Senin, 25 Maret 2013

Ustadz Zaitun: Ulama Adalah Pelanjut Risalah Kenabian

Ulama adalah pewaris Nabi dan pelanjut Risalah Kenabian. Oleh sebab itu para ulama harus berperan dalam menyelesaikan setiap problem  yang dihadapi oleh ummat. Demikian disampaikan ketua umum Dewan Pimpinan Pusat Wahdah Islamiyah (DPP WI) saat  menyampmenjadi pembicara pada Silaturrahim dan Pelatihan Kader Ulama, di Jakarta beberapa waktu lalu.

Menurut Ustadz Zaitun, peran Ulama sangat banyak, karena Ulama harus berperan menyelesaikan setiap persoalan umat. Namun,  peran utama para ulama adalah pembinaan umat melalui da’wah dan tarbiyah (pendidikan). Ulama hendaknya menjadi pelopor pembinaan umat melalui da’wah dan tarbiyah yang saat ini banyak dilalaikan. “Siapa lagi  yang menjadi pelopor kalau bukan ulama yang merupakan pewaris Nabi dan pelanjut risalah kenabian”, tegasnya.

Wakil Ketua  MIUMI  ini juga menekankan pentingnya ilmu syar’i dan bahasa Arab bagi seorang ulama. Hal ini beliau nyatakan saat menjelaskan kriteria ulama sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Kriteria yang harus dimiliki oleh seorang ulama adalah mendalam ilmunya (ar-rasikhuna fil ‘ilm- (QS: Ali Imran ayat: 7) dan memiliki rasa takut yang sangat tinggi kepada Allah subhanahu wa Ta’ala (QS: Fathir ayat: 28).  Ilmu yang harus dikuasai oleh seorang ulama meliputi, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an , Hadits dan Ulumul Hadits, Fiqh dan  Ushul Fiqh, dan bahasa Arab sebagai kunci untuk menguasai ilmu-ilmu tersebut. Adapun ciri ulama yang  takut kepada Allah antara lain  mengamalkan ilmunya, tidak mudah berfatwa,  namun tidak menyembunyikan ilmu dan kebenaran saat ditanya dan ketika umat membutuhkan penjelasan.

Narasumber lain, KH. Hamid Fahmy Zarkasyi, MA, M. Phil, menyoroti problem keilmuan yang melnada dunia Islam saat ini. Menurut Gus Hamid, saat ini dunia Islam dijajah oleh sistem pendidikan sekular sehingga umat Islam terjebak pada dikotomi ilmu.  Mereka membagi ilmu menjadi ilmu Agama dan ilmu umum. Ini pembagian yang  aneh dan salah. Yang  betul adalah ilmu Qur’an qauliyah dan kauniyah.

Dari pembagian yang salah dan dikotomis ini, lahir ilmuwan dan intelektual  sekular yang memiliki kepribadian yang terbelah (split of personality). Mereka soleh secara ritual (rajin shalat, puasa, zakat dan haji) tapi pemikirannya sekular.  Oleh karena itu MIUMI didirikan. MIUMI didirikan mempersasatukan kesenjangan dalam memandang ilmu serta  mempesatukan ulama yang punya latar belakang ilmu syar’i dan intelektual yang belajar ilmu kauniyah”, ujar direktur ketua MIUMI Pusat ini.

MIUMI Buka Pendaftaran Anggota
Dalam rangka memperluas jaringan da’wah serta memperkuat sinergitas antar ulama dan intelektual muda di seluruh wilayah di Indonesia, MIUMI Pusat resmi membuka pendaftaran anggota. Oleh karena itu, melalui website resminya MIUMI  mengajak para dai, ustad, mubaligh, ulama dan para intelektual untuk bergabung dengan majelis ini.

Adapun persyaratan menjadi anggota MIUMI diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama, memiliki integritas aqidah. Calon anggota MIUMI harus memiliki aqidah dengan tingkat resistensi terhadap ajaran dan ideologi yang bertentangan dengan aqidah Islamiah (anti aliran sesat). Kedua, memiliki integritas keilmuan diakui oleh umat. Calon anggota yang mendaftar harus diakui integritas dirinya minimal oleh komunitasnya. Selain itu, dia juga memiliki karya ilmiah yang siap diuji. Ketiga,  integritas akhlak. Keempat, memiliki komitmen perjuangan dakwah.

