam, dan kemudian melawan penjajah Belanda dengan semangat jihad fi sabilillah. Diponegoro adalah sosok pahlawan yang berani meninggalkan tahta dan kenikmatan duniawi demi mewujudkan sebuah cita-cita luhur, tegaknya Islam di Tanah Jawa.
            Berikut ini kita sajikan secara utuh tulisan yang menarik tentang Diponegoro tersebut:
Pangeran Diponegoro lahir pada 1785. Ia putra tertua dari Sultan Hamengkubuwono III (1811 – 1814). Ibunya, Raden Ayu Mangkarawati, keturunan Kyai Agung Prampelan, ulama yang sangat disegani di masa Panembahan Senapati mendirikan kerajaan Mataram. Bila ditarik lebih jauh lagi, silsilahnya sampai pada Sunan Ampel Denta, seorang wali Sanga dari Jawa Timur. Dalam bukunya, Dakwah Dinasti Mataram, Dalam Perang Dipnegoro, Kyai Mojo dan Perang Sabil Sentot Ali Basah, Heru Basuki menyebutkan, bahwa saat masih kanak-kanak, Diponegoro diramal oleh buyutnya, Sultan Hamengkubuwono I, bahwa ia akan menjadi pahlawan besar yang merusak orang kafir. Heru Basuki mengutip cerita itu dari Louw, P.J.F – S Hage – M nijhoff, Eerstee Deel Tweede deel 1897, Derde deel 1904, De Java Oorlog Van 1825 – 1830 door, hal. 89.
          Suasana kraton yang penuh intrik dan kemerosotan moral akibat pengaruh Belanda, tidak kondusif untuk pendidikan dan akhlak Diponegoro kecil yang bernama Pangeran Ontowiryo. Karena itu, sang Ibu mengirimnya ke Tegalrejo untuk diasuh neneknya, Ratu Ageng di lingkungan pesantren. Sejak kecil, Ontowiryo terbiasa bergaul dengan para petani di sekitarnya, menanam dan menuai padi. Selain itu ia juga kerap berkumpul dengan para santri di pesantren Tegalrejo, menyamar sebagai orang biasa dengan berpakaian wulung.
            Bupati Cakranegara yang menulis Babad Purworejo bersama Pangeran Diponegoro pernah belajar kepada Kyai Taftayani, salah seorang keturunan dari keluarga asal Sumatera Barat, yang bermukim di dekat Tegalrejo. Menurut laporan residen Belanda pada tahun 1805, Taftayani mampu memberikan pengajaran dalam bahasa Jawa dan pernah mengirimkan anak-anaknya ke Surakarta, pusat pendidikan agama pada waktu itu. Di Surakarta, Taftayani menerjemahkan kitab fiqih Sirat Al Mustaqim karya Nuruddin Ar Raniri ke dalam bahasa Jawa. Ini mengindikasikan, Diponegoro belajar Islam dengan serius. (Dr. Kareel A. Steenbrink, 1984, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke 19, Penerbit Bulan Bintang Jakarta hal. 29).
             Dalam Babad Cakranegara disebutkan, adalah Diponegoro sendiri yang menolak gelar putra mahkota dan merelakan untuk adiknya R.M Ambyah. Latar belakangnya, untuk menjadi Raja yang mengangkat adalah orang Belanda.  Diponegoro tidak ingin dimasukkan kepada golongan orang-orang murtad. Ini merupakan hasil tafakkurnya di Parangkusuma. Dikutip dalam buku Dakwah Dinasti Mataram: “Rakhmanudin dan kau Akhmad, jadilah saksi saya, kalau-kalau saya lupa, ingatkan padaku, bahwa saya bertekad tak mau dijadikan pangeran mahkota, walaupun seterusnya akan diangkat jadi raja, seperti ayah atau nenenda. Saya sendiri tidak ingin. Saya bertaubat kepada Tuhan Yang Maha Besar, berapa lamanya hidup di dunia, tak urung menanggung dosa” (Babad Diponegoro, jilid 1 hal. 39-40).

