Minggu, 26 Mei 2013

Tiga kewajiban Seorang Muslim Terhadap al-Qur’an

Syekh. Prof. Dr. Nashir ibn Sulaiman al-‘Umar
(Sekretaris Jenderal Ikatan Ulama Muslim Sedunia & Ketua Lembaga Tadabbur al-Qur'an Internasional) 
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta seluruh keluarga dan para sahabatnya, Amma ba'du.

Sungguh, seorang Muslim tentu menyadari bahwa al-Qur’an merupakan firman yang diturunkan oleh Allah. Seorang Muslim juga menyadari bahwa mengagungkan al-Qur’an merupakan bentuk pengagungan terhadap Dzat Yang Berfirman (yakni Allah Ta’ala). Di samping Seorang Muslim juga menyadari bahwa ia memiliki kewajiban terhadap al-Qur’an saat membaca dan berinteraksi dengannya. Diantara kewajiban tersebut antara lain:

Pertama; Mewujudkan keikhlasan dan menghadirkan niat ketika berinteraksi dengan al-Qur’an

Saat membaca, menghafal, mendengarkan atau mengamalkan al-Qur’an, seorang Muslim Wajib menghadirkan niat yang tulus dan ikhlas semata-mata karena Allah. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS. al-Bayyinah: 5).

Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dari Umar bin al-Khaththab radliyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam telah bersabda:

إِنَّمـَاَ الأَعْمَــالُ بِالنِّــيَاتِ، وَإِنَّمَاَ لِكُلِّ امْرِيءٍ مَاَ نَوَى

"Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan memperoleh balasan sesuai niatnya."

Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas radliyallaahu ‘anhuma, bahwa beliau bersabda, “ Seseorang sanggup menghafal sesuai dengan kadar niatnya”. Maksudnya, seseorang mendapatkan pahala dari yang dihafal, tergantung dari niatnya yang baik. Inilah yang akan memberikan manfaat baginya.
Para ulama menjelaskan bahwa orang yang membaca dan belajar Al Qur'an, tidak boleh menjadikan ibadah tersebut sebagai jalan untuk menggapai tujuan-tujuan duniawi. Baik wujudnya berupa harta, jabatan, pangkat, kedudukan terhormat di tengah-tengah kerabatnya, pujian orang-orang, menarik perhatian orang lain, dan sejenisnya.

Para salaf rahimahumullah sangat antusias untuk menjaga kesucian niat mereka ketika melakukan ketaatan, terlebih lagi saat berinteraksi dengan al-Qur’an. Mereka  berusaha dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengotori niat mereka dengan noda apapun, baik berupa sum’ah (ingin amalnya didengar orang lain, pent) ataupun riya. Salah satu contohnya adalah kisah tentang Imam Ayyub as-Sikhtiyani rahimahullah, jika beliau berbicara atau membaca al-Qur’an dan hatinya tersentuh hingga meneteskan air mata, maka beliau khawatir terjatuh ke dalam riya, beliau mengusap wajahnya lalu berkata: "betapa berat demam ini". Ibrahim An-Nakha'i jika membaca mushaf, lalu ada orang yang masuk menemuinya, beliau menyembunyikan mushafnya.

Mereka tidak mengenal perilaku yang dibuat-buat bahkan tidak terlintas dalam benak mereka. Perbuatan baik sudah menjadi karakter mereka. Beginilah, tabiat orang-orang yang ikhlas.
Faktor utama yang membantu mereka mewujudkan makna ikhlas dalam interaksi mereka dengan Al Qur'an adalah keyakinan mereka bahwa ketika mereka membaca Al Qur'an, pada hakikatnya sedang berkomunikasi dan bermunajat dengan Rabb (Tuhan)nya.

Kedua, Mengagungkan al-Qur’an
Mengagungkan firman Allah merupakaan ciri orang-orang saleh, baik pada umat ini maupun umat-umat terdahulu. Pengaruhnya tercerminkan dalam diri mereka. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا ۚ إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِن قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا [١٧:١٠٧]

"Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud." (QS.  Al Israa': 107).

Hal ini hanya terjadi pada orang yang Allah karuniai hati yang terbuka terhadap berbagai makna yang Allah firmankan. sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ [٢٢:٣٢]

"Demikianlah (perintah Allah). Dan siapa yang mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." (QS. Al Hajj: 32)

Ini merupakan nikmat agung yang tidak diperoleh kecuali oleh orang yang dipilih oleh Allah untuk mendapatkan hidayah-Nya. Sebagaimanaa firman Allah:

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ مِن ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا ۚ إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا [١٩:٥٨]

"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis." (QS. Maryam: 58).

Sikap mengagungkan Al-Qur’an menuntut seseorang untuk memiliki adab terhadap al-Qur’an, antara lain:

Pertama; Mengagungkan al-Qur’an bermakna mengagungkan perintah dan larangan yang terkandung di dalamnya dengan menjaganya dari distorsi orang-orang berlebihan, pengrusakan orang-orang yang menyebarkan kebatilan dan ta’wil orang-orang yang jahil.

Kedua, Menjaga adab saat membaca al-Qur’an. Hendaknya seseorang membaca al-Qur’an dalam keadaan suci secara lahir dan batin. Membersihkan mulut, badan, dan pakaiannya. Hendaknya tempat membaca al-Qur’an benar-benar bersih dan suci. Sangat dianjurkan membaca dengan menghadap qiblat dengan khusyu’ dan tenang.

Ketiga, Mengagungkan para pengemban al-Qur’an.
Diriwayatkan bahwa Umar ibn al-Khaththab berkata kepada Nafi’ ibn Abdul harits saat menemuinya di Usfan. Saat itu Umar menunjuknya sebagai gubernur Mekkah. Umar bertanya kepadanya; "Siapa yang kamu angkat menjadi pemimpin untuk penduduk Wadi?" Dia menjawab; "Aku angkat untuk mereka Ibnu Abza." Umar bertanya; "Siapa Ibnu Abza?" Dia menjawab; "Dia adalah salah seorang dari hamba sahaya kami." Umar berkata; "Kamu angkat untuk mereka seorang budak?" Dia menjawab; "Sesungguhnya dia seorang yang hafal Al Qur'an dan pandai dalam masalah fara`idl (warisan)." Maka Umar berkata; "sesungguhnya Nabi kalian shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: ”Sesungguhnya Allah memuliakan suatu kaum dengan kitab [al-Qur’an] ini dan menghinakan kaum yang lain in dengan al-Qur’an ini pula. (HR. Muslim, 1/559. No. 817).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Sesungguhnya termasuk sikap mengagungkan Allah adalah memuliakan orang yang sudah beruban (orang tua) muslim, memuliakan ahli Qur’an dengan tidak berlebihan dan tidak menyepelekannya, dan memuliakan penguasa yang adil.” (HR. Abu Daud, 2/677. No.  4846. Dihasankan oleh Al Albani).
Bahkan Allah mengagungkan kitabnya dalam banyak ayat, diantaranya;

وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِّنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ [١٥:٨٧]

Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung.  (QS. Al Hijr: 87).

