Selasa, 22 Oktober 2013

Remaja tanpa Krisis Identitas

MITOS besar itu adalah remaja merupakan masa krisis identitas. Kita manggut-manggut dan percaya, lalu memberi toleransi yang sebesar-besarnya terhadap berbagai perilaku yang tidak patut. Alasannya? Mitos lagi: remaja sedang mencari identitas diri. Lho, memangnya identitas mereka ketinggalan dimana? Jika hilang, apa sebabnya identitas diri mereka hilang begitu memasuki usia remaja? Jika mereka belum memiliki identitas diri yang jelas, pertanyaan serius yang perlu kita jawab adalah, “Apa saja yang kita kerjakan selama bertahun-tahun sehingga membiarkan anak-anak kita memasuki usia remaja tanpa memiliki identitas diri yang jelas?”

Apa akibat serius mempercayai mitos ini?
Pertama, kita abai terhadap keharusan menyiapkan anak-anak kita agar memiliki identitas diri yang kuat semenjak usia kanak-kanak. Kita abai karena menganggap belum masanya, sehingga mereka benar-benar mengalami krisis identitas saat memasuki usia remaja. Mereka mengalami krisis karena kita memang mengabaikan tanggung-jawab untuk menumbuhkan, menyemai dan menguatkan.

Kedua, tanpa identitas diri yang kuat, anak lebih mudah terpengaruh teman sebaya. Bukan bersibuk mengejar apa yang menjadi tujuannya karena ia memang belum memilikinya secara kuat. Ini pun menyisakan pertanyaan penting, yakni mengapa ada anak yang mudah terpengaruh oleh temannya, sementara yang lain justru menjadi sumber pengaruh.

Ketiga, dalam kondisi tak memiliki identitas diri yang kuat, remaja cenderung mengidentifikasikan diri dengan sosok yang dianggap besar. Inilah idolatry (pemujaan, pengidolaan). Siapa yang mereka idolakan? Tergantung kemana media membawa mereka dan apa yang paling membekas dalam diri mereka. Dan hari ini, media sedang bergerak menjadikan artis, atlet dan siapa pun menjadi idola. Kita tak mengenal mereka, kita tak mengetahui akhlaknya (atau justru sudah sampai pada tingkat tidak mau tahu), tetapi media menggambarkan mereka sebagai sosok luar biasa, sehingga remaja dapat mengalami histeria karena memperoleh apa-apa yang berhubungan dengan idola. Rasanya, “sesuatu banget” (gue banget).

Masalahnya adalah, orang-orang yang mereka idolakan itutidak memberi arah hidup yang jelas. Kita hanya memperoleh info sepotong-potong. Dan masalah yang jauh lebih serius, sosok tersebut bahkan tidak memiliki integritas pribadi yang dapat diandalkan. Apatah lagi kalau kita bertanya tentang keteguhan iman dan kelurusan aqidah….

Jadi, ada dua hal penting yang perlu kita benahi dalam diri kita dalam masalah remaja. Pertama, mengoreksi diri sendiri agar tidak menganggap remeh persoalan-persoalan yang muncul pada para remaja sebagai kewajaran. Kaidah pentingnya, tidak akan muncul masalah jika tidak ada yang salah. Begitu kita mengabaikan, maka kita tidak cepat tanggap sehingga persoalan dapat berkembang sedemikian jauh. Kita menganggap biasa persoalan yang seharusnya diselesaikan segera. Kedua, menyiapkan anak-anak memasuki masa remaja semenjak mereka masih kanak-kanak. Ini bukan terutama dengan memberi keterampilan atau mengasah kecerdasan. Tetapi yang jauh lebih penting adalah: membangun orientasi hidup yang jelas, tujuan hidup yang kuat serta orientasi belajar. Lebih lengkap lagi jika semenjak awal anak diajak untuk mengenali diri sendiri dan menerima sepenuhnya kelebihan maupun kekurangannya.