Perang Besar

 Dalam bukunya, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke 19, Kareel A. Steenbrink, mencatat, sebagian besar sejarawan menyepakati bahwa perang Diponegoro lebih bersifat perang anti kolonial. Beberapa sebab itu antara lain: 1. Wilayah kraton yang menyempit akibat diambil alih Belanda, 2. Pemberian kesempatan kepada orang Tionghoa untuk menarik pajak, 3. Kekurangadilan di masyarakat Jawa 4. Aneka intrik di istana, 5. Praktek sewa perkebunan secara besar-besaran kepada orang Belanda, yang menyebabkan pengaruh Belanda makin membesar, 6. Kerja paksa bukan hanya untuk kepentingan orang Yogyakarta saja,  tetapi juga untuk
kepentingan penjajah Belanda.
            Namun menurut Louw, sebab-sebab sosial ekonomis tadi dilandasi oleh alasan
yang lebih filosofis yaitu jihad fi sabilillah. Hal ini diakui oleh Louw dalam De Java Oorlog Van 1825-1830, seperti dikutip Heru Basuki: “Tujuan utama dari pemberontakan tetap tak berubah, pembebasan negeri Yogyakarta dari kekuasaan Barat dan pembersihan agama daripada noda-noda yang disebabkan oleh pengaruh orang-orang Barat.”
             Hal ini tampak dari ucapan Pangeran Diponegoro kepada Jendral De Kock pada saat penangkapannya. “Namaningsun Kangjeng Sultan Ngabdulkamid. Wong Islam kang padha mukir arsa ingsun tata. Jumeneng ingsun Ratu Islam Tanah Jawi”(Nama saya adalah Kanjeng Sultan Ngabdulkhamid, yang bertugas untuk menata orang Islam yang tidak setia, sebab saya adalah Ratu Islam Tanah Jawa). (Lihat, P. Swantoro, Dari Buku ke Buku, Sambung Menyambung Menjadi Satu,(2002)).
              Kareel A Steenbrink menyebutkan, pemikiran dan kiprah Pangeran Diponegoro menarik para ulama, santri dan para penghulu merapat pada barisan perjuangannya. Peter Carey dalam ceramahnya berjudul Kaum Santri dan Perang Jawa pada rombongan dosen IAIN pada tanggal 10 April 1979 di Universitas Oxford Inggris menyatakan keheranannya karena cukup banyak kyai dan santri yang menolong Diponegoro. Dalam naskah Jawa dan Belanda, Carey menemukan 108 kyai, 31 haji, 15 Syeikh, 12 penghulu yogyakarta dan 4 kyai guru yang turut berperang bersama Diponegoro.
              Bagi sebagian kalangan, ini cukup mengherankan. Sebab, pasca pembunuhan massal ulama dan santri oleh Sunan Amangkurat I tahun 1647, hubungan santri dengan kraton digambarkan sangat tidak harmonis. Namun Pangeran Diponegoro yang merupakan keturunan bangsawan dan ulama sekaligus, berhasil menyatukan kembali dua kubu tersebut.
               Paduan motivasi agama dan sosial ekonomi ini menyebabkan Perang Diponegoro menjadi perang yang sangat menyita keuangan pemerintah kolonial bahkan hampir membangkrutkan negeri Belanda. Korban perang Diponegoro: orang Eropa 8.000 jiwa, orang pribumi yang di pihak Belanda 7.000 jiwa. Biaya perang 20 juta gulden. Total orang Jawa yang meninggal, baik rakyat jelata maupun pengikut Diponegoro 200.000 orang. Padahal total penduduk Hindia Belanda waktu itu baru tujuh juta orang, separuh penduduk Yogyakarta terbunuh.
              Data ini menunjukkan, dahsyatnya Perang Diponegoro dan besarnya dukungan rakyat terhadapnya. Oleh bangsa Indonesia, Pangeran Diponegoro yang dikenal dengan sorban dan jubahnya, kemudian diakui sebagai salah satu Pahlawan Nasional, yang sangat besar jasanya bagi bangsa Indonesia.  Louw dalam De Java Oorlog Van 1825 – 1830, menulis: “Sebagai seorang yang berjiwa Islam, ia sangat rajin dan taqwa sekalihingga mendekati keterlaluan”

Demikianlah artikel penting yang ditulis Saudara Arif Wibowo tentang Pangeran Diponegoro. Informasi tentang Diponegoro tersebut perlu diajarkan di sekolah-sekolah kita, khususnya sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan Islam. Saya masih menemukan banyak sekolah Islam yang masih mengajarkan cerita tentang Diponegoro yang keliru dan tidak menggambarkan Diponegoro sebagai seorang pahlawan Islam. Seolah-olah Diponegoro berjuang melawan Belanda hanya karena urusan duniawi.  Kita berharap, pengelola lembaga pendidikan Islam juga para orang tua bersedia meneliti buku-buku pelajaran anak-anaknya, agar tidak menyimpang dari ajaran Islam dan fakta yang sebenarnya.