ص ۚ وَالْقُرْآنِ ذِي الذِّكْرِ [٣٨:١]

Shaad, demi Al Quran yang mempunyai keagungan.  (QS. Shad: 1)

ق ۚ وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ [٥٠:١]

Qaaf Demi Al Quran yang sangat mulia.  (QS. Qaf:1)

إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ [٥٦:٧٧]فِي كِتَابٍ مَّكْنُونٍ [٥٦:٧٨]لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ [٥٦:٧٩]تَنزِيلٌ مِّن رَّبِّ الْعَالَمِينَ [٥٦:٨٠]

Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh),  tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.  Diturunkan dari Rabbil 'alamiin.  (QS. Al Waqi'ah: 77-80)

بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَّجِيدٌ [٨٥:٢١]

Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia,  (QS. Al-Buruj: 21)
dan masih banyak lagi ayat-ayat yang mengharuskan sikap ta'zhim terhadap Firman Rabbul ‘alamin.

Ketiga; Tadabbur dan tafakkur Makna-Makna al-Qur’an

Siapa yang membaca dan menyimak tapi tidak mentadaburi, boleh jadi al-Qur’an akan menjadi hujjah atasnya. Oleh karena itu, Allah mencela orang-orang yang seperti itu,

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا [٤٧:٢٤]

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?”  (QS. Muhammad: 24).

Hasan al-Basri rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian memandang al-Qur’an sebagai surat dari Tuhan mereka, oleh karena itu mereka mentadaburinya pada malam hari dan mengamalkannya pada siang hari”

Dari ‘Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Seorang pengemban al-Qur’an hendaknya dikenali [dengan shalatnya] pada waktu malamnya saat orang-orang sedang tidur, [dengan puasanya] pada siang hari saat orang-orang sedang makan, dengan sedihnya saat orang-orang bergembira ria, dengan tangisannya saat orang tertawa, dengan diamnya saat orang-orang berbicara dan dengan khusyu’nya saat orang-orang angkuh".

Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Pengemban al-Qur’an adalah pembawa panji Islam, tidak sepantasnya ia bebuat sia-sia bersama orang yang berbuat sia-sia, tidak lalai bersama orang-orang yang lalai, tidak berkata  berbuat yang tidak bermanfaat seperti orang-orang yang berkata dan berbuat yang tidak bermanfaat. Sikap ini sebagai bentuk mengagungkan al-Qur’an.

Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah wahai Muslim dalam menunaikan kewajiban-kewajiban penting terhadap al-Qur’an ini. Tentunya dengan mengikhlaskan niat kepada Allah saat tilawah atau menyimaknya, mengagungkan dan menghormati al Qur'an dan para pengembannya, mentadabburi dan memikirkan makna-maknanya, serta bersungguh-sungguh dalam merealisasikan dan mengamalkannya. (Diterjemahkan dari artikel Syekh Nashir dengan judul Tsalats Wajibat al-Muslim Ma’a al-Qur’an, yang dipublikasikan oleh http://www.almoslim.net/node/137355/ Sym)

Kamis, 23 Mei 2013

Tadabbur al-Qur’an dan Kebangkitan

Syekh. Prof.Dr. Nashir al-‘Umar  

Ketua Lembaga Tadabbur al-Qur’an Internasional

Al-Qur’an adalah solusi, sebuah slogan indah yang digaungkan oleh salah satu lembaga penghafal al-Qur’an. Sebuah slogan yang kelihatannya singkat dan sederhana, tetapi mengandung makna yang agung. Apatah lagi di tengan krisis yang dihadapi ummat ini secara umum dan negeri kita secara khusus, dimana musuh-musuh Islam baik dari luar maupun dari dalam membidik kita dari arah yang sama. Slogan ini menggambarkan dan merepresentasikan satu-satunya jalan keselamatan yang hakiki dari berbagai fitnah dan bencana.

Sungguh, akal sehat pasti membenarkan apa yang kami katakan. Sebelum menciptakan Adam, Allah ‘Azza Wa jalla berfirman kepada para Malaikat:
وَإذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".  (QS. Al Baqarah: 30).

Agar Adam dapat merealisasikan peran sebagai khalifah yang dibebankan kepadanya, maka ia mesti memiliki manhaj (pedoman)  yang diridlai oleh Dzat yang mengangkatnya sebagai khalifah di bumi agar ia dapat berjalan di atas manhaj tersebut. Oleh karena itu diantara konsekuensi dia diangkat oleh Allah sebagai khalifah, adalah Allah membimbingnya di atas manhaj ini. Allah Ta'ala berfirman: 
قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا ۖ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ [٢:٣٨]
Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (QS. Al Baqarah: 38).

Dalam ayat ini Allah menjelaskan kepada bani Adam, bahwa Dia akan memberikan kepada mereka manhaj ini, kemudian Dia memerintahkan dan mendorong (targhib) mereka untuk mengikuti manhaj tersebut.

Oleh karena ummat ini merupakan umat yang terakhir, dan al-Qur’an merupakan kitab yang Allah turunkan kepada Nabi terakhir dan penghulu dari semua orang, maka kitab ini merupakan kitab terakhir dan  mengayomi kitab–kitab sebelumnya. Oleh karena itu sudah sewajarnya bila al-Qur’an menjadi menjadi petunjuk oleh Allah dan jalan keselamatan dari berbagai fitnah serta  menjadi panduan dalam meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sejalan dengan yang telah diterangkan oleh Allah dalam firman-Nya:
 فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ [٢٠:١٢٣] وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ [٢٠:١٢٤]  
Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Thaha:123-124)

Sesungguhnya kemuliaan, kebangkitan, dan kejayaan bahkan eksistensi umat ini sebagai sebuah umat, ditentukan oleh seberapa dekat umat ini dengan al-Qur’an. Dekat dalam artian tidak sekadar membaca dan menghafalkannya. Tetapi dengan menadabburkan maknanya. Tadabbur dalam arti yang sesungguhnya sebagaimana dijelaskan oleh al-Allamah Abdurrahman as-Sa’diy rahimahullah, “Merenungkan maknanya (ta’ammul), merealisasikan fikrah yang terdapat di dalamnya dan segala konsekwensinya.  Termasuk diantara konsekwensi yang paling utama adalah mengamalkan isi kandungannya dan berhukum dengannya dalam seluruh aspek kehidupan, sebagaimana dituturkan oleh Imam Hasan al-Basri rahimahullah, “Allah Ta’ala berfirman:
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَاركٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ [٣٨:٢٩
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shad: 29).
Yang dimaksud dengan menadabburkan ayat-ayatnya adalah mengikuti petunjuk ayat tersebut. Wallahu a’lam.  Adapun yang dimaksud, bukan sekadar menghafal lafal nya lalu menyi-nyiakan batas-batasnya (ketentuan hukumnya). Sampai-sampai ada diantara mereka yang mengatakan, “Aku telah membaca al-Qur’an seluruhnya, aku tidak melewatkan satu  hurufpun. Namun, demi Allah dia telah melewatkan semua hukum-hukumnya. Engkau tidak melihat  al-Qur’an dalam dirinya mewujud dalam bentuk amal dan akhlaq.

