Jumat, 27 September 2013

Shalat Dulu Atau Makan Dulu?

? : Ketika makanan sudah dihidangkan, bolehkah kita mengakhirkan shalat untuk makan terelebih dahulu?

Jawaban:
Dianjurkan bagi seorang Muslim, jika hidangan sudah tersedia maka dahulukan makan baru kemudian shalat. Tujuannya supaya ketika shalat, hati bisa khusyuk. Abdullah  bin Umar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إذا وضع عشاء أحدكم وأقيمت الصلاة فابدءوا بالعشاء, ولايعجل حتى يفرغ منه
Jika makan malam diantara kamu sudah tersedia, sedangkan shalat sudah ditegakkan maka makanlah dahulu  dan jangan tergesa-gesa sampai engkau menyelesaikannya”. (HR. Bukhari dan Muslim). (Tanya Jawab Ringan dan Aktual Seputar Shalat, Yang Sepele & Membingungkan tapi Anda Enggan Bertanya,Karya Ustad. Dr. Ahmad Zain An-Najah, Aqwam, hlm.125)

Selasa, 17 September 2013

Shalat Istikharah

Salah satu tabiat manusia adalah selalu ragu ketika dihadapkan pada dua pilihan. Bahkan saat berhadapan dengan satu pilihan pun masih ragu untuk meneruskan pilihan tersebut atau tidak. Sebabnya adalah karena manusia tidak memiliki kemampuan untuk melihat keghaiban di masa yang akan datang. Sebagian orang justru mencari jalan keluar untuk memastikan pilihannya kepada para dukung, tukang ramal, dan semacamnya. Padahal hal ini bertentangan dengan aqidah Islam. Karena tidak ada yang mengetahui peristiwa hari esok kecuali Allah.

Oleh karena itu dalam Islam disyariatkan shalat Istikharah. Istikharah dilakukan untuk memastikan pilihan kita atau meminta dipilihkan oleh Allah saat dihadapkan pada dua pilihan yang kita tidak ketahui  mana yang terbaik dari dua pilihan tersebut. Berkaitan dengan ini Syekh Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul mengatakan:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mensyariatkan kepada umatnya agar mereka memohon pengetahuan kepada Allah Ta’ala dalam segala urusan yang mereka alami dalam kehidupan dan suapaya mereka memohon kebaikan di dalamnya. Yaitu dengan mengajarkan kepada mereka shalat istikharah sebagai pengganti dari apa yang biasa dilakukan pada masa jahiliyah beruapa ramal-meramal, memohon kepada berhala, dan melihat peruntungan. (Meneladanai Shalat-shalat Sunnah Rasulullah, hlm.125)

Bekaitan dengan hukum, kaifiyat, dan hal lain tentang Istikharah dapat ditemukan dalam hadits Shahih yang diriwayatkan oleh jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu. Jabir menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan istikharah kepada kami dalam segala urusan, sebagaimana beliau mengajari kami surat dari Al-Qur’an. Beliau bersabda; Jika salah seorang diantara kalian bertekad untuk melakukan sesuatu, maka hendaklah ia shalat dua raka’at di luar shalat wajib, kemudian hendaklah ia mengucapkan:

اللهم إني أستخيرك بعلمك وأستقدرك بقدرتك وأسالك من فضلك العظيم، فإنك تقدر ولا أقدر وتعلم ولا أعلم وأنت علام الغيوب. اللهم إن كنت تعلم أن هذا الأمر خير لي في ديني ومعاشي وعاقبة أمري - أو قال عاجل أمري و آجله - فاقدره لي ويسره لي ثم بارك لي فيه. وإن كنت تعلم أن هذا الأمر شر لي في ديني ومعاشي وعاقبة أمري - أو قال في عاجل أمري وآجله - فاصرفه عني واصرفني عنه، واقدر لي الخير حيث كان ثم أرضني به. قال ويسمي حاجته

Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan kepada-Mu dengan ilmu-Mu, dan meminta keputusan dengan kekuasaan-Mu, Aku meminta karunia-Mu yang sangat agung, Karena sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa dan memiliki kuasa samasekali, Engkaulah yang mengetahui dan aku tidaklah tahu apa-apa, Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara ghaib. Ya Allah sekiranya Engkau mengetahui bahwa perkara ini (lalu menyebutkan masalahnya) adalah baik bagiku,  dalam agamaku dan kehidupanku serta kesudahan urusanku”, atau mengucapkan; “Baik dalam waktu dekat maupun akan datang-, maka tetapkanlah ia bagiku  dan mudahkanlah ia untukku lalu berkatilah. Ya Allah apabila Engkau mengetahui bahwa perkara itu buruk bagiku untuk agamaku dan kehidupanku dan kesudahan urusanku, atau mengucapkan; “baik dalam waktu dekat maupun yang akan datang-, maka jauhkanlah ia dariku dan jauhkanlah ia dariku, lalu Putuskanlah yang baik bagiku perkara yang lebih baik darinya, apapun yang terjadi, lalu ridlailah ia untukku”. Beliau bersabda;”Hendaklah ia menyebutkan keperluannya”. (HR. Bukhari)

Dari hadits tersebut terdapat beberapa pelajaran terkait shalat Istikharah.

1.    Disyariatkan dalam Segala Urusan
Selama ini kita terbiasa menunaikan shalat Istikharah untuk urusan-urusan tertentu saja, seperti urusan jodoh, memilih tempat sekolah atau kuliah, dan pekerjaan. Padahal Shalat Istikarah disunnahkan dalam segala urusan, sebagaimana yang secara jelas disampaikaan oleh nash (teks) hadits  shahih ini. Hal ini bermakna pula bahwa shalat istikharah mencakup urusan-urusan besar maupun kecil. Sebab, berapa banyak masalah yang dianggap kecil berubah menjadi sumber masalah. Akan tetapi perlu ditegaskan bahwa mengerjakan kewajiban  dan perkara sunnah serta meninggalkan yang diharamkan dan dimakruhkan tidak memerlukan shalat Istikharah.

2.    Jumlah Raka’at Shalat Istikharah
Di dalam hadits tersebut terdapat pelajaran bahwa shalat istikharah terdiri atas dua raka’at selain shalat wajib. Frasa ‘selain shalat wajib’ menyiratkan pesan bahwa, istikharah juga dapat dilakukan bersamaan dengan sahalat sunnah lainnya, seperti shalat sunnah rawatib. Misalnya, seseorang mengerjakan shalat sunnah rawatib atau shalat sunnah yang lain, lalu setelah shalat ia membaca do’a istikharah seperti dalam hadits tersebut. Karena yang dimaksud dengan shalat istikharah adalah dikerjakannya shalat yang disertai dengan bacaan do’a setelahnya atau pada saat shalat dikerjakan. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa Istikaharah yang akan disertakan bersama shalat sunnah rawatib tersebut harus dniyatkan sejak awal. Adapun jika keinginan beristikharah muncul setelah Shalat, maka hal itu tidak boleh.

3.    Tidak dilakukan Pada Saat Ragu
Dalam kehidupan sehari-hari, kita biasa beristikhaarah tatkala ragu dan dihadapkan pada dua pilihan atau lebih. Lalu kita shalat dan \meminta dipilihkan oleh Allah. Cara seperti ini kurang tepat, karena dalam hadits tersebut Nabi mengatakan, “Idza hamma ahadukum bil amri, Jika salah seorang dari kalian berniat akan melakukan sesuatu”. Hamma, artinya berkehendak, menyukai, dan berniat akan.Oleh karena itu Imam Bukhari selalu beristikharah sebelum menghukumi keshahihan suatu hadits.

Lalu bagaimana jika seseorang merasa ragu dan ingin melarikan keraguannya tersebut kepada istikharah? Jika ia ingin istikharah, maka hendaknya sebelum istikharah ia memilih salah satu dari dua hal yang meragukan tersebut lalu memohon petunjuk dalam menentukan pilihan tersebut (melalui istikharah). Setelah istikharah, dia biarkan semuanya berjalan apa adanya. Jika baik, semoga Allah menetapkan pilihannya tersebut dan memberikan kemudahan dalam melakukannya, serta memberkahinya. Sebaliknya, jika pilihan tersebut buruk, maka semoga Allah memalingkan dirinya dari hal itu lalu menetapkan untuknya yang lebih baik dengan idzin- Nya.