Cobalah tanyakan kepada anak-anak kita, apakah mereka memahami bahwa Islam masuk ke Indonesia adalah dibawa oleh para pedagang dari Gujarat India.   Padahal, teori buatan Snouck Hurgronje itu sudah lama dijawab oleh para ulama dan sejarawan Muslim.  Para pendakwah Islam di wiayah Nusantara ini bukanlah orang-orang sembarangan. Mereka adalah para pendakwah yang datang dari negeri Arab yang serius mendakwahkan Islam; bukan sekedar pekerjaan sambilan dari pekerjaan utama, yaitu berdagang.

Dalam berbagai kesempatan bertemu dengan lembaga-lembaga pendidikan, saya mengajak para pimpinan dan guru-gurunya, agar serius memperhatikan pelajaran sekolah anak-anaknya. Suatu ketika anak saya menyodori sebuah soal pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas VI Sekolah Dasar dari suatu sekolah Islam terkenal.  Salah satu soalnya menceritakan, bahwa ada seorang anak yang rumahnya jauh dari rumah. Setelah pulang sekolah ia harus membantu ibunya berjualan sampai magrib. Usai shalat magrib, dia masih harus mengaji, sehingga esoknya di sekolah dia kecapekan dan mengantuk. 

Soal semacam ini seyogyanya tidak diberikan kepada anak didik. Apalagi di sekolah Islam. Mestinya, diajarkan, bahwa meskipun anak tersebut rumahnya jauh, harus membantu orang tuanya berjualan, dan juga harus mengaji, tetapi si anak tetap dapat meraih prestasi dengan baik di sekolahnya. Faktanya, tidak sedikit anak-anak berprestasi di sekolahnya justru anak-anak yang suka belajar dan bekerja keras, meskipun berada dalam kondisi kehidupan yang tidak mudah.

Itulah pentingnya lembaga-lembaga pendidikan Islam melakukan perbaikan terhadap guru-guru dan kurikulum serta buku-buku pelajarannya. Kita berharap, dari sekolah-sekolah itulah akan lahir anak didik yang beradab. Yakni, anak didik yang mampu memandang dan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya sesuai derajat yang ditentukan Allah SWT. Seorang Pangeran Diponegoro harus diletakkan secara terhormat sebagai pahlawan pejuang agama Allah. Era reformasi dan keterbukaan harusnya mampu dimanfaatkan sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan Islam untuk merevisi, dan kalau perlu merombak, buku-buku pelajaran yang selama ini diajarkan kepada anak didik mereka.

Pelajaran sejarah sangat penting diberikan dengan mengungkap fakta dan perspektif yang benar untuk membentuk persepsi dan sikap hidup. Ketekunan, keikhlasan, kezuhudan, dan semangat jihad Pangeran Diponegoro seharusnya dipaparkan dengan benar kepada anak didik sehingga mereka tergerak untuk mengambil hikmah dan meneladani sang pahlawan Islam tersebut.

***
Diambil dari artikel Ust Adian Husaini di http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=429:meneladani-kepahlawanan-diponegoro&catid=27:mengenal-ahmadiyah&Itemid=28.

Senin, 15 Oktober 2012

Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah


Bismillah, al hamdulillah, wa shalatu was salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala Alihi wa ashabihi wa man wa lah. Amma ba’d.



Saudara (i) seiman yang dirahmati oleh Allah. Saat ini kita sedang berada di hari-hari yang mulia. Hari dimana amal soleh pada hari-hari ini lebih dicintai oleh Allah dari amal soleh pada hari-hari lain di luar hari-hari ini. Hari-hari mulia yang dimaksud adalah 10 hari pertama bulan dzulhijjah (besok, 17/10/2012 masuk tgl 1 dzulhijjah 1433 H). Bagaimana memuliakan hari-hari yang mulia itu, apa yang harus dilakukan? Berikut ini artikel singkat yang dikutip langsung dari tulisan Ust, Alfi Syahar M.A di www.belajarislam.com.