Hanya membekali anak dengan keterampilan dan kemampuan akademik maupun kesenian, tidak menjadikan mereka memiliki arah hidup yang jelas. Mereka tak mempunyai pegangan yang kokoh. Boleh jadi mereka cerdas, tapi tanpa orientasi yang kuat memudahkan mereka mengalami krisis kepribadian (salah satunya krisis identitas) begitu mereka memasuki masa remaja atau bahkan sebelum itu. Nah, mari kita bertanya, siapakah yang salah jika remaja bermasalah sementara kita hanya bekali mereka dengan keterampilan dan pengetahuan saja saat kanak-kanak?

Mengenali dan menerima sepenuhnya kelebihan dan kekurangan ini sangat penting bagi anak agar tidak minder tatkala berada di tengah-tengah teman sebaya. Jika pengenalan diri ini disertai dengan empati (dan ini perlu kita tumbuhkan dalam diri mereka, bukan hanya berharap) anak akan lebih mudah menghargai orang lain, ringan hati memberi tahniah (ucapan selamat) saat ada teman yang meraih prestasi, dan ringan langkah membantu temannya yang lemah. Dalam lingkup kelas, ini memudahkan pembentukan iklim kelas yang positif (positive classroom climate) dimana yang cemerlang akan berkembang, sementara yang lemah akan memperoleh dukungan dari teman sekelas untuk mengatasi kelemahannya. Mereka merasa menjadi “satu keluarga”. Inilah yang agaknya kerap terlalaikan dari sekolah-sekolah kita.

Pertanyaannya, bukankah buku-buku psikologi modern menyatakan bahwa krisis identitas sebagai keniscayaan? Ya. Dan inilah akibat arogansi Amerika yang menganggap fakta di negerinya sebagai realitas yang berlaku untuk warga seluruh dunia. Padahal di banyak negara, terutama negeri-negeri timur, remaja tidak mengalami itu. Yang menarik kita perhatikan, remaja di Timur Tengah tak mengalami krisis identitas sampai negeri mereka mengadopsi model pendidikan a la Amerika. Lebih lanjut, silakan baca buku The 50 Great Myths in Popular Psychology.

Empat Sebab Kenakalan
Di luar masalah krisis identitas, bisa saja remaja maupun anak-anak melakukan perilaku yang tidak patut secara sengaja. Ada empat sebab anak bertindak demikian.

Pertama, anak melakukan tindakan-tindakan tidak menyenangkan tersebut untuk memperoleh perhatian. Dalam hal ini, yang dapat kita lakukan adalah menunjukkan kepada mereka apa yang perlu mereka lakukan untuk memperoleh perhatian. Disamping itu, kita berusaha memberi perhatian yang memadai.

Kedua, anak bertingkah karena motif kekuasaan, yakni mereka bertingkah untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak dapat dipaksa. Anak semacam ini antara lain dapat “dikendalikan” antara lain dengan memberinya tanggung-jawab mengatur.

Ketiga, anak bertingkah sebagai balas dendam. Tindakan dilakukan untuk maksud menyakiti hati (orangtua atau guru) dan bahkan sampai ke taraf ingin mempermalukan. Anak tak peduli resiko yang dihadapi.

Keempat, anak bertingkah karena merasa dirinya tidak akan berhasil. Ia merasa pasti gagal. Maka, untuk menjadikan kegagalan (yang belum tentu menimpanya) sebagai hal yang wajar terjadi, ia justru nakal. Dalam hal ini, kenakalan terjadi untuk“menghindari kegagalan”.

Salah satu kunci untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengetahui secara tepat apa yang menjadikan anak melakukan kenakalan. Ada empat sebab, tetapi hanya ada satu yang benar-benar mendorong anak bertingkah tidak patut; apakah untuk mencari perhatian, kekuasaan, balas dendam atau menghindari kegagalan. Mengetahui sebabnya dengan pasti memudahkan kita mengambil langkah penanganan.

Alaa kulli haal, kitalah yang bertanggung-jawab mengantarkan anak-anak memasuki masa remaja dengan orientasi hidup yang jelas, tujuan hidup yang kuat serta orientasi belajar yang mantap. Jika anak-anak menampakkan gejala melakukan kenakalan, kita perlu berbenah agar anak tak salah arah.