Hal ini menunjukan pentingan memadukan istikharah dan musyawarah. Maksudnya,  tatkala seseorang sedang ragu, tak ada salahnya dia bermusyawarah dengan orang lain, meminta masukan dari saudara atau teman. Lalu hasil musyawarah situ dibawa ke dalam istikharah. Ibn Taimiyah rahimahullah mengatakan "Tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah dengan sesama makhluk dan beristikharah kepada Allah"

4.    Tidak Ada Bacaan Surat Khusus
Dalam hadits tersebut terkandung pengertian, tidak ada penetapan bacaan surat atau ayat khusus dalam shalat Istikarah. Artinya boleh membaca surah  atau ayat apa saja setelah membaca al-Fatihah. Hal ini berbeda dengan shalat  yang lain seperti shalat witir (disunnahkan membaca surah Al-a’la, al-Kafirun, dan al-Ikhash), shalat sunnah qabliyah subuh (surah al-Kafirun dan al-Ikhlash), dan sahalat ‘Ied (Surah al-A’la dan al-Ghasyiyah).

5.    Jawaban Istikharah
Dalam hadist tersebut terkandung pengertian bahwa jawaban Istikharah terlihat dengan dimudahkannya urusan yang diminta dalam Istikharah. Selain itu para Ulama menasihatkan, agar seseorang  melakukan apa yang tampak sesuai keyakinannya. Hendaknya ia memutuskan pilihan yang diyakininya dengan pasti, baik itu disenangi oleh hatinya atau tidak.
Sebagian orang menanti jawaban istikharah melalui mimpi, atau melalui membuka Quran secara acak lalu mencoba mencari jawabannya melalui ayat yang tak sengaja terbuka, atau dengan butiran-butiran tasbih dan lain-lain. Semua ini tidak mempunyai landasan dalil dan hadist.

6.    Do’a Dipanjatkan Ba’da Salam
Hadits tersebut menunjukan bahwa do’a Istikharah dipanjatkan setelah salam, sebab, dalam hadist Jabir di atas dikatakan; “Jika salah seorang diantara kalian bertekad untuk melakukan sesuatu, maka hendaklah ia shalat dua raka’at di luar shalat wajib, kemudian hendaklah ia mengucapkan; . . . (do’a istikharah). Dzahir hadits tersebut menunjukan bahwa do’a diucapkan setelah shalat.

7.    Beberapa Catatan Tambahan tentang istikharah:
a.    Biasakan beristikahrah dalam segala urusan
b.    Selalulah berhusnudzan kepada Allah. Yakinlah bahwa yang terbaik adalah apa yang ditakdirkan oleh Allah. Percayalah bahwa ketika anda beristikharah maka Allah akan menuntun dan mengarahkan kepada kebaikan.
c.    Tidak boleh beristikharah dalam shalat fardhu.
d.    Jika anda dalam kondisi tidak boleh shalat (seperti sedang haidh bagi wanita) dan anda butuh istikharah, maka bersabarlah sampai masa haidh berlalu. Tetapi, jika perkara yang membutuhkan istikharah sangat penting dan mendesak, maka cukuplah anda membaca do’a istikahrah tanpa melakukan shalat. Karena wanita haidh tidak boleh shalat, tetapi boleh membaca do’a dan wirid.
e.    Boleh membaca do’a istikaharah sebelum atau setelah salam.
f.    Jika anda tidak hafal do’a istikharah, maka berusahalah untuk menghafalnya terlebih dahulu. Tetapi jika perkara yang membutuhkan istikharah sangat mendesak, maka boleh membacanya melalui catatan di secarik ketas. Dalam kondisi seperti ini sebaiknya do’a dibaca setelah salam.
g.    Jika belum jelas pilihan yang terbaik, maka boleh mengulangi istikaharah (Menurut Syekh al-Utsaimin sampai tiga kali).
h.    Jangan menambah dan mengurangi lafadz do’a yan terdapat dalam hadits.
i.    Jangan jadikan hawa nafsumu menghakimi dan menghukumi hasil istikharah.
Wallahu a’lam (Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Remaja Islam Al-Firdaus edisi 12)
Bahan Bacaan :
1.    Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul, Meneladani Shalat-shalat Sunnah Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam.
2.    http://www.saaid.net/bahoth/41.htm

Sabtu, 14 September 2013

Karena Amal inilah, orang biasa-biasa ini masuk surga... subhanallah.