***
Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Ibnu Abbas bahwa Nabi bersabda :
ما من أيام العمل الصالح أحب إلى الله فيهن من هذ الأيام يعني أيام عشر ذي الحجة . قالوا : ولا الجهاد في سبيل الله ؟ قال : ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجلا خرج بنفسه وماله ثم لم يرجع من ذلك يشيء

“Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : sepuluh  hari dari bulan Dzulhijjah. “Mereka bertanya : “Ya Rasulullah, tidak juga Jihad fi Sabilillah?”, Beliau menjawab : “tidak juga Jihad fi Sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya. Kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun.” [HR.Bukhari 2/381]

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda :
مامن أيام أعظم عند الله سبحانه ولا أحب إليه العمل فيهن من هذه الأيام العشر , فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد .
“Tidak ada hari yang agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebaikan di dalamnya daripada sepuluh  hari (Dzulhijjah)ini. Maka perbanyaklah pada saat itu Tahlil, Takbir dan Tahmid.” [HR. Ahmad].

Amalan-Amalan Yang Disyariatkan
1. Melaksanakan ibadah Haji dan Umrah

Amal ini adalah yang paling utama, berdasarkan hadits shahih yang menunjukan keutamaannya, antara lain, sabda Nabi :
العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة
 “ Dari Umrah ke Umrah adalah tebusan  (dosa-dosa yang dikerjakan) diantara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah syurga.” [HR. Muslim/1349].

2. Berpuasa selama hari-hari tersebut atau pada sebagiannya terutama pada hari Arafah


Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan yang dipilih Allah untuk diri-Nya disebutkan dalam hadits qudsi , artinya : “Puasa itu adalah untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya. Sungguh ia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku.”

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah bersabda :
مامن عبد يصوم يوما في سبيل الله تعالى إلا باعد الله بذلك اليوم وجهه عن النار سبعين خريفا
 “Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari dijalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun.” [ Muttafaqun’alaihi].

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah bahwa Nabi bersabda :
صيام يوم عرفة يكفر السنة الماضية والباقية
 “Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap ridha Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya.” [HR.Muslim/1162].

3. Takbir dan dzikir pada hari-hari tersebut.


Sebagaimana firman Allah :
ويذكروا اسم الله في أيام معلومات
 … “ Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan…” [QS.Al-Hajj : 28].

Para ahli Tafsir menafsirkannya dengan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Karena itu para Ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut. Berdasarkan hadits dari Ibnu Umar, artinya : “Maka perbanyaklah pada hari-hari itu Tahlil, Takbir dan Tahmid” [HR.Ahmad].

Imam Bukhari menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan Takbir lalu orang-orang pun mengikuti Takbirnya.
Dari Ishaq meriwayatkan  dari Fuqaha’ Tabi’in  bahwa pada hari-hari ini mengucapkan :

الله أكبر , الله أكبر , لا إله إلا الله والله أكبر , الله أكبر ولله الحمد
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar tidak ada Ilah (sembahan) yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah.”

Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar, rumah, jalan, mesjid dan lain-lainnya. Sebagaimana Firman Allah, artinya : “Dan hendaknya kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu…” [QS.Al Baqarah : 185].
Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majelis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor) . Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para Sahabat. Yang menurut Sunnah adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri, ini berlaku pada semua dzikir dan do’a. Kecuali karena tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan mengikuti orang lain.
Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah, seperti Takbir, Tashbih dan do’a-do’a lainnya yang disyari’atkan.

4. Taubat serta meninggalkan segala maksiat dan dosa.

Sehingga mendapatkan ampunan dan Rahmat. Maksiat adalah penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba dari Allah, dan ketaatan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Allah kepadanya.
Disebutkan dalam hadits dari  Abu Hurairah, bahwasanya Nabi bersabda :
إن الله يغار وغيرة الله أن يأتي المؤمن ماحرم الله
“Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakala seorang hamba melakukan apa yang diharamkan Allah terhadapnya.” [Muttafaqun’Alaihi].