Andaikan seseorang memulai tadabbur dengan surat al-Fatihah, maka tadabburnya akan membimbingnya ke arah ini. Sebagaimana ditunjukan oleh firman Allah dalam surah al-fatihah ayat 6-7:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ [١:٦]صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ [١:٧]
Tunjukilah kami jalan yang lurus,  (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS Al-Fatihah ayat:6-7).

Ayat ini menunjukan  bahwa kesengsaraan, kebinasaan dan kehancuran merupakan konsekwensi dari kemurkaan Allah dan kesesatan. Sebaliknya kebahagiaan, kebangkitan, kejayaan dan nikmat merupakan konsekwensi dari komitmen seseorang terhadap manhaj/jalan yang lurus yang dibawa sang penutup para nabi (nabi terakhir). Hal Inilah yg diisyaratkan oleh Allah dalam surat Thaha ayat 1-2:
طه [٢٠:١] مَا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَىٰ [٢٠
Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; (Thaha:1-2)

Salah satu perkara yang hampir disepakati oleh semua orang bahwa, siapa yang membuat sesuatu, maka ia-lah yang paling tahu tentang  sesuatu tersebut. Walillahil matsalul a’la (Untuk Allah, ada perumpamaan yang lebih baik dari itu). Dialah yang menciptakan segala sesuatu, menciptakan manusia dengan sempurna disertai segala perangkatnya, sebagaimana firman Allah dalam surat an-naml ayat 88.
صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ ۚ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ [٢٧:٨٨]
Begitulah) ciptaan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. 

Semua problem  yang kita saksikan di negeri kaum Muslimin hari ini berupa kehinaan, kelemahan, kemunduran dan berbagai problem lainnya, disebabkan oleh jauhnya kaum Muslimin dari al Qur’an. Karena mereka tidak menadabburkan dan mengamalkan al-Qur’an. Oleh karena itu, kalau kita ingin keluar dari semua problem tersebut dan bangkit dari keterpurukan, maka kita harus menadabburkan dan mengamalkan al Qur'an. Dengan menadabburkan al-Qur’an, kita akan menemukan solusi dan jalan keluar dari problem-problem tersebut Allah Ta’ala berfirman:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ [١٦:٨٩
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. an-Nahl: 89).

Ini bukanlah perkataan siapa-siapa yang harus diuji dan diteliti (kebenarannya). Tetapi ia meruapakan firman Allah, Tuhan semesta alam yang harus diyakini oleh seluruh kaum Muslimin.

Sedangkan orang yang masih ragu, maka hendaknya merenungkan keadaan umat-umat terdahulu, sebagaimana diterangkan oleh Allah dalam surat al-Maidah ayat 65-66:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأَدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ [٥:٦٥]وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنجِيلَ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْهِم مِّن رَّبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِن فَوْقِهِمْ وَمِن تَحْتِ أَرْجُلِهِم ۚ مِّنْهُمْ أُمَّةٌ مُّقْتَصِدَةٌ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ [٥:٦٦]
Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami masukkan mereka kedalam surga-surga yang penuh kenikmatan. Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka. (QS: Al-Maidah ayat 65-66).

Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa andaikan ahli Kitab menegakkan apa yang diturunkan oleh Tuhan kepada mereka niscaya mereka akan berbahagia di dunia dan di akhrat. Sebaliknya, tatkala mereka tidak menegakannya, maka Allah jadikan hati mereka berselisih, serta menyesatkan dan marah kepada sebagian yang lain diantara mereka. Jika, hal tersebut telah jelas, maka sudah pasti al-Qur’an menjadi jaminan untuk kebahagiaan, kemuliaan dan kebangkitan umat. Maka siapapun yang sungguh-sungguh dalam mencari/menginginkan kebangkitan, maka jalannya sudah jelas.
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِمَن كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ [٥٠:٣٧
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. (QS. Qaf: 37)  (Sumber: Diterjemahkan dari artikel beliau yang berjudul Tadabbur al-Qur’an wa an-Nah dhah, di  www.almoslim.net/node/150893/ /Syam)


