tag:blogger.com,1999:blog-86279927811011203422024-03-12T17:59:17.550-07:00Wahdah Islamiyah MunaMUNA-WIhttp://www.blogger.com/profile/13164645042757109207noreply@blogger.comBlogger309125tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-56566828860182024792020-08-01T21:28:00.000-07:002020-08-01T21:28:57.169-07:00Enam Prinsip Pendidikan Karakter IslamiOleh: Erma Pawitasari (Kandidat Doktor Pendidikan Islam UIKA Bogor) <br />
<br />Pendidikan karakter adalah sesuatu yang baik. Dalam Islam, karakter identik dengan akhlaq, yaitu kecenderungan jiwa untuk bersikap/bertindak secara otomatis. Akhlaq yang sesuai ajaran Islam disebut dengan akhlaqul karimah atau akhlaq mulia (Mohamed Ahmed Sherif, Ghazali’s Theory of Virtue, 1975), yang dapat diperoleh melalui dua jalan. Pertama, bawaan lahir, sebagai karunia dari Allah. Contohnya adalah akhlaq para nabi. Kedua, hasil usaha melalui pendidikan dan penggemblengan jiwa (SM Ziauddin Alavi, Muslim Educational Thought in The Middle Ages, 1988). <br />
<br />Berdasarkan pengkajian penulis terhadap konsep akhlak Islam yang berlandaskan nash al-Quran dan hadits Nabi serta konsep karakter dalam tradisi empiris-rasional Barat, program pendidikan karakter yang baik seyogyanya memenuhi enam prinsip pendidikan akhlaq, yaitu:<br />1. Menjadikan Allah Sebagai Tujuan<br />Perbedaan mendasar antara masyarakat sekular dengan Islam terletak pada cara memandang Tuhan. Masyarakat sekular hanya mengimani “ide ketuhanan” karena ide ini berpengaruh baik bagi perilaku manusia. Mereka tidak ambil pusing apakah yang diimani benar-benar wujud atau sekedar khayalan (Muhammad Ismail, Bunga Rampai Pemikiran Islam, 1993). Sebuah penelitian menunjukkan, 80% responden menyatakan bahwa mencuri tetap salah sekalipun diperintahkan Tuhan (Larry Nucci, Handbook of Moral and Character Education, 2008). Kaum secular mengurung agama dalam interpretasi kemanusiaan. Agama versi sekular tidak dapat menjelaskan keajaiban yang dialami Nabi Ibrahim tatkala menerima wahyu untuk menyembelih putranya.<br />Islam mengimani Allah sebagai Tuhan yang wujud sehingga ketaatan kepadaNya menjadi mutlak. Islam bukanlah agama sekular yang memasung agama dalam dinding kehidupan privat. Agama tidak diakui sekedar diambil manfaatnya. Agama merupakan penuntun kehidupan dunia menuju keridhaan Allah. “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” [QS. al-Dzaariyaat 56]<br /> Keridhaan Allah merupakan kunci sukses kehidupan. Ilmu, kecerdasan, maupun rizki hanya mungkin dicapai apabila Allah menganugerahkannya kepada manusia (Zibakalam-Mofrad, 1999; Alavi, 1975). Untuk menggapai keridhaan Allah inilah, manusia wajib menghiasi diri dengan akhlaq mulia (Sherif, 1975). <br />2. Memperhatikan Perkembangan Akal Rasional<br />Perilaku manusia dipengaruhi oleh pengetahuan dan pemahamannya tentang hidup (an-Nabhani, 2002). Pendidikan karakter tidak akan membawa kesuksesan apabila murid tidak memahami makna-makna perilaku dalam kehidupannya. Untuk itu, Islam sangat menekankan pendidikan akal. Allah Swt menyebutkan keutamaan orang-orang yang berpikir dan mempunyai ilmu dalam berbagai ayat, salah satunya adalah QS. at-Thariq [86] ayat 5 (yang artinya): Maka hendaklah manusia memperhatikan (sehingga memikirkan konsekuensinya) dari apakah dia diciptakan?<br />Akal adalah alat utama untuk mencapai keimanan. Akal harus diasah dengan baik sehingga manusia memahami alasan perilaku baiknya. Pada tahap awal pendidikan, anak-anak memerlukan doktrinasi. Orang tua tidak boleh membiarkan mereka memukul teman atau bermain api walaupun mereka belum memahami alasan pelarangan itu. Namun, sejalan dengan usia, akal manusia mulai mempertanyakan alasan rasional. Keingintahuan ini tidak boleh diabaikan. Salah satu cara untuk mengasah akal adalah dengan perumpamaan dan dialog (Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, 1995). Rasulullah Saw sering melakukan dialog dengan para sahabatnya dalam rangka mengasah kemampuan akal mereka. Salah satunya tergambar dalam hadist berikut: “Apakah pendapat kalian, jika sebuah sungai berada di depan pintu salah satu dari kalian, sehingga ia mandi darinya sehari lima