5. Banyak beramal shalih.
Berupa ibadah Sunnah seperti ; Shalat, shadaqah, membaca Al qur’an, Amar ma’ruf nahi Munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipatgandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, bahkan sekalipun Jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihadnya orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.

6. Disyari’atkan pada hari-hari itu takbir muthlaq.
Yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat I’ed. Dan disyari’atkan pula takbir Muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang dilaksanakan dengan berjama’ah; bagi selain jama’ah haji dimulai dari sejak Dzuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat ‘Ashar pada akhir hari Tasyriq.

7. Berqurban pada hari raya Qurban dan hari-hari Tasyriq.
Hal ini adalah Sunnah Nabi Ibrahim yakni ketika Allah ta’ala menebus putranya dengan sembelihan yang agung. Diriwayatkan bahwa Nabi berqurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk, Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki Beliau, disisi tubuh domba itu. [Muttafaqun’alaihi].

8. Dilarang mencabut atau memotong rambut dan kuku bagi orang yang hendak berqurban.

Diriwayatkan oleh Muslim dan yang lainnya, dari Ummu Salamah bahwa Nabi bersabda :

“Jika kamu melihat Hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang diantara kamu ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya.” Dalam riwayat lain : “Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berqurban.”
Hal ini mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah Haji yang menuntun hewan qurbannya.Firman Allah :
ولا تحلقوا رءوسكم حتى يبلغ الهدي محله
“Dan janganlah kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum qurban sampai di tempat penyembelihannya.” [QS. Al Baqarah : 196].

Larangan ini menurut dzahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berqurban saja, tidak termasuk isteri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berqurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambut yang rontok.

9. Melaksanakan Shalat I’edul Adha dan mendengarkan khutbah.

Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyari’atkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan  dan kesombongan; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti nyanyian-nyanyian, main judi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Hal mana akan menyebabkan terhapusnya amal kebaikan yang dilakukannya selama sepuluh hari.
10. Hendaknya setiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari ini dengan melakukan ketaatan, dzikir dan syukur kepada Allah, Melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan; memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan Allah agar mendapat ridha-Nya. Semoga Allah melimpahkan TaufiqNya dan menunjuki kita kepada jalan yang lurus. Dan shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya.

Selasa, 02 Oktober 2012

5 Hal Yang Perlu Diwaspadai Oleh Para Istri Pejuang

Sungguh tidak mudah menjadi pejuang, apapun ideologi yang diperjuangkan. Lebih tidak mudah lagi  menjadi isteri kepada seorang pejuang. Hidupnya selalu diselimuti ketidakpastian.  Mayoritas isteri pejuang sadar dan tahu bahwa hidupnya akan serba kekurangan secara hakiki mahupun maknawi. Tidak jarang, wujud di kalangan mereka yang tidak menyedari bahwa suaminya adalah pejuang. Pejuang apa saja, khususnya pejuang agama; para mujahidin, ulama, dai dan para pembela agama Allah lain.

Namun merekalah makhluk paling setia, paling dipercaya, paling dapat diharap dan paling segalanya di dunia. Mereka taman mekar tempat para suami mendapatkan ketenangan, tiang teguh tempat para suami bersandar  di kala lelah menyapa jiwa, tali pegangan kukuh waktu badai melanda dan seringkali pembela terhandal yang dapat diandalkan saat seluruh dunia menyalahkan, mengecam dan memalukannya.

Merekalah antara pendorong utama yang membuat para suami berani melangkah, meningkatkan kualitas diri dari aspek ukhrawi dan duniawi. Di waktu yang sama, bila peran isteri tidak dimainkan dengan panduan iman dan taqwa, maka mereka dapat berubah menjadi pemusnah hebat.

Justru, jika para istri  ingin bergelar 'syarikatul hayat' (pasangan kehidupan) bagi suami di dalam bersama-sama  menggapai ridha Allah dan jannah-Nya, beberapa sifat dan kebiasaan buruk wajib kita dihindari atau setidaknya diusahakan agar tidak melampaui batas.