Nasihat dan Pelajaran Dari Kisah Nabi Yusuf

Mencermati kisah Nabi Yusuf ‘alaihis salam, seorang muslim akan menemukan pelajaran yang teramat berharga. Di dalamnya  terdapat nasihat dan dalil-dalil yang nyata.
    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada kisah Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang yang bertanya.” (QS. Yusuf: 7).    
Dan di akhir Surat Yusuf, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf : 111).
    Namun apakah ayat dan ibrah yang di maksudkan di sini? Sekadar menikmati sebuah kisah syahdu yang telah berlalu, ataukah hikayat dan cerita seseorang? Demi Allah, sungguh tidaklah demikian, bahkan di dalamnya terdapat pelajaran-pelajaran yang berharga.
    Surat Yusuf tergolong surat-surat Makkiyah. Surat ini turun di masa-masa sulit pada kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Pada saat-saat tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tengah kehilangan dua orang yang dicintainya yang keduanya selalu menguatkan semangat beliau dalam mengemban tugas dakwah yang mulia tersebut.
    Tatkala itu paman beliau, Abu Thalib meninggal dunia dalam keadaan musyrik setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mencurahkan segala usahanya agar ia menerima Islam. Namun pada akhirnya ia mati di atas agama Abdul Mutholib. Tatkala itu pula, istri beliau yang tercinta dan yang pertama, Khodijah radhiyallahu ‘anha dipanggil oleh Allah Ta’ala. Seorang pendamping hidup, pelipur duka dan lara, yang senantiasa membawa ketenangan tatkala beliau ketakutan dalam menerima wahyu Allah Ta’ala. Seorang yang banyak mengasah semangat di kala beliau mendapat gangguan dari orang-orang musyrik Makkah. Seorang yang banyak mengorbankan hartanya di saat-saat beliau membutuhkannya sebagai penopang kebutuhan hidup tatkala beliau berdakwah.
    Dalam masa-masa sedih tersebut, gangguan dari orang-orang musyrik Makkah semakin bertambah, sehingga hal itu menambah kesedihan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bagaimana tidak, beliau melihat sendiri bagaimana para sahabatnya disiksa dengan berbagai model siksaan namun beliau tidak dapat menolongnya. Telah berlalu kejadian yang menimpa keluarga Yasir radhiyallahu ‘anhu, mereka disiksa dengan siksaan yang memilukan hati, namun tidak ada yang bisa beliau perbuat kecuali hanya berpesan, “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya janji untuk kalian adalah surga”. (lihat Fiqhus Sirah :1/103).
    Demikan pula siksaan yang diterima oleh sahabat-sahabat yang lain, sehingga datanglah Khabbab bin al-Arat radhiyallahu ‘anhu, sedang beliau tengah bersandar dengan burdahnya di sisi ka’bah. Khabbab radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Tidakkah engkau memintakan pertolongan untuk kami, tidakkah engkau berdoa untuk kami wahai Rasulullah?” Rasulullah hanya mengatakan, “Sungguh orang-orang sebelum kalian diringkus oleh seseorang lalu dibuatkan galian di tanah, lalu ditanam di galian tersebut, kemudian didatangkan gergaji dan diletakkan di atas kepalanya lalu dibelah menjadi dua bagian. Dan ada yang disisir dengan sisir besi hingga terkelupas kulit dan tampak daging-dagingnya, namun tidaklah hal itu melunturkannya dari agamanya. Demi Allah, akan sempurna perkara ini hingga seseorang berjalan dari Shan’a ke Hadramaut tidak ada yang ia takuti kecuali Allah, tidak pula serigala kepada kambingnya, akan tetap sungguh kalian terburu-buru.”(Lihat Shahih Bukhari: 21/269).
     Dalam keadaan sulit seperti itu, Allah Ta’ala menurunkan kepada Nabi-Nya yang mulia, ayat yang mengisahkan tentang saudaranya yang mulia, yaitu Nabi Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim ‘alaihissalam.
    Nabiyullah Yusuf p pun menerima berbagai ujian dan cobaan, di antaranya makar saudara-saudaranya, ujian diceburkan ke dalam sumur dan dirundung ketakutan, ujian dipisah dari keluarga dan negerinya, ujian perbudakan, ujian makar dari istri al-‘Aziz dan para wanita kota, yang sebelumnya adalah ujian syahwat dan fitnah yang disusul setelah ujian dijebloskan ke penjara.
    Setelah itu beliau masih diuji dengan ujian kekuasaan, di tangannya urusan penyediaan bahan makanan manusia, di tangannyalah seseorang mendapatkan roti untuk dimakan. Lalu beliau diuji dengan kemasyhuran hingga dapat bertemu kembali dengan saudara-saudaranya yang telah membuangnya ke dalam sumur.
    Berawal ujian sebab yang dhohir (tampak) hingga beliau terus menuai ujian dan cobaan. Namun demikian Nabi Yusuf ‘alaihissalam tetap bersabar menjalani segala ujian tersebut dan tak henti-hentinya mendakwahkan tauhid hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya kemenangan dan kedudukan.
    Karena surat Yusuf tersebut turun kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum pada masa sulit, maka ayat-ayat ini menjadi tashliyah (pelipur lara), penenang dan penguat keteguhan hati mereka.
    Dan hal itu juga sebagai pertanda bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kelak akan keluar dari negerinya seperti dikeluarkannya nabi Yusuf p dari negerinya menuju negeri yang beliau akan memberinya kemenangan dan kedudukan.
    Sekalipun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari Makkah dalam keadaan terusir sebagaimana Nabi Yusuf p dibuang oleh saudara-saudaranya untuk menghadapi berbagai ujian dan bala’, namun hal itu berakhir dengan kemenangan dan kebahagiaan.
    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan demikian pulalah kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf diimuka bumi (Mesir), dan agar kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf: 21).
    Pada ayat tersebut juga terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa demikianlah sunnatullah di alam dunia ini, orang-orang shaleh pasti akan mendapatkan cobaan dan ujian. Bila mereka bersabar, mereka akan mendapatkan balasan. Sebagaimana akhir dari firman Allah Ta’ala.
    Allah Ta’ala berfirman, “Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang kami berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya?”. (QS. Yusuf: 109).
    Seorang yang memahami hikmah Allah Ta’ala niscaya ia akan mengetahui bahwa apabila Allah Ta’ala mengutus seorang utusan, maka Allah Ta’ala memberinya ayat dan mukjizat dari jenis yang sedang masyhur dan diperhitungkan oleh kaummnya.
    Dalam kisah Yusuf ‘alaihissalam nampak kecenderungan manusia pada ta’bir (takwil)  mimpi, yang mana hal itu menjadi ajang pembicaraan manusia, mimpi dua orang penghuni penjara, mimpi raja yang pada akhirnya mimpi-mimpi tersebut dapat disingkap oleh Yusuf ‘alaihis salam. Karena itu, merupakan ayat dan mukjizat yang Allah berikan kepada Yusuf ‘alaihissalam, Allah ajarkan kepadanya berupa takwil mimpi yang dengan sebabnya Yusuf mendapatkan kemuliaan.
    Allah lberfirman, “Dan demikian Rabb-mu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari ta’bir mimpi-mimpi.”(QS. Yusuf: 6).
    Dalam ayat tersebut juga terdapat sebuah sisi penting yang banyak dilalaikan manusia, yaitu sisi akidah. Maknanya adalah bahwa akidah merupakan perkara-perkara yang sangat mendasar yang harus senantiasa dipelajari dan didakwahkan.
    Lihatlah Nabiyullah Yusuf ‘alaihis salam sekalipun berada dalam penjara beliau tetap mendakwahkan agamanya. Tatkala datang dua orang penghuni penjara menanyakan ta’bir mimpi, maka Nabi Yusuf menggunakan kesempatan tersebut berdakwah kepada keduanya, sedang keduanya tengah tenang bersiap-siap mendengar ta’bir mimipi dari Yusuf ‘alaihis salam.
    Nabiyullah Yusuf menyebutkan bahwa ilmu tersebut adalah karunia dan apa yang telah diajarkan Allah kepadanya, sebab ia telah meninggalkan dan menjauhi akidah-akidah kufur kepada Allah  dan hari akhir.
    Dalam berakidah, Yusuf mengikuti agama bapak-bapaknya yang semuanya adalah para nabi, yaitu bapaknya Ya’qub ‘alaihis salam, kakeknya Ishaq ‘alaihis salam, serta kakek bapaknya Ibrahim ‘alaihis salam. Mereka semua adalah para Nabi yang disebutkan dalam al-Qur’an, akidah mereka adalah Islam, yaitu tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun sebagaimana hal itu merupakan wasiat sebagian mereka kepada sebagian yang lain. Sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan dalam firmannya, “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan iu kepada anak-anaknya, demikan pula Ya’kub. (Ibrahim berkata): ‘Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama islam.” (QS. al-Baqarah: 132).
    Demikianlah semangat dakwah mereka kepada anak keturunannya, mereka mencurahkan kemampuannya dalam mendidik akidah yang benar dengan mengharap taufiq dari Allah, beliau menggabungkan pokok-pokok aqidah yang benar mencakup keimanan kepada Allah dan hari akhir, menanamkan tauhid kepada Allah dan menjauhkan kesyirikan, mengenalkan Allah dengan sifat-sifatnya, yaitu Rabb yang Mahaesa dan Mahaperkasa, serta menegaskan bahwa tidak ada hukum dan kekuasaan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala.
    Bagi Allah semua keputusan, syariat dan hukum, maka tidak boleh seorang mengambil hukum dan syariat selain dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga Allah senantiasa meneguhkan kita semua di atas jalan yang diridhai-Nya. Amiinn .
Dikutip dari berbagai sumber (Alif Jumai Rajab Buletin Al Fikrah No. 21 Tahun XIV, 07 Rajab 1434 H/17 Mei 2013 M)