Terakhir…. Ada satu pertanyaan serius. Anak-anak kita telah tampak kehebatannya saat usia TK atau SD kelas bawah. Mereka sudah pandai membaca dan terampil berhitung, di saat teman-temannya yang di Jepang dan berbagai negara lain bahkan belum mampu mengeja. Tetapi, mengapa para remaja di Jepang mencapai kegilaannya belajar setelah memasuki SLTA dan terutama saat kuliah? Sementara anak-anak di negeri kita yang semata wayang ini justru memperoleh kemerdekaan sebesar-besarnya setelah lulus SLTA. Sekolah menjadi penjara, sehingga kelulusan mereka rayakan dengan hura-hura! (Sumber: Tulisan Ustad Mohammad Fauzil Adhim motivator dan penulis buku-buku parenting/www.hidayatullah.com)

Minggu, 13 Oktober 2013

Anak Shaleh, Jalan Surga Orangtua


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ ِباللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
 
Allahu akbar, Allahu akbar la ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahilhamd
Kaum muslimin yang berbahagia!
Hari ini, kita kembali menjadi saksi betapa luasnya kasih-sayang Allah Azza wa Jalla kepada kita semua. Pagi hari ini, kita kembali merasakan betapa besarnya rahmat dan ampunanNya untuk kita semua.
Dosa demi dosa kita kerjakan nyaris sepanjang hari. Perintah demi perintahNya hampir kita abaikan setiap saat. Tapi lihatlah, Allah Azza wa Jalla yang Maha Pengasih itu tidak pernah bosan memberikan kesempatan demi kesempatan kepada kita untuk bertaubat dan kembali padaNya. Allah Azza wa Jalla yang Maha Penyayang itu tidak pernah menutup pintu ampunanNya yang luas.
Allahu akbar, Allahu akbar, la ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahilhmad
Kaum muslimin yang berbahagia!
Hari Raya Idul Adha adalah kisah tentang sebuah keluarga mulia yang diabadikan oleh Allah Azza wa Jalla untuk peradaban manusia. Itulah kisah keluarga Ibrahim ‘alaihissalam. Melalui kisah keluarga Ibrahim ‘alaihissalam itu, Allah Ta’ala ingin menunjukkan kepada kita betapa pentingnya posisi keluarga dalam membangun sebuah peradaban yang besar. Sebuah masyarakat yang bahagia dan sejahtera, tidak hanya di dunia, namun juga di akhirat.
Sebuah masyarakat tidak akan bisa menjadi bahagia dan sejahtera jika masyarakat itu gagal dalam membangun keluarga-keluarga kecil yang ada di dalamnya.
Dan jika kita berbicara tentang keluarga, maka itu artinya kita juga akan berbicara tentang salah satu unsur terpenting keluarga yang bernama: Anak. Dalam kisah keluarga Ibrahim ‘alaihissalam, sang anak itu “diperankan” oleh sosok Isma’il ‘alaihissalam.
Inilah sosok anak teladan sepanjang zaman yang kemudian diangkat menjadi seorang nabi oleh Allah Azza wa Jalla. Bahkan yang luar biasanya adalah melalui keturunan Isma’il ‘alaihissalam inilah kemudian lahir sosok nabi dan rasul paling mulia sepanjang sejarah manusia bahkan alam semesta, yaitu: Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam!
Allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahil hamd…
Kaum muslimin rahimakumullah!
Saya kira hampir semua dari kita mengikuti bagaimana anak-anak remaja kita yang bergabung dalam geng-geng motor mulai berani melakukan tindakan-tindakan anarkis yang tidak pernah diduga sebelumnya.
Kita semua juga nyaris menyaksikan setiap hari di sudut-sudut jalan raya, bagaimana anak-anak kita dieksploitasi dan diperalat menjadi anak jalanan, mengemis dan meminta-minta sambil mengisap lem dari balik bajunya yang lusuh dan kotor.
Saya kira kita juga tahu hasil-hasil survey mutakhir yang menunjukkan bagaimana jumlah ABG yang hamil di luar nikah terus meningkat dalam jumlah yang sangat memprihatinkan.
Dan itu semua barulah segelintir masalah dan problem anak-anak kita di masa kini… Wallahul musta’an.
Allahu akbar Allahu akbar La ilaha illaLlah Allahu akbar walillahilhamd…
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!