Cinta Dunia

  
Fitrah perempuan sukakan keindahan dan kesempurnaan. Adalah merupakan impian dan idaman setiap isteri akan segala sesuatu yang indah dan menyenangkan; wajah dan pakaian yang cantik, rumah dan kendaraan yang bagus, peralatan rumahtangga yang lengkap dan terbaru, gadget tercanggih, pendidikan dan sekolah anak-anak yang terbaik dan mahal dan tentunya atau uang yang tiada susutnya.

Kesalatan mengatur dan mengatur rasa senang pada segala bentuk kemewahan ini akan membuahkan kecintaan dan keterikatan pada hal-hal berbentuk material, yang andai dibiarkan berlarutan tanpa kendali iman, dapat mengakibatkan munculnya sifat bakhil dan mementingkan diri sendiri.

Dalam hal ini, hanya zuhud dan qana'ah yang mampu menjadi tali kekangnya. Menurut Imam  Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah, zuhud bermakna mengosongkan hati dari kesibukan diri dengan dunia, sehingga orang tersebut dapat berkonsentrasi untuk mencari ridha Allah, mengenal-Nya, dekat kepada-Nya, merasa tenang dengan-Nya dan rindu menghadap-Nya.

Profesor Dr. HAMKA rahimahullah mengatakan qanaah terdiri atas 5 hal; menerima dengan rela akan apa yang ada, memohon kepada Rabb akan tambahan yang pantas dan berusaha, menerima dengan sabar akan ketentuan-Nya, bertawakkal kepada-Nya dan tidak tertarik dengan tipu daya dunia.

Jadi, salahkah memiliki kemewahan jika memang ditakdirkan memilki kemewahan? Jawapannya, tidak salah. Sama sekali tidak salah, selama ia tidak dijadikan tambatan hati dan selama ia tidak mendorong para suami melakukan korupsi demi memenuhi keinginan isteri, termasuk korupsi harta maupun korupsi jiwa. Dalam arti kata lain, tidak salah memiliki segalanya selama ia dimanfaatkan dalam usaha meninggikan kalimat Allah di muka bumi.

Cemburu Buta

Cemburu tanda cinta, kata sebagia orang. Namun sengaja diletakkan kalimat 'buta' di sini yang menunjukkan hanya aksi dan reaksi cemburu saja yang dibenarkan. Sudah seharusnya seorang isteri memiliki perasaan cemburu terhadap suaminya.

Perasaan cemburu yang positif akan memacu dirinya untuk giat menyaingi langkah suami dalam beramal, menjadi motivasi kuat untuk dia belajar dan bekerja lebih gigih dalam membantu usaha dakwah suami dan mendorongnya untuk lebih kreatif dalam memastikan gerak suami selalu berada di dalam koridor syar'i.

Apa yang tidak harus terjadi ialah, membabi-buta mencemburui suami sehingga rasa cinta yang ada sedikit demi sedikit berubah menjadi obsesi yang disertai sikap posesif dan diiringi prasangka buruk tanpa penghujung.

Di dalam banyak situasi, bukan cemburu yang menghambat langkah suami, atau lebih dahsyat, mematikan rasa kasihnya, sebaliknya adalah kebutaan yang mengiringi rasa cemburu tersebut. Buta di sini bermaksud, tidak lagi dapat memisahkan antara cinta kerana Allah dan rasa memiliki, antara keinginan diri dan keperluan syar'ie dan antara realiti dan fantasi.

Mudah Kecil Hati

Gunjingan orang, tatapan yang tidak bersahabat, ketidakcukupan nafkah dan kekurangan harta benda, tidaklah layak menjadikan hati insan beriman (istri para pejuang) berkecil hati terus menerus, sehingga mengakibatkan rasa rendah diri, tersinggung dan tidak mustahil, pada suatu hari menimbulkan benci.

Orang-orang dengan hati yang mudah menciut ini biasanya adalah orang-orang yang selalu membesar-besarkan hal yang kecil. Dan hatinya yang kecil itu akan terlihat dari raut wajah dan sikap yang ditunjukkannya, baik itu disengaja ataupun tidak. Sesama saudara dan sahabat saja ia memberi kesan, apalagi suami isteri.

Tanpa disadari, keceriaan dan mood isteri banyak mempengaruhi  sikap dan mood suami. Selemah manapun seorang suami, bila didukung oleh sikap dan semangat isteri yang kuat, pastilah akan kuat juga, insyaAllah. Demikian pula sebaliknya.