Selasa, 21 Mei 2013

Tadabbur Al-Qur'an

Sungguh, Tadabbur al-Qur'an itu sangat urgen. Karena ia merupakan sebab kemuliaan (izzah) kita. tadabbur juga merupakan manhaj/metode nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dalam berinteraksi dengan al-Qur'an dan mengajarkannya kepada para sahabat. Imam Malik rahimahullah berkata, "Generasi Akhir ummat ini tidak akan membaik, kecuali dengan mengikuti metode yang telah mejadikan generasi awal ummat ini membaik". Generasi awal membaik dan berjaya karena berpedoman pada al-Qur'an dan as-ssunah. Mentadabburi ma'na Qur'an dan Sunnah merupakan jalan untuk memperbaiki dengan keduanya. Tadabbur merupakan cara terbaik untuk mengakrabkan ummat dengan Qur'an dan Sunnah. Sebagaimana dalam sabdanya, "Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang dengan kedua hal tersebut, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya. Dan tidak ada tamassuk (berpegang teguh dengannya) tanpa diawali dengan  pemahaman dan tadabbur. (Syekh Prof. Dr. Nashir bin Sulaiman al-'Umar/http://www.tadabbor.com/)

Senin, 06 Mei 2013

Mengapa Kita Harus Menolak Kontes Kecantikan?

SEJARAH KONTES KECANTIKAN
Kontes kecantikan modern pertama kali digelar di Amerika pada tahun 1854. Namun, kontes ini ternyata diprotes masyarakat Amerika hingga akhirnya kontes tidak berlanjut. Dan uniknya panitia kontes kecantikan pertama di dunia tersebut sebelumnya sukses menggelar kontes kecantikan anjing, bayi, dan burung. Lalu sukses kontes kecantikan hewan tersebut tersebut diuji-coba untuk manusia.
Pagelaran kontes kecantikan di dunia tidak serta-merta mati. Pada sekitar tahun 1951 di Inggris, Eric Morley menggelar kontes kecantikan internasional untuk pertama kali. Kontes ini berawal dari festival lomba yang bernama Festival Bikini Contest, kemudian berganti nama menjadi Miss World. Jadi, Miss World adalah kontes kecantikan termasyhur yang tertua di dunia.

Namun beberapa tahun kemudian Eric Morley meninggal sehingga pagelaran tersebut diteruskan istrinya hingga muncul konsep 3B yakni Brain (kecerdasan), Beauty (kecantikan), dan Behavior (Kepribadian). Konsep 3B ini sebenarnya hanya untuk memoles kontes kecantikan agar diterima banyak kalangan, karena saat itu masih banyak pihak menolak kontes tersebut, bahkan hingga sekarang. Penyebabnya tentu saja karena kontes kecantikan dinilai hanya mengekploitasi perempuan. Hingga saat inipun kontes kecantikan masih ditolak para aktivis perempuan di beberapa negara.
Setelah Inggris cukup sukses menggelar kontes kecantikan lalu sukses tersebut merambat ke Amerika meski sebelumnya publik sempat melakukan protes. Pada tahun 1952 sebuah perusahaan pakaian dalam di Amerika mencoba untuk mencari cara mempromosikan produknya dengan menggelar Miss Universe.

Tentu para peserta wajib berbusana bikini agar menarik minat pembeli pakaian dalam tersebut. Pada tahun 1996 Donald Trump membeli hak kontes tersebut untuk ditayangkan di sebuah televisi.
Sementara Indonesia baru ikut-ikutan kontes kecantikan kelas dunia pada tahun 1982 dengan mengirimkan wakilnya, yakni Andi Botenri, secara diam-diam karena di dalam negeri kontes kecantikan semacam itu masih banyak pihak yang menolak.
Tahun berikutnya, 1983, Titi DJ dikirim diam-diam untuk mewakili Indonesia dalam kontes Miss World di London Inggris. Pengiriman diam-diam tersebut dilakukan karena sebelumnya Dr. Daoed Joesoef, saat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1977-1982, menyatakan secara terbuka penolakannya terhadap segala jenis pemilihan kontes kecantikan.

Daoed Joesoef menilai kontes kecantikan hakikatnya adalah sebuah penipuan dan pelecehan terhadap perempuan. Kontes kecantikan hanya untuk meraup keuntungan bisnis perusahaan kosmetika, pakaian renang, rumah mode, atau salon kecantikan, yang bertujuan mengeksploitasi kecantikan perempuan sebagai primitive instinct dan nafsu dasar laki-laki, serta kebutuhan akan uang untuk hidup mewah. Ia menolak habis-habisan kontes kecantikan, meski dirinya lulusan luar negeri yang berpandangan liberal.
Walaupun ada penolakan di dalam negeri, kontes kecantikan tetap digelar untuk pertama kali pada hari ulang tahun Jakarta ke 441 pada 22 Juni 1968 dengan peserta hanya 36 orang dan yang terpilih sebagai None Jakarta yaitu Riziani Malik. 
Indonesia baru memiliki kontes kecantikan secara nasional pada tahun 1992 yang digelar oleh Yayasan Puteri Indonsia dengan sponsor pabrikan kosmetik. Seperti dikatakan Menteri Daoed Joesoef, kontes kecantikan selalu berbanding lurus dengan bisnis.[1]
Pada tahun 1992, kontes kecantikan nasional bertitel Puteri Indonesia diizinkan pemerintah karena masih dianggap sopan. Namun sejak tahun 1997 kontes Puteri Indonesia dilarang Presiden Soeharto karena ajang pamer aurat itu disalahgunakan penyelenggara. Ini terjadi karena setahun sebelumnya, penyelenggara secara diam-diam menjadikan kontes tingkat nasional tersebut sebagai ‘batu loncatan’ untuk mengirim pemenangnya, yaitu Alya Rohali untuk mengikuti kontes Miss Universe 1996.
Suasana berubah justru ketika tahun 2000, di masa pemerintahan Gus Dur, kontes Puteri Indonesia kembali diizinkan, namun pemenangnya tidak dikirim ke kontes Miss Universe maupun Miss World. Kebijakan ini tetap dipertahankan sewaktu Megawati memimpin negara ini.
Sungguh patut disayangkan, setelah SBY berkuasa di Istana Negara, pemenang kontes Puteri Indonesia tidak dilarang, bahkan cenderung didukung untuk mengikuti kontes pamer aurat sejagad. [2]