Harus kita akui dengan jujur bahwa salah satu penyebab utama terjadinya ini semua adalah orangtua itu sendiri. Tidak sedikit Orangtua yang terjebak dalam dua sikap ekstrem yang saling bertolak belakang: sikap yang memanjakan terlalu berlebihan dan sikap pengabaian yang menelantarkan anak-anak.
Ada orangtua yang menganggap bahwa kasih sayang kepada anak harus ditunjukkan dengan pemberian dan pemenuhan segala keinginannya. Bahkan ada juga orangtua yang memanjakan anak dengan segala fasilitas untuk mengangkat gengsinya sendiri sebagai orangtua!
Pada sisi yang lain, tidak sedikit orangtua yang tidak peduli dengan anak-anaknya. Atau menunjukkan kepedulian dengan melakukan kekerasan demi kekerasan kepada anak.
Karena itu, di hari yang penuh berkah ini, marilah kita berhenti sejenak, membuka hati untuk sejenak belajar dari ayahanda para nabi dan rasul, Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam. Belajar tentang betapa pentingnya nilai keluarga kita, tentang betapa pentingnya nilai seorang anak bagi orangtuanya di dunia dan akhirat.
Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar la ilaha illaLlahu Allahu akbar, Allahu akbar walillahil hamd…
Para ayah dan bunda yang dimuliakan Allah!
Pelajaran pertama dari kisah Ibrahim ‘alaihissalam adalah bahwa untuk mendapatkan anak yang shaleh, maka orangtua terlebih dahulu berusaha menjadi orang yang shaleh. Karena siap menjadi orangtua artinya siap menjadi teladan untuk keluarga, bukan sekedar memberi makan dan mencukupi kebutuhan anak.
Keberhasilan Ibrahim ‘alaihissalam mendapatkan karunia anak shaleh seperti Isma’il ‘alaihissalam adalah karena beliau sendiri berhasil mendidik dan membentuk dirinya menjadi seorang hamba yang shaleh. Allah Azza wa Jalla menegaskan:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
“Sungguh telah ada untuk kalian teladan yang baik dalam diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya.” (al-Mumtahanah: 4)
Pujian Allah Azza wa Jalla untuk Ibrahim ‘alaihissalam ini tentu saja didapatkannya setelah ia berusaha dan berusaha menjadi sosok pribadi yang dicintai oleh Allah Azza wa Jalla.
Pertanyaannya sekarang untuk kita semua adalah: siapakah di antara kita yang sejak awal menjadi orangtua sudah berusaha untuk belajar dan berusaha menjadi orangtua yang shaleh? Apakah kesibukan kita menshalehkan pribadi kita sudah menyamai kesibukan kita mengurus rezki dan urusan dunia lainnya?
Prof. DR. Abdul Karim Bakkar, seorang pakar pembinaan anak dan keluarga menegaskan: “Tarbiyah dan pembinaan keluarga yang kita capai itu adalah gambaran tentang bagaimana pembinaan pribadi kita sendiri!”
Allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illaLlahu Allahu akbar, Allahu akbar walillahilhamd
Ma’asyiral muslimin rahimahukumullah!
Pelajaran kedua dari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah jika ingin memiliki anak yang shaleh, maka bersungguh-sungguhlah meminta dan mencita-citakannya dari Allah Azza wa Jalla. Allah Ta’ala mengabadikan doa-doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tentang itu di dalam al-Qur’an:
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Tuhanku, karuniakanlah untukku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shaleh.” (al-Shaffat: 100)
رَبِّ  اجْعَلْنِى  مُقِيمَ الصَّلَوٰةِ  وَمِن  ذُرِّيَّتِى رَبَّنَا  وَتَقَبَّلْ  دُعَآءِ  
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku orang yang menegakkan shalat, juga dari keturunanku. Ya Tuhan kami, kabulkanlah doaku.” (Ibrahim: 40)
Kaum muslimin yang berbahagia!
Mungkin banyak di antara kita yang sekedar “mau” memiliki anak yang shaleh. Tapi siapa di antara kita yang sungguh-sungguh berdoa memintanya kepada Allah dengan kelopak mata yang berderai air mata? Siapa di antara kita yang secara konsisten menyelipkan doa-doa terbaiknya untuk keluarga dan anak-anaknya?
Allahu akbar, Allahu akbar La ilaha illaLlahu Allahu akbar wa lillahilhamd…