Sejak dideklarsikan setahun lalu, majelis ini telah memiliki perwakilan di sembilan daerah di Indonesia dan dua negara di luar negeri. Kesembilan daerah perwakilan MIUMI tersebut adalah;   Aceh, Sumatera Utara , Sumatera Barat, Riau, Makassar Sulawesi Selatan, Solo dan Semarang  Jawa Tengah, JawaTimur, Yogyakarta, dan Jawa Barat. Adapun perwakilan luar negeri adalah Riyadh dan kairo. Tahun  ini insya Allah akan dikukuhkan 30 perwakilan di seluruh Indonesia dan beberapa perwakilan di Timur Tengah. Formulir pendaftaran anggota MIUMI dapat didownload di website MIUMI (http://www.miumipusat.org/ ).


Rabu, 13 Maret 2013

3 Kiat Agar Tetap Istiqomah

Terkait dengan pembahasan sertifikasi halal, maka Majelis Intelektuan dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) menyampaikan sikap dan pandangan sebagai berikut:
1.    Mendukung MUI sebagai satu-satunya lembaga pemberi sertifikasi halal,dalam kondisi sosial politik dan budaya saat ini, sampai terwujudnya suatu Badan Halal nasional  yang benar-benar kredibel, amanah, dan profesional, dengan beranggotakan para ulama dan pakar-pakar   yang  berkemampuan menjalankan amanah Allah SWT.
2.    Menyetujui dan mengharapkan agar MUI tetap konsisten berpegang kepada syariat Islam dalam menetapkan status kehalalan suatu produk dan meningkatkan pengawasan serta penyadaran budaya halal di tengah masyarakat.




3 Kiat Agar Tetap Istiqomah
Keistiqomahan dan hidayah merupakan karamah paling besar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada setiap hamba-Nya. Sebagaimana disebutkan Allah dalam firman-Nya :

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.” (QS. Al-An’am: 125)
Inilah yang senantiasa kita minta dalam shalat-shalat kita,


“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-fathihah: 6-7)
Yang memberikan kita taufik dan petunjuk Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hidayah dari Allah adalah anugerah yang harus senantiasa kita jaga dengan baik. Mendapatkan hidayah adalah sesuatu yang sangat mahal, namun yang lebih mahal dari itu adalah mempertahankannya. Orang yang mempertahankannya hidayah yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya maka diberikan kehormatan dan kemuliaan di dunia maupun di akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an :

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushshilat: 30)
Akan turun kepadanya malaikat Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika ia dalam keadaan sakaratul maut untuk menghiburnya dan dikatakan kepadanya “jangan engkau takut dengan kematian yang ada di depan matamu”  Tabiat manusia adalah benci dengan kematian. Kemudian dihibur lagi dengan kalimat ” dan jangan engkau bersedih dengan dunia yang akan engkau tinggalkan, dengan anak-anakmu yang akan menjadi yatim, dengan istrimu yang akan menjadi janda, kemudian rumah mewah yang engkau kumpulkan dana untuk membangunnya, begitupula kendaraan yang engkau berbangga dengannya….” Malaikat menghiburnya dengan mengatakan, “Jangan engkau bersedih dan berilah kabar gembira kepadanya dengan surga yang Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Untuk mempertahankan hidayah ada beberapa jalan yang bisa kita tempuh:
Pertama. Senantiasa kita minta dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya hati manusia berada di antara jari jemari Allah. Dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala membolak-balikkan hati seorang hamba sesuai dengan kehendak-Nya.  Sehingga do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa hadits beliau
يامقلب القلوب ثبت قلبي على دينك
Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.” (HR.Tirmidzi & Ahmad)
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
Artinya: “Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu.” (HR. Muslim)
Dan doa yang diajarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam al-Qur’an :

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)”. (QS. Ali Imran: 8)
Kedua, memilih teman-teman yang baik dan shaleh. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang tergantung agama teman dekatnya, maka hendaknya kalian memerhatikan siapakah teman dekatnya.” (HR. Imam Ahmad & Tirmidzi)
Diantara penyesalan yang paling besar dari orang-orang dzalim di hari kiamat kelak adalah ketika mereka keliru dalam memilih teman di dunia. Sebagaimana yang diabadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam al-Qur’an:

“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul” (QS. Al-Furqan: 27)

“Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku).” (QS. Al-Furqan: 28)

“Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. Al-Furqan: 29)
Ini menunjukkan penyesalan mereka yang paling mendalam.
Kemudian yang ketiga, untuk mempertahankan hidayah adalah dengan senantiasa kita mengikuti jalan generasi terbaik yang telah mendahului kita. Sebagaimana perkataan al-Imam Malik rahimahullah “tidak akan jaya ummat ini kecuali dengan meniti jalan orang-orang shaleh yang telah sebelum mereka”
Dan juga syair Arab “engkau menginginkan keselamatan namun engkau tidak mengikuti jalannya, ketahuilah sesungguhnya perahu tidak berjalan di atas daratan.”
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan kepada kita keistiqomahan sampai kita berjumpa dengan-Nya.

“dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)” (QS. Al-Hijr:99)[]
Ditranskrip dari ceramah ustadz Harman Tajang, Lc. http://wahdahmakassar.org/3-kiat-agar-tetap-istiqomah

Kejayaan Islam Sudah Di Depan Mata

“Kejayaan Islam sudah di depan mata”, demikian disampaikan Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah, Muhammad Zaitun Rasmin dalam tabligh akbar  “Menyongsong Kebangkitan Umat Islam, di masjid Al-Muhajirin Cimanggis Depok, 12/3. “Kemenangan dan kejayaan Islam adalah suatu keniscayaan, karena ia merupakan janji Allah yang pasti terwujud”, katanya. Sebab hal ini telah dijanjikan oleh Allah dalam Al-Qur’an diantaranya; Surah At-Taubah: 33, As-Shaf: 9, dan al-Fath: 28, lanjutnya.

Dihadapan ratusan peserta tabligh akbar, inisiator Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini mengemukakan tanda-tanda kebangkitan dan kejayaan Islam yang semakin nampak, seperti; “Semakin banyakanya orang yang kembali ke pangkuan Islam,  Semakin banyak orang yang masuk Islam, serta potensi jumlah kaumu Muslimin yang besar dan makin besar”, paparnya. Jumlah kaum Muslimin yang kian bertambah telah membuat orang barat khawatir dan kalap (Lihat:http://www.wahdah.or.id/info-dunia-islam/menyongsong-kebangkitan-islam.html)

Ini adalah fakta yang tak dapat dipungkiri. Pasca runtuhnya sekularisasi dinegeri-negeri Islam, kaum Muslimin berbondong-bondong kembali ke Islam. Saat ini lahir kesadaran kaum Muslimin kembali ke Islam, hal ini terjadi di berbagai belahan dunia, yang oleh Muhammad Quthub disebut dengan Al-Mufajaat (kejutan-kejutan). Sebab, orang-orang Barat yang dahulu menjajah negeri-negeri Islam secara fisik dan pemikiran tidak pernah memprediksi akan terjadi kebangkitan Islam seperti yang ada saat ini. Mereka juga tidak menyangka bahwa kebangkitan Islam akan dipelopori oleh para pemuda yang berlatar belakang pendidikan umum, bahkan belajar di negeri barat.

Persoalannya kemudian adalah, bagaimana menyongsong kejayaan dan kemenangan tersebut?  Apa kontribusi kita?, tanya wakil ketua MIUMI ini. Sebab, “Kejayaan Islam belum tentu kejayaan kita”, ucapnya. Setiap orang hendaknya terlibat secara aktif dalam menyongsong kemenangan Islam ini. “Secara pribadi harus senantiasa berusaha dan berdoa agar lahir generasi pilihan yang telah dijelaskan cirinya oleh Allah dalam Al-Qur’an Surah al-Maidah ayat 54, secara kelompok dan keumatan hendaknya senantiasa menjaga ukhuwah serta memelihara dan meningkatkan persatuan, tidak menyendiri dan jalan (bekerja) sendiri dalam menegakkan agama Allah”, pungkasnya. (Sym).

Minggu, 10 Maret 2013

Syarh Singkat Riyadhus Shalihin

Ikhlas dan Urgensi Niat dalam Setiap Perkataan dan Perbuatan (1)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ 

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS.Al-Bayyinah:5).

لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ 

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. (QS.Al-Hajj:37)

قُلْ إِن تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ 

Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui". (QS.Ali Imran: 29)

Hadits ke-1

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .متفق على صحته.[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafsh Umar bin Al Khottob radhiallahu anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah disusun).