MENGAPA HARUS DITOLAK?
Kontes kecantikan, apapun namanya, Miss World, Miss Universe, Miss Indonesia, Puteri Indonesia, None Jakarta, Putri Solo, Miss Hijab, dan seterusnya, layak untuk ditolak karena berbagai alasan.

1. Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Menutup Aurat dan Menahan Pandangan
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang Mukmin: ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Ahzab: 59)

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.’” (QS An Nur: 30-31)

2. Perintah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk Menahan Pandangan
Dari Buraidah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Wahai ‘Ali, janganlah kamu mengikutkan pandangan dengan pandangan. Sesungguhnya bagimu hanyalah pandangan yang pertama, dan bukan yang setelahnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2777, Abu Dawud no. 2149, hasan)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Telah dituliskan atas Bani Adam bagian dari zina yang pasti ia melakukannya, tidak bisa tidak. Maka, zina kedua mata adalah melihat (yang diharamkan), zina kedua telinga adalah mendengar (yang diharamkan), zina lisan adalah berkata-kata (yang diharamkan), zina tangan adalah memegang (yang diharamkan), zina kaki adalah melangkah (ke tempat yang diharamkan), hati berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluan membenarkan itu semua atau mendustakannya.” (HR Al Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657, dan ini adalah lafazh Muslim)

3. Tabarruj (Berhias) Seperti Orang Jahiliyah
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)

4. Tasyabbuh (Meniru) pada Orang Kafir
Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash Radhiyallahu Anhu, dia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai kaum selain kami.’” (HR. At Tirmidzi no. 2695)
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'Anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031, shahih)

Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Kalian pasti akan mengikuti langkah-langkah orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal atau sehasta demi sehasta, sampai walaupun mereka masuk ke dalam lubang biawak, kalian pun memasukinya.” Para shahabat bertanya: “Apakah yang dimaksud adalah Yahudi dan Nashara?” Beliau menjawab: “Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (Muttafaqun ‘Alaihi)

5. Simbol Penjajahan atas Budaya Indonesia dan Agama Islam
Dalam The Protocols of The Learned Elders of Zion pasal 13-14, yang dianggap data otentik rencana kaum Yahudi Zionis membentuk Tata Dunia Baru disebutkan, “Kita dirikan sebanyak mungkin tempat pembangkit maksiat. Kita juga perbanyak reklame di koran atau majalah, guna menyeru mereka agar masuk dalam arena kontes Ratu Kecantikan, atau berkedok kesenian dan olahraga. Hiburan semacam itu akan banyak melalaikan mereka dari mengurusi permasalahan kita, yang mungkin akan membuat pertentangan antara kita dan mereka. Apabila dunia telah dikuasai, maka tidak dibenarkan agama-agama selain Yahudi untuk berkembang. Karena kitalah bangsa termulia dan agama Yahudi adalah agama pilihan Allah.”

Kontes kecantikan merupakan salah satu bentuk Westernisasi. Kita masih ingat seorang Puteri Indonesia 2009 asal Aceh yang pernah menyatakan minta izin untuk tidak pakai jilbab kepada ulama Aceh. Ini menunjukkan bahwa Westernisasi itu berhasil. Untuk jadi puteri tercantik, maka harus menyingkirkan dulu jilbab. Poin ini mereka sudah berhasil. Poin selanjutnya, memperkenalkan acara pamer aurat itu kepada para wanita Muslimah, agar pemikiran mereka bisa sedikit "terbuka" menerima perkembangan zaman dalam hal mode, busana, umbar aurat, dan lain-lain. Poin, berikutnya adalah harapan kepada negeri-negeri mayoritas Muslim untuk bisa menerima acara semacam ini. Memberi keluasan, agar dakwah Westernisasi ini bisa tersampaikan kepada seluruh kaum Muslimin.[3]

6. Menjadikan Perempuan sebagai Komoditas Ekonomi

Dalam pandangan Barat, mereka memandang perempuan dengan pandangan terbuka. Hingga terbuka segala-galanya, pakaiannya, dan auratnya dilihat sebagai simbol keindahan. Padahal inilah simbol kebinatangan. Ideologi kapitalisme telah menjerat perempuan sebagai mahkluk cantik yang dipertontonkan, padahal sungguh (secara tidak sadar) itu adalah simbol penghinaan.
Kontes kecantikan menjadikan perempuan dan tubuhnya sebagai barang dagangan di atas panggung, catwalk, majalah, koran, dan televisi. Kecantikan dan tubuh perempuan peserta kontes dijadikan alat promosi industri rating media, industri alat komestik, dan industri fashion.

7. Dusta Konsep 3B (Brain, Beauty, and Behavior)
Konsep 3B dalam kontes kecantikan, yakni Brain (kecerdasan), Beauty (kecantikan), dan Behavior (kepribadian), adalah konsep dusta untuk membungkus kontes semacam ini agar diterima masyarakat. Kita akan bertanya-tanya, dalam kontes yang hanya dilakan beberapa hari, bagaimanakah menilai kecerdasan, kecantikan, dan kepribadian? Apakah ada tes IQ atau ujian Matematika? Tidak. Yang dinilai hanyalah 1 konsep saja, yakni kecantikan. Meskipun para juri mengatakan bahwa para kontestan dinilai dengan konsep 3B, mengapa para finalis tetaplah mereka yang cantik dalam pengertian umum saja?