Suka Bercerita

Sebenarnya para suami sangat suka apabila isterinya bercerita. Justru dari cerita-cerita isterilah, dia memaklumi banyak hal yang tidak dapat dia ikuti dengan saksama disebabkan kesibukannya.

Namun, sikap suka bercerita dengan pengertian bercerita tanpa koma, tanpa mengenal waktu dan tempat, hanya akan membuat suami merana dan tidak betah di rumah, terutama jika cerita-cerita yang dibawa lebih menjurus kepada ghibah (gunjingan) dan fitnah. Perkelahian mungkin meletus dan lebih buruk akibatnya apabila cerita di dalam rumah pun ikut menjadi bahan cerita ke mana-mana.

Khususnya di dalam keluarga dengan fikrah perjuangan, tabiat suka bercerita yang tidak terkawal, pada suatu saat dapat mengundang musibah. Bagaimana tidak, jika semua aktivitas suami 'dilaporkan' kepada semua orang; hal-hal penting, kepergiannya,  dengan siapa saja suaminya berteman dan banyak hal lain yang seolah-olah disangkanya sebagai hal remeh?

Fenomena akhir zaman, dunia tanpa batas telah memburukkan lagi sikap ini dan membuat keadaan jauh lebih gawat karena jumlah yang mendengar (membaca) ceritanya mungkin jauh di atas ribuan orang. Cerita yang bagi dirinya adalah cerita biasa, besar kemungkinan adalah cerita luar biasa buat orang lain. Apalagi jika hal itu disahre jejaring sosial tanpa batas.

Cepat Merajuk, Sukar Dibujuk

Kata orang, merajuk pada yang sayang. Kalau tidak kepada suami, kepada siapakah lagi seorang isteri merajuk? Rajuk memang sinonim dengan perempuan. Dan ada bermacam gaya rajuk. Selama ia tidak keluar dari landasan syar'i, maka rajuknya adalah sah.

Masalah timbul apabila rajuknya sukar dibujuk, sehingga menghalangi keharmonian hubungan suami isteri, menimbulkan kekeliruan dan ketakutan pada jiwa anak-anak dan menjatuhkan air muka dan wibawa suami.

Tidak seyogyanya seorang isteri merajuk berpanjangan, apalagi tanpa alasan dan sebab.  Seorang suami juga adalah seorang manusia yang kadang disebabkan kelemahannya, pada suatu ketika dapat mematiksan rasa putus asa dan amarah mengalmi kesesakan fikiran dan ketidakstabilan emosi. Rajuk yang aslinya merupakan hasil dari kemanjaan, kini justru menjadi berubah seolah bara dalam sekam, perlahan-lahan membakar jiwa. Tak jarang, rajuk berpanjangan membuat seseorang lupa kenapa dia merajuk pada awalnya?

Akhirnya, rumahtangga yang dibina dengan tujuan memperolehi sakinah dan merangkul mawaddah wa rahmah, gagal menjadi tempat suami melabuhkan semua rasa.

Tonggak utama Kemenangan Umat

Masih banyak sikap negatif yang lain, namun dapat dikatakan bahwa sikap-sikap yang lain hanya timbul apabila 5 sikap ini merajalela tanpa kendalian sempurna. Dengan maraknya kebencian dan permusuhan terhadap Islam dan Muslimin akhir-akhir ini, sikap -sikap seperti ini sama sekali tidak membantu perjuangan suami.

Kejayaan ummat yang bermula dengan sebuah ikatan rumahtangga sangat tergantung pada kerjasama 2 tonggak utama; yakni pasangan suami isteri.
Jatuh bangun seorang suami, teguh dan kentalnya dia mengharungi onak dan duri, kukuh dan sabarnya menghadapi pasang surut kehidupan, harus diakui sangat dipengaruhi oleh jiwa, sikap dan semangat isterinya yang ada di rumah. Fakta menunjukkan, di belakang pria kuat, selalu ada wanita hebat. Justru, di situlah letak makna se-iya-sekata, sehati-sejiwa' dalam mengukuhkan perjuangan.Wallahu a'lam.*/ disalin dari tulisan Paridah Abbas di www.hidayatullah.com.