kali; apakah akan tersisa kotoran pada badannya?” Para sahabat menyahut, “Tidak sedikit pun kotoran tersisa pada badannya.” Nabi melanjutkan, “Demikianlah seperti shalat lima waktu, dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan.” [HR. Muslim]<br />Dialog antara pendidik dan anak didik harus selalu dipelihara. Pendidik harus cerdas sehingga mampu mengimbangi pertanyaan-pertanyaan dari anak didik. Pendidik memberikan kesempatan kepada anak didik untuk memikirkan persoalan yang dihadapi dan mengarahkannya pada solusi Islam. <br />3. Memperhatikan Perkembangan Kecerdasan Emosi<br />Perilaku manusia banyak terpengaruh oleh kecenderungan emosinya (Elias dkk, 2008; Narvaez, 2008). Pendidikan karakter yang baik memperhatikan pendidikan emosi, yaitu bagaimana melatih emosi anak agar dapat berperilaku baik. Penelitian menunjukkan bahwa program pendidikan karakter yang efektif harus disertai dengan pendidikan emosi (Elias dkk, 2008; Kessler & Fink, 2008). <br />Ketika seorang pemuda datang meminta ijin berzina, Rasulullah Saw tidak menghardik pemuda ini atas kegagalannya memahami larangan zina secara kognitif. Nabi Saw menyentuh faktor emosinya dengan mengatakan, “Sukakah dirimu jika seseorang menzinai ibumu?” Sang pemuda menjawab, tidak. Maka Nabi mengatakan, “Sama, orang lain juga tidak suka ibunya kamu zinai. Sukakah dirimu jika seseorang menzinai putrimu?” Sang pemuda terkejut dan secara tegas menolaknya. Nabi Saw melanjutkan, “Sama, orang lain juga tidak suka jika putrinya kamu zinai.” Nabi Saw memahami gejolak sang pemuda dan memilih menyentuh faktor emosinya. Sang pemuda diarahkan untuk merasakan bahwa apa yang hendak dilakukannya akan menyakiti orang lain.<br />Pembangunan kecerdasan emosi juga Rasulullah Saw lakukan melalui upaya meningkatkan kedekatan hamba kepada Allah Swt. Disebutkan dalam sebuah hadits qudsi: “Jika seorang hamba bertaqarrub kepadaKu sejengkal, Aku mendekatinya sehasta. Jika ia mendekatiKu sehasta, Aku medekatinya sedepa. Jika ia mendekatiKu dengan berjalan, maka Aku mendekatinya dengan berlari.” (Shahih Bukhari)<br />Kecerdasan emosi anak didik harus mendapatkan perhatian. Emosi anak yang ditekan dapat menjadikan anak tumbuh sebagai individu yang masa bodoh (al-Naqib, 1993). Kehebatan akal yang tidak didukung dengan kecerdasan emosi menyebabkan manusia melakukan tindakan spontan yang bertentangan dengan rasional dan nilai-nilai akhlaq.<br />4. Praktik Melalui Keteladanan dan Pembiasaan<br />Lingkungan masyarakat yang mempraktikkan akhlaqul karimah merupakan bentuk keteladanan dan pembiasaan terbaik. Penelitian menyebutkan bahwa perilaku anak lebih ditentukan oleh lingkungannya daripada kondisi internal si anak (Leming, 2008). Keteladanan dan pembiasaan merupakan faktor utama dalam mengasah kecerdasan emosi (Narvaez, 2008).<br />Dalam mendidik karakter umat Islam, Rasulullah Saw menjadikan dirinya suri teladan terlebih dahulu sebelum menuntut umatnya mempraktikkannya. Prinsip inilah yang harus dipegang teguh oleh para pendidik. Bahkan, para teladan harus menunjukkan kebaikan yang lebih besar dari apa yang dituntut atas anak-anak sehingga anak-anak menjadi lebih termotivasi dalam menjalankan kebaikan.<br />Keteladanan Rasululullah Saw ditegaskan Allah Ta’ala dalam firmanNya di Surat al-Ahzab ayat 21: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.<br />Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam selalu berpegang teguh kepada perilaku terpuji sesuai ajaran Islam, sehingga Aisyah ra. menyatakan: “Akhlaq Rasulullah Saw adalah (sesuai) al-Qur’an.” (HR. Muslim)<br />Selain memberikan keteladanan, Rasulullah Saw menyuruh para orang tua untuk membiasakan anak-anak menjalankan perintah agama sejak kecil, walaupun mereka baru terkena beban agama setelah baligh. Dalam sebuah hadist Nabi Saw bersabda: “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah mereka apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud & al-Hakim)<br />Rasulullah Saw memberikan keteladanan sekaligus membiasakan perbuatan baik melalui penerapan Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Larangan zina, misalnya, didukung dengan langkah-