8. Merusak Tatanan Sosial dan Rumah Tangga
Adalah QS, pemenang kontes kecantikan Putri Indonesia 2009. Demi memenangkan kontes kecantikan tersebut, ia mengaku sengaja melepaskan kerudung yang sebenarnya wajib dikenakannya sebagai Muslimah sekaligus wakil Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Setelah memenangkan kontes kecantikan tersebut dan menjalankan “tugas” sebagai Putri Indonesia, ia mulai lupa kehidupan normalnya sebagai seorang anak. Tenggelam dalam kesibukannya sebagai seorang Putri Indonesia, pihak keluarga pun mulai was-was dan curiga.

Pasalnya sang anak terjerat dalam dunia kesyirikan. Saat itu, QS mulai gemar semedi dan membakar dupa. Ibunya mengatakan bahwa QS melakukan ritual melepaskan belut dan kura-kura, dilepas di sungai yang mengalir, serta melepas burung pipit. Kekhawatiran pihak keluarga tidak dihiraukan oleh sang anak, bahkan ditanggapi secara negatif. Kemudian, akibat beban mental yang semakin berat, sang ibu pun harus tega memutuskan tali keluarga dengan si buah hati.

Kisah ini berulang pada Miss Indonesia 2011, AHIY. Aktifitas dan kegiatan bebas di luar rumah paska terpilihnya sebagai Miss Indonesia, membuat keluarganya resah. Apalagi sang putri masih berumur belia yaitu 21 tahun. Sang ayah sudah berusaha keras menasehatinya untuk mengembalikan si anak hilang ke rumah. Namun, tanpa diduga sikap yang ditunjukkan oleh putri tercinta di luar prediksi, karena jelas-jelas tidak menerima nasehat orang tuanya. Sehingga dengan berat hati, sang ayah pun mengumumkan secara resmi lewat media ibukota tentang pumutusan hubungan keluarga antara si anak dengan orang tuanya.[4]

9. Pintu Menuju Kemaksiatan yang Lain
Ada sebagian orang yang beralasan bahwa kontes-kontes kecantikan yang diselenggarakan di Indonesia masih dalam batas-batas kesopanan, di antaranya peserta masih diperbolehkan untuk berjilbab, tidak diselenggarakan kontes bikini, masih menjaga adab-adab ke-Timur-an, dan seterusnya. Mereka bisa memberikan argumentasi demikian, tapi mereka lupa bagaimana sejarah kontes kecantikan ini di Indonesia.
Pertama kali kontes-kontes semacam ini “hanya” untuk bertujuan untuk mencari duta wisata, kemudian tahun demi tahun berlanjut hingga akhirnya setelah kontestan dari Indonesia mengikuti kontes ini di luar negeri, wakil dari Indonesia mulai mengenakan bikini. Kemudian akhirnya, Indonesia pun menjadi lokasi dan penyelenggara kontes ini, meskipun konon tanpa bikini. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam kontes-kontes kecantikan selanjutnya.

Dari Sahl bin Sa’ad berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Hati-hatilah terhadap dosa-dosa kecil. Hal itu tidak ubahnya seperti sekelompok orang yang turun ke sebuah lereng gunung. Mereka masing-masing membawa sebatang ranting kayu sehingga dengan ranting-ranting kayu itu bisa mereka masak roti. Dosa-dosa kecil kapan saja di lakukan oleh seseorang ia akan menjadi celaka.” (HR Ahmad)

PARIWISATA SEBAGAI ALASAN
Belakangan, sejumlah pejabat tinggi di negeri ini mengatakan bahwa penyelenggaraan kontes kecantikan di sejumlah tempat di Indonesia bertujuan untuk menarik wisatawan dalam negeri dan luar negeri. Pendapatan dari pariwisata ini tentunya akan digunakan untuk membiayai dan membangun negara Indonesia.

Cukuplah nasihat Sayyid Quthb dalam Risalah ila Ukhti Muslimah, sebagai pengingat, “Sulit sekali rasanya aku akan membayangkan bagaimana mungkin kita akan mencapai tujuan mulia dengan menggunakan cara hina. Sungguh tujuan yang mulia tidak bisa hidup kecuali dalam hati yang mulia. Lalu bagaimana mungkin hati yang mulia itu akan sanggup menggunakan cara yang hina?
Dan lebih jauh dari itu bagaimana mungkin ia menemukan cara yang hina itu? Ketika kita akan mengarungi telaga berlumpur ketepi sana, pastilah kita akan mencapai pantai dengan berlumuran lumpur pula. Lumpur-lumpur jalanan itu akan meninggalkan bekas pada kaki kita, dan pada jejak keki kita. Begitu pula kalau kita menggunakan cara hina, najis-najis itu akan menempel pada ruh kita, akan membekas pada ruh itu dan pada tujuan yang telah kita capai juga.

Sebenarnya cara dalam ukuran ruh, merupakan bagian dari tujuan. Dalam alam ruh, tidak ditemukan perbedaan dan pemisahan antara keduanya. Hanya perasaaan manusiawi sajalah yang tidak akan sanggup menggunakan cara hina untuk mencapai tujuan yang mulia. Dan dengan sendirinya pula ia akan terhindar dari teori “tujuan menghalalkan cara”. Teori itu merupakan hikmah terbesar bangsa Barat, karena bangsa Barat itu hidup dengan akalnya, dan dalam keadaan demikianlah ditemukan perbedaan dan pembagian antara cara dan tujuan.” [Oleh: Ishmah Rafidatuddini/http://www.voa-islam.com)
________________________________________
[1] Didik Wahyudi, Ritus Gagal Kontes Kange-Yune
[2] Muhammad Nurhidayat, Miss Universe dan Bahaya “Teroris” Moral
[3] Anshari Taslim.
[4] Masykur A. Baddal, Miss Indonesia, Antara Privasi dan Anak Durhaka

Miss World

Pada 5 September 2012 lalu, sebuah kontes kecantikan di Cina menuai kontroversi. Pasalnya, juri dianggap menetapkan kriteria fisik yang ‘terlalu ketat’.  Kontes yang diselenggarakan oleh “The Chinese website Model Net (mtw.cc), antara lain mensyaratkan: mulai babak semifinal dan seterusnya, jarak antara dua puting payudara harus di atas 7,8 inci (20 cm). Menurut panitia, kriteria ‘cantik’ itu berdasar pada standar Cina klasik dipadukan dengan hasil riset ilmiah modern.

Banyak pihak mengkritik krtiteria “cantik” dalam kontes ini. Tapi, dalam kontes kecantikan,  yang dinilai dan diukur memang fisik kontestan. Mata, alis, jidat, hidung, bibir, leher, pipi, rambut, payudara, perut, pantat, dan kaki kontestan harus tampak cantik!  Semua anggota tubuh itu harus bisa dilihat dengan jelas dan bisa ‘diukur’ oleh dewan juri.