Jika kita memang sungguh-sungguh bercita-cita mendapatkan anak shaleh, maka kita harus berpikir dan berusaha sungguh-sungguh pula mencari jalannya, sama bahkan lebih dari saat kita bercita-cita ingin mempunyai penghasilan yang besar, rumah tinggal impian dan kendaraan idaman kita. Berikut ini beberapa hal yang sungguh-sungguh harus kita jalankan untuk mewujudkan impian “anak shaleh” tersebut:
Pertama, konsisten mencari rezki yang halal untuk keluarga:
Dalam pandangan Islam, apa yang dikonsumsi oleh tubuh manusia akan berpengaruh terhadap perilakunya. Karena itu, Islam mewajibkan kepada setiap orangtua untuk memberikan hanya makanan halal yang diperoleh melalui harta yang halal kepada anak-anak mereka. Bahkan nafkah yang halal untuk keluarga akan dinilai sebagai sedekah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا أَنْفَقَ عَلَى أَهْلِهِ كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً
“Sesungguhnya seorang muslim itu jika ia memberi nafkah kepada keluarganya, maka itu akan menjadi sedekah untuknya.” (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh al-Albani)
Usaha memberikan nafkah yang halal tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi orangtua. Dan untuk itu, kita harus selalu mengingat peringatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tantangan tersebut. Beliau bersabda:
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ أَمِنَ الْحَلاَلِ أَمْ مِنْ الْحَرَامِ
“Akan datang kepada manusia suatu zaman di mana seseorang tidak lagi peduli apa yang ia kumpulkan; apakah dari yang halal atau dari yang haram?” (HR. al-Bukhari)
Apakah kita termasuk yang disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini? Orang yang tidak peduli dari mana mengais dan membawa pulang nafkah untuk keluarga; apakah itu dari hasil suap, korupsi dan manipulasi seperti yang sekarang ini sedang menjadi trend sebagian pejabat di negeri ini?! Semoga saja tidak, karena nafkah yang tidak halal yang tumbuh menjadi daging dalam tubuh. Dan Rasulullah telah berpesan:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنَ السُّحْتِ، النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Tidak akan masuk surga daging tumbuh dari harta haram, karena neraka lebih pantas untuknya.” (HR. al-Tirmidzi dengan sanad yang shahih)
Allahu akbar, Allahu akbar, la ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahilhamd…
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!
Yang kedua, memberikan kasih sayang kepada anak tapi tidak memanjakannya:
Pada hari ini, seiring dengan perkembangan teknologi yang nyaris tak terbendung, kita sudah tidak aneh lagi melihat anak-anak yang dibekali oleh para orangtua dengan peralatan-peralatan komunikasi yang bisa apa saja, termasuk mengakses tayangan-tayangan pornografi.
Di samping dampak lain seperti kecanduan game dan semacamnya yang semakin merenggangkan hubungan komunikasi antara anak dan orangtua. Ini adalah satu contoh kasus di mana mungkin saja kita menganggap itu sebagai bukti kasih sayang kita kepada mereka.
Namun marilah memikirkan dengan jernih bahwa bukti cinta dan sayang kita yang sesungguhnya kepada mereka adalah dengan berusaha menyelamatkan mereka dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah diri dan keluarga kalian dari api nerakan yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (al-Tahrim: 6)
Apakah Anda rela membiarkan anak-anak Anda terpanggang di dalam kobaran api neraka? Apakah kita rela membiarkan anak-anak yang kita sayangi itu menjadi bahan bakar neraka Allah? Na’udzu billah min dzalik.
Kaum muslimin rahimakumullah!
Para ayah dan bunda yang berbahagia!
Selanjutnya yang ketiga adalah terus belajar dan belajar menjadi orangtua yang shaleh dan cakap:
Apakah kita sudah mengetahui semua panduan dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mendidik anak?
Apakah kita sudah memahami bagaimana menghadapi karakter anak kita yang berbeda-beda itu?