Anas bin Malik ra berkata: "Kami pernah duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, lalu beliau bersabda: "Akan datang kepada kalian saat ini seorang dari penghuni surga". Tiba-tiba muncul seorang laki-laki dari kaum Anshor, bekas air wudhunya masih menetes di janggutnya, sambil menenteng kedua sandalnya dengan tangan kirinya. Keesokan harinya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda seperti kemarin. Lalu muncul orang tersebut seperti kemarinnya. Pada hari ketiga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda seperti itu pula, lalu muncul lagi orang tersebut persis seperti keadaannya pada hari sebelumnya.

Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit, Abdullah bin Amru radhiyallahu 'anhuma mengikuti orang itu lalu berkata kepadanya, :"Aku dimarahi oleh ayahku, lalu aku bersumpah tidak akan masuk kepadanya selama tiga hari. Jika engkau izinkan, maka aku akan tinggal di rumahmu". Orang itu menjawab: "Ya, boleh". Kemudian Abdullah radhiyallahu 'anhu bermalam bersamanya selama tiga malam berturut-turut. Anehnya ia tidak melihat orang tersebut shalat malam sedikitpun hingga datang waktu fajar. Hanya saja Abdullah berkata: "Akan tetapi aku tidak pernah mendengar orang itu berbicara kecuali yang baik-baik saja".

Setelah berlalu tiga malam dan hampir saja aku meremehkan amal-amalnya, aku pun berkata: "Wahai hamba Allah, sebenarnya antara aku dan ayahku tidak ada masalah, akan tetapi aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang engkau selama tiga kali, "Akan muncul kepada kalian sekarang ini salah seorang dari penghuni surga". Lalu engkaulah yang muncul selama tiga kali itu. Olehnya, aku ingin tinggal di rumahmu untuk melihat amalmu agar aku dapat mencontohnya. Sayangnya aku tidak melihat engkau melakukan suatu amal yang besar, maka apa sebenarnya yang membuat Rasulullah bersabda seperti itu?". Ia berkata: "Amalanku seperti apa yang engkau lihat". Ketika aku berpaling darinya, ia memanggilku dan berkata: "Amalku seperti apa yang engkau lihat, hanya saja aku tidak pernah menyimpan dalam hatiku kebencian terhadap seorang pun dari kaum muslimin dan aku tidak pernah mendengki seorang pun atas nikmat yang Allah berikan kepadanya". Maka Abdullah radhiyallahu 'anhu  berkata: "Nah inilah yang menyampaikanmu kepada surga tersebut'. (HR. Imam Ahmad, Nasai; dihasankan oleh Syaikh Nashiruddin al Albani).

Yah, amalannya biasa-biasa saja, namun ia tidak pernah menaruh dengki dalam hatinya. Tidak pernah matanya terpejam di malam hari melainkan setelah menghalalkan segala kesalahan kaum muslimin kepadanya, radhiallahu anhu. (Ustad Rapung Samuddin, Lc, MA dalam status facebooknya)

Jumat, 13 September 2013

Adab Kepada Allah (1)


a.    Ikhlas kepada Allah dalam melakukan amalan. Allah Ta'ala berfirman:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ [٩٨:٥]
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS al Bayyinah:5)

b.    Takut dan Waspada dari terjatuh kepada kesyirikan .Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ [٦:٨٨]
“. . . Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.   (QS Al-An’am : 88)

c.    Beribadah kepada –Nya dan menegakkan perintah-perintah-Nya sebagaimana yang Dia perintahkan.

d.   Mensyukuri nikmatnya kepadamu, Allah Ta’ala berfirman;
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ [١٤:٧]
Dan ingatlah tatkala Rabbmu memaklumkan,  sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (ni’mat) kepadamu, tetapi jika kamu Syirik niscaya Adzabku sangat pedih”. (QS Ibrahim: 7).
e.    Mengagungkan dan memuliakan-Nya serta mengagungkan Syai’r-syair-Nya Allah Ta’ala berfirman –sebagai celaan kepada orang-orang yang tidak mengagungkan Allah-:
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِه
Mereka tidak mengagungkan Allah Sebagaimana mestinya …… “ (QS  Al-An’am : 91).
(Bersambung insya Allah)