Tahun 2011, sebuah situs perempuan memberitakan adanya sebuah kontes pemilihan vagina terindah di AS. Kontes itu diberi nama “The Most Beautiful Miss V Contest”, yang diselenggarakan oleh sebuah klub di Portland, Oregon. Kononnya, juri dalam kontes itu terdiri atas enam orang selebriti setempat.  Untuk menentukan pemenangnya, si juri dibekali dengan alat kaca pembesar. Akhirnya, setelah melakukan penelitian dengan cermat, terpilihlah seorang juara yang dianugerahi mahkota dan gelar sebagai “Miss Beautiful Vagina 2011”.

Tampaknya, para pelaku ini berprinsip “Senin untuk seni!” Tidak ada nilai agama dilibatkan. Toh, kontes-kontes semacam ini menghibur, tidak mengganggu orang lain, bahkan menyedot banyak pengunjung. Dus, sangat menguntungkan!

Pada 15 November 2012, sebuah situs hiburan di Indonesia menampilkan judul berita: “Kriteria Miss Indonesia 2013 Ikuti Standar Miss World”.  Salah satu anggota tim juri audisi Miss Indonesia 2013 menyatakan: "Karena ini ajang kecantikan, bagaimanapun yang paling penting adalah fisik perlu diperhatikan, seperti wajah, tinggi badan dan proposional berat tubuh."

Itulah kontes kecantikan! Agar kontes semacam ini tidak menampakkan eksploitasi tubuh perempuan yang terlalu vulgar – mirip-mirip seleksi ‘binatang sembelihan’ -- maka dibuatlah kriteria ‘tambahan’ dengan memasukkan aspek intelektual, seperti wawasan sejarah, pengetahuan umum, dan kemampuan bahasa. Dalam sebuah acara konferensi pers di Jakarta, (19/2/213),   Julia Morley, Chairwoman of Miss World Organization mengatakan: "Mereka semua yang mengikuti ajang Miss World adalah wanita-wanita cantik. Mereka semua bisa menjadi Miss World. Tapi kami memilih peraih gelar Miss World tidak hanya dari wajah cantik saja, tapi sangat penting bagi kami melihat satu di antara mereka yang benar-benar memiliki jiwa sosial yang tinggi."  (www.okezone.com).

Jadi, ini kontes kecantikan! Sehebat apa pun seorang perempuan; mungkin ia juara olimpiade matematika, pakar ilmu pengetahuan, pekerja sosial hebat, pembela kaum tertindas, penemu vaksin AIDS, dan sebagainya  -- tapi tidak cantik, muka cacat bekas luka, ukuran cebol  – harus tahu diri. Menyingkirlah dari kontes ini! Sebab, Anda tidak cantik!

Penipuan?
Kata Lagu Indonesia Raya: “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya!” Konon, pemerintahan Bapak SBY saat ini sedang menggalakkan pendidikan karakter bangsa. Trilyunan rupiah digelontorkan dan ribuan guru dikerahkan untuk mewujudkan generasi berkarakter. Kurikulum baru sedang disusun. Katanya, tujuan Pendidikan membentuk manusia beriman dan bartaqwa dan seterusnya.

Dalam bukunya yang berjudul “Pribadi” (Jakarta: Bulan Bintang. 1982, cet. Ke-10), Prof. Hamka menulis: “Dua puluh ekor kerbau pedati, yang sama gemuknya dan sama kuatnya, sama pula kepandaiannya menghela pedati, tentu harganya tidak pula berlebih kurang. Tetapi 20 orang manusia yang sama tingginya, sama kuatnya, belum tentu sama “harganya”, sebab bagi kerbau tubuhnya yang berharga. Bagi manusia, pribadinya.”

Menurut Hamka, pribadi bukanlah semata-mata terkait dengan kehebatan fisik. Kondisi fisik tentu sangat penting, sebab seorang sulit merealisasikan pribadinya, tanpa fisik yang sehat dan kuat. Dalam bukunya, Hamka menyebut sebelas perkara yang membentuk kepribadian seseorang, yaitu (1) daya penarik, (2) cerdik,  (3) timbang rasa, (4) berani, (5) bijaksana, (6) baik pandangan, (7) tahu diri, (8) kesehatan badan, (9), bijak, (10) percaya pada diri sendiri, dan (12) tenang.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Dr. Daoed Joesoef, dalam memoarnya, Dia dan Aku: Memoar Pencari Kebenaran (2006) tercatat sebagai seorang pengkritik keras berbagai praktik ”kontes kecantikan”.

Ia menulis:”Pemilihan ratu-ratuan seperti yang dilakukan sampai sekarang adalah suatu penipuan, disamping pelecehan terhadap hakikat keperempuanan dari makhluk (manusia) perempuan. Tujuan kegiatan ini adalah tak lain dari meraup keuntungan berbisnis, bisnis tertentu; perusahaan kosmetika, pakaian renang, rumah mode, salon kecantikan, dengan mengeksploitasi kecantikan yang sekaligus merupakan kelemahan perempuan, insting primitif dan nafsu elementer laki-laki dan kebutuhan akan uang untuk bisa hidup mewah. Sebagai ekonom aku tidak a priori  anti kegiatan bisnis. Adalah normal mencari keuntungan dalam berbisnis, namun bisnis tidak boleh mengenyampingkan begitu saja etika. Janganlah menutup-nutupi target keuntungan bisnis itu dengan dalih muluk-muluk, sampai-sampai mengatasnamakan bangsa dan negara.

Menurut Daoed Joesoef, wanita yang terjebak ke dalam kontes ratu-ratuan, tidak menyadari dirinya telah terlena, terbius, tidak menyadari bahaya yang mengancam dirinya. Itu ibarat perokok atau pemadat yang melupakan begitu saja nikotin atau candu yang jelas merusak kesehatannya. ”Pendek kata kalau di zaman dahulu para penguasa (raja) saling mengirim hadiah berupa perempuan, zaman sekarang pebisnis yang berkedok lembaga kecantikan, dengan dukungan pemerintah dan restu publik, mengirim perempuan pilihan untuk turut ”meramaikan” pesta kecantikan perempuan di forum internasional.

Tahun 2013 ini, Indonesia dipilih sebagai tuan rumah kontes Miss World. Acara puncak akan digelar di Sentul, Bogor, 28 September 2013. Berbagai kalangan masyarakat telah menyampaikan keberatan.  Umat Islam diajar oleh Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam: berantaslah kemungkaran dengan tangan! Jika tidak mampu, dengan lisan. Jika tidak mampu juga, ingkarlah dengan hati; bencilah pada kemungkaran! Yang terakhir ini adalah selemah-lemahnya iman! Wallahu a’lam. (Dr. Adian Husaini/ http://mustanir.net)