Kita tidak dilarang mempelajari konsep pendidikan anak dari siapa saja, tapi selalu ingat bahwa konsep pendidikan dan pembinaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang terbaik dan yang wajib untuk kita jalankan. Tentu saja kita tidak lupa untuk meneladani jejak para sahabat Nabi dan Ahlul bait beliau secara benar, dan tidak berlebih-lebihan.
Cobalah kita renungkan betapa banyaknya hal yang harus kita pelajari sebagai orangtua. Karenanya sesibuk apapun urusan dunia kita, kita harus menyediakan waktu untuk belajar menjadi orangtua yang shaleh dan cakap.  Itulah harga yang harus kita bayar untuk menyelamatkan keluarga kita dari kobaran api neraka yang membara.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahil hamd…
Kaum muslimin yang berbahagia!
Mengapa kita harus benar-benar serius merancang kehadiran anak shaleh di dalam rumah tangga kita? Menjawab pertanyaan itu, marilah merenungkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ: مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila seorang insan meninggal dunia, akan terputuslah seluruh amalnya kecuali dari 3 hal: dari sedekah jariyah, atau dari ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang berdoa untuknya.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh al-Albani)
Melalui hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa anak yang shaleh adalah investasi yang tak ternilai harganya. Anak yang shaleh adalah pelita yang tak padam meski kita telah terkubur dalam liang lahat. Anak yang shaleh adalah sumber pahala yang tak putus meski tubuh kita telah hancur berkalang tanah.
Sebaliknya, anak-anak yang tidak shaleh kelak akan menjadi sumber bencana bagi kehidupan kita para orangtua di akhirat, wal ‘iyadzu biLlah.
Allahu akbar, Allahu akbar walillahil hamd…
Kaum muslimin yang berbahagia!
Namun jika kita merasa gagal setelah mengerahkan upaya sungguh-sungguh untuk menghadirkan sosok anak shaleh dalam rumah kita, janganlah kita berputus asa kepada Allah Azza wa Jalla. Dalam kondisi putus asa seperti itu, kita harus belajar dari kesabaran dan keteguhan Nabi Nuh ‘alaihissalam yang terus mengajak anaknya ikut bersamanya, meski kemudian anaknya memilih untuk durhaka kepada Allah Ta’ala hingga akhir hayatnya.
Kesabaran juga hal paling mendasar yang harus kita miliki dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Maraknya kasus perceraian adalah bukti bahwa banyak orangtua yang egois memikirkan dirinya sendiri dan lupa bahwa anak-anak sangat membutuhkan sebuah keluarga yang utuh. Karenanya, bersabarlah karena Allah selalu bersama dengan orang-orang yang sabar.
Selanjutnya kepada para pemilik dan pelaku media, ingatlah bahwa media-media yang Anda miliki dan kelola telah terbukti sebagai alat paling efektif  menyampaikan kebaikan dan keburukan. Ingatlah, jika Anda mencari nafkah dengan cara menyebarkan nilai-nilai kebatilan melalui media, maka itu akan menjadi nafkah haram untuk diri dan keluarga Anda.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!
Sebelum mengakhiri khutbah ini, marilah sejenak kita menyimak panduan singkat menunaikan ibadah kurban kita hari ini hingga 3 hari ke depan.
Hewan yang dapat dikurbankan adalah domba yang genap berusia 6 bulan, kambing yang genap setahun, sapi yang genap 2 tahun. Syaratnya, hewan kurban tidak boleh memiliki cacat atau penyakit yang bisa berpengaruh pada dagingnya, jumlah maupun rasanya, misalnya: kepicakan pada mata, kepincangan pada kaki dan penyakit pada kulit, kuku atau mulut.
Seekor domba atau kambing hanya mencukupi untuk kurban satu orang saja, sedangkan seekor sapi boleh berserikat untuk tujuh orang, kecuali berserikat pahala maka boleh pada semua jenis tanpa batas. Sebaiknya pemilik kurban yang menyembelih sendiri hewan kurbannya, tetapi bisa diwakilkan kepada penjagal, dengan syarat seorang muslim yang menjaga shalatnya, mengetahui hukum-hukum menyembelih dan upahnya tidak diambilkan dari salah satu bagian hewan kurban itu sendiri, kulit atau daging, meskipun dia juga bisa mendapat bagian dari hewan kurban sebagai sedekah atau hadiah.