Pelajaran-pelajaran Hadits:
1.    Para ulama sepakat bahwa niat adalah syarat mutlak agar suatu amal diganjar atau dibalas dengan pahala. Namun, apakah niat merupakan syarat sahnyasuatau amal atau perbuatan, mereka berbeda pendapat. Ulama Syafi’iiyah menyebutkan, “Niat adalah sayart sahnya suatu amal atau perbuatan yang bersifat ‘pengantar’ seperti wudhu, dan yang bersifat ‘tujuan’ seperti shalat.”.
2.    Niat dilakukan di hati, dan tidak ada keharusan untuk diucapkan.
3.    Ikhlas karena Allah merupakan salah satu sayarat diterimanya amal atau perbuatan.
(Nuzhatul Muttaqin, Syarh Riyadhis Shalihin Min Kalami Sayyidil Mursalin, Dr. Mustofa Said Al-Khin, Dr. Mustofa al-Bugho, Muhyiddin Mistu, Ali Asy-Syirbaji, dan Muhammad Amin Luthfi).

Rabu, 06 Maret 2013

Telaah Hadits Kitabul Jami' Bulughul Maram. Hak-hak Sesama Muslim (1)

 (Telaah Hadits Kitabul Jami' Bulughul Maram)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ:  قَالَ رَسُولُ اللَّهِ  ”حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ: إذَا لَقِيْتــَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاك فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَك  فَانْصَحْهُ،  وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ، وَ إِذاَ  مَرِضَ  فَعُدْهُ، وَإِذاَ  ماَت فاتـْبَعْهُ”.  (رَواهُ مُسلمٌ، بَابُ مِنْ حَقِّ الْمُسْلِمِ لِلْمُسْلِمِ رَدُّ السَّلَامِ برقم 2162

Terjemah Hadis:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata: Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Hak seorang muslim terhadap sesama muslim itu ada enam, yaitu:
(1) jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam,
(2) jika ia mengundangmu maka penuhilah undangannya,
(3) jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat,
(4) jika ia bersin dan mengucapkan: ‘Alhamdulillah’ maka do’akanlah ia dengan Yarhamukallah (artinya = mudah-mudahan Allah memberikan rahmat kepadamu),
(5) jika ia sakit maka jenguklah dan
(6) jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya”.
(HR. Muslim, no. 2162).
Dalam riwayat yang lain, disebutkan dengan lafadz ” فَشمته” sebagai ganti dari “فَسَمِّتْهُ”. Menggunakan huruf syiin sebagai pengganti siin.

Redaksi Hadis:
Hadis ini diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dengan menyebutkan 5 hak muslim terhadap muslim lainnya. Lafalnya sebagai berikut:
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim juga disebutkan dengan lafadz, 5 kewajiban:

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ

“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: (1) Menjawab salam, (2) menjenguk orang sakit, (3) mengantar jenazah, (4) memenuhi undangan, dan (5) mendoakan yang bersin.” (HR. Bukhari, no. 1240, dan Muslim no. 2162)

Di tempat lain di Shahih Muslim, diriwayatkan juga dengan redaksi yang sedikit berbeda:

خَمْسٌ تَجِبُ لِلْمُسْلِمِ عَلَى أَخِيهِ: رَدُّ السَّلَامِ، وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ، وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ

“Lima perkara yang wajib ditunaikan seorang muslim terhadap saudaranya yang muslim: (1) Menjawab salam, (2) mendoakan yang bersin, (3) memenuhi undangan, (4) menjenguk orang sakit, dan (5) mengantar jenazah.” (HR. Muslim, no. 2162).

Jadi riwayat yang menyebutkan 5 hak muslim terhadap muslim yang lain, terdapat di Shahih Bukhari dan Muslim. Sedangkan yang menyebutkan 6 hak, hanya terdapat di Shahih Muslim saja.
Hadis ini juga diriwayatkan oleh beberapa imam penyusun kitab hadis seperti Imam Ahmad dan Imam Baihaqi. Tapi kita cukupkan dengan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Hadis pertama yang terdapat dalam Kitab Al Jaami’ di Bulughul Maram, menyebutkan 6 hak muslim terhadap muslim lainnya. Sedangkan di Riyadhush Shalihin, kedua hadis ini (yang menyebutkan 5 dan 6 hak) disebutkan kedua-duanya.

Derajat Hadis:

Hadis ini adalah hadis shahih. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, dalam Bab Diantara kewajiban muslim terhadap muslim lainnya adalah menjawab salam, no. 2162.