Waktu penyembelihan hewan kurban adalah seusai pelaksanaan shalat Idul Adha hingga tiga hari tasyriq setelahnya. Pembagian hewan kurban yang telah disembelih dapat dibagi tiga bagian, sepertiga buat pemiliknya, sepertiga buat hadiah dan sepertiga buat sedekah kepada fakir miskin. Pahala yang kita peroleh sangat bergantung pada keikhlasan niat kita dalam menunaikan ibadah kurban ini.
Allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahil hamd…
Di penghujung khutbah ini, marilah sejenak kita menundukkan jiwa dan hati untuk menyampaikan doa-doa kita kepada Sang Maha mendengar, Allah Azza wa Jalla. Semoga doa-doa itu terhantarkan ke sisi Allah Ta’ala bersama dengan ibadah kurban yang kita tunaikan hari ini.
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسوله الأمين و على آله وصحبه والتابعين،
اللَّهُمَّ إِنَّا نَحْمَدُكَ بِأَنَّكَ أَهْلٌ أَنْ تُحْمَد وَنَشْكُرُكَ بِأَنَّكَ أَهْلٌ أَنْ تُشْكَر وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ فَإِنَّكَ أَنْتَ أَهْلُ الْمَجْدِ وَالثَّناَءِ ،
رَبَّناَ ظَلَمْناَ أَنْفُسَناَ ظُلْماً كَثِيْراَ وَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ فَاغْفِرْ لَناَ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْناَ إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَحِيْم
Ya Allah, Engkaulah Tuhan yang menciptakan kami, Engkaulah satu-satuNya yang berhak untuk kami sembah…Hari ini kami datang mengetuk pintu ampunanMu. Hari ini kami hadir bersimpuh dengan peluh-peluh dosa yang melekat di tubuh kami yang lemah ini. Ya Allah, betapa kami sering lupa bahwa kehidupan dunia ini sangat singkat, hingga kami pun jatuh dan jatuh lagi dalam kedurhakaan terhadap perintahMu. Ya Allah, ampunilah kami, ampunilah kami, ampunilah kami. Ya Allah, jika Engkau menutup pintu ampunanMu yang agung, kepada siapa lagi kami harus mencari ampunan…
Ya Allah, ya Rabbana, dari bumi khatulistiwa ini, perkenankan doa kami untuk saudara-saudara muslim kami yang terjajah dan tertindas di berbagai belahan bumiMu. Ya Rabbana, berikan keteguhan dan kesabaran kepada saudara-saudara kami di Syiria, Mesir, Palestina, Irak, Myanmar dan di manapun mereka yang tertindas… Kerahkan bala tentaraMu di alam semesta ini untuk meluluhlantakkan para penindas mereka sehancur-hancurnya… Lindungilah kehormatan mereka… Jadikan mereka yang gugur sebagai syuhada’ yang selalu hidup di sisiMu… Segerakan pertolonganMu untuk mereka, Ya Rabbal ‘alamin…
Ya Allah, ya Rabbana, di sisa-sisa hidup kami ini, berikanlah kekuatan kepada kami untuk selalu berbakti dan menjadi anak yang shaleh untuk ayah-bunda kami. Jika mereka masih hidup, izinkanlah kami untuk berkhidmat dan melayani mereka dengan sebaik-baiknya di sisa-sisa usia mereka… Jika ayah-bunda kami telah tiada, maka izinkanlah kami untuk menjadi sisa-sisa kebaikan mereka yang terus-menerus menjadi ladang kebaikan penerang alam kubur mereka… Ya Allah, ampuni, ampuni, ampuni durhaka kami kepada ayah-bunda kami…
Ya Allah, ya Rabbana, berikan kami kekuatan dan kemampuan untuk menjadi orangtua yang terbaik untuk putra-putri kami… Hanya Engkau satu-satuNya yang dapat memberikan kekuatan untuk mendidik mereka dengan sebaik-baiknya… Ya Allah, jadikan anak-anak kami sebagai penyejuk hati kami, yang selalu mendoakan kami saat kami sendiri dalam kegelapan alam kubur… Ya Allah, karuniakan kepada kami anak-anak yang mencintai al-Qur’an dan Sunnah NabiMu…
Ya Allah, selamatkan negeri ini dari pemimpin-pemimpin yang zhalim… Selamatkan negeri ini dari kerakusan para koruptor yang tidak bertanggung jawab… Karuniakan untuk kami para pemimpin yang adil dan mencintai SyariatMu… Izinkan kami untuk menikmati indahnya negeri ini di bawah naungan SyariatMu yang Maha Adil…
Ya Allah, Zat Yang Maha Mengabulkan doa kabulkanlah doa kami, penuhilah permintaan kami, kamilah hamba-Mu yang lemah, harapan kami hanya kepadaMu, Engkau Maha Mendengar, Engkaulah Penguasa satu-satunya Yang Haq, Engkaulah sebaik-baik Pemberi yang diharap.