Kedudukan Hadis:
Agama Islam adalah agama yang sangat menekankan terwujudnya persaudaraan dan kasih sayang. Agama Islam selalu mendorong pemeluknya untuk mewujudkan dan memelihara persaudaraan dan kasih sayang. Oleh karena itu, Islam mensyariatkan beberapa amalan yang dapat mewujudkan persaudaraan dan kasih sayang tersebut.
Hadis ini menjelaskan hal-hal yang dapat meneguhkan persaudaraan dan kasih sayang. Yaitu dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban sosial terhadap sesama muslim. Dalam hadis ini, diungkapkan dengan hak muslim atas muslim yang lain. Dalam bahasa Arab, ungkapan ini bisa bermakna wajib dan juga bisa bermakna sunnah yang sangat dianjurkan. Karena hak artinya sesuatu yang tidak sepantasnya ditinggalkan. Sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnul ‘Arabi.  (Subulus Salaam 4/148).
bersambung…(sumber: http://www.belajarislam.com/)

Ustad Zaitun: Ulama Tidak Boleh Menyembunyikan Ilmu

Ulama tidak boleh menyembunyikan ilmu. Apalagi jika ilmu tersebut berkaitan dengan suatu paham yang merusak  aqidah ummat, seperti syi’ah. Maka ulama harus memberikan penjelasan. Demikian dikatakan ketua umum Dewan Pimpinan Pusat Wahdah Islamiyah (DPP WI) Ustad Muhammad Zaitun Rasmin, Lc, MA, dalam acara talk show Implementasi Ulama Sebagai Waratsataul Anbiya dalam Ketatanegaraan Indonesia, di Islamic Bokk Fair (IBF) Istana Olah raga Senayan Jakarta, ahad 3 Maret 2013.

Wakil ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) tersebut mengutip sebuah hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang menyatakan bahwa, “Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu menyembunyikannya maka dia akan datang pada hari kiamat dengan kendali (di mulutnya) dari api neraka.” (HR Abu Daud). Oleh karena itu ulama sejati tidak menyembunyikan ilmu yang dibuthkan oleh ummat. Mereka tidak menunda penjelasan pada saat ummat sedang membutuhkan penjelasan ulama tentang agama mereka. Salah satu contohnya adalah tentang kesatan syi’ah. Ulama harus tegas memberi jawaban kepada ummat. Sebab saat ini ummat sedang menunggu sikap dan penjelasan para ulama.

Sebelumnya ustad Zaitun menjelasakan bahwa yang dimaksud dengan ulama dalam pengertian istilah (terminologi Islam) orang menguasai ulum syar’iyyah (ilmu-ilmu keislaman). Adapun orang-orang yang hanya menguasai ilmu dunia tanpa mengetahui ilmu agama tidak bisa disebut ulama secara istilah. Meski secara bahasa bisa saja disebut ulama, “ujarnya.

Adapun kriteria yang harus dimiliki oleh seorang ulama adalah mendalam ilmunya (ar-rasikhuna fil ‘ilm- (QS: Ali Imran ayat: 7) dan memiliki rasa takut yang sangat tinggi kepada Allah subhanahu wa Ta’ala (QS: Fathir ayat: 28). “Sekali lagi, ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Justru yang disayangkan adalah, sebagian orang yang hari ini disebut ulama ahli dan mendalam ilmunya dalam segala hal, kecuali ilmu syar’i”, tegasnya.

Ustad Zaitun juga memandang perlunya peran ulama dalam  tata kelola negara  Sebab, “dalam  tradisi Islam tidak ada dikotomi antara Ulama dan khulafa (penguasa). karena Rasulullah shallallahu ‘laihi wasallam adalah ulama dan juga umara. Demikian pula dengan para khalifah sepeninggal beliau (khulafurrasyidin) adalah ulama. Selanjutnya pada masa-masa setelahnya, yang menjadi penguasa adalah para khalifah yang berkualifikasi ulama, seperti Umar bin Abdul Aziz, Harun al-Rasydid, Muhammad al-Fatih, dan sebagainya”.

Selain di talk show dan silaturrahim Ulama Ustad Zaitun juga direncanakan akan menjadi pembicara di Ruang Anggrek IBF 2013 dengan tema, “Potret Keluarga Teladan dalam Al-Qur’an”. Acara yang diadakan oleh Arrahman Pre Wedding Academy (APWA) dijadwalkan pada hari ahad 10 Maret 2013, pukul: 19.00-21.00 di ruang Anggrek Istora Senayan Lt.2 Islamic Book Fair (IBF). (Sym).