رَبَّناَ لاَ تُزِغْ قُلُوْبَناَ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَناَ وَهَبْ لَناَ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَاْلحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .
********
* Naskah Khutbah Seragam Idul Adha 1434 H dikeluarkan oleh Dewan Syariah DPP Wahdah Islamiyah

Jumat, 04 Oktober 2013

3 Amalan Terafdhal

Serial Arbau’una Haditsan Fi Birril walidain
Hadits I

عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال : سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم : أي العمل أحب إلى الله ؟ قال : " الصلاة على وقتها " . قلت : ثم أي ؟ قال : " بر الوالدين " . قلت : ثم أي ؟ قال : " الجهاد في سبيل الله "      متفق عليه


Dari ‘Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, ‘Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan apa yang paling dicintai oleh Allah?’ Beliau bersabda, “Shalat –tepat- pada waktunya”. Aku [Ibn Mas’ud] bertanya, ‘kemudian apa?’ Beliau menjawab, “Birrul walidain”. Aku bertanya, ‘kemudian apa?’ Beliau berkata, “jihad fi sabilillah”. (Muttafaq ‘alaihi).

Pelajaran Hadits:
1.    Hadist ini menunjukan bahwa birrul walidain termasuk amalan paling afdhal setelah shalat fardhu yang merupakan rukun islam yang paling agung. Al-birr artinya berbuat baik kepada keduanya melalui perkataan, perbuatan, dan harta sesuai kemampuan.
2.    Birrul walidain didahulukan daripada jihad fi sabilillah, selama jihad belum menjadi fardhu ‘ain kepada setiap Muslim dengan masuknya musuh ke dalamnegeri Islam. Jika musuh telah menyerang negeri Islam dan jihad menjadi fardhu ‘ain kepada semua kaum Muslimin dalam negeri itu, maka jihad lebih dikedepankan dari birrul walidain.
3.    Anjuran untuk birrul walidain, dan bahwa ia merupakan amalan paling afdhal yang seorang hamba mendekatkan dirinya kepada Allah.
(Sumber: Arbau’una Haditsan Fi Birril walidain, Karya Nashir ibn Hamid al-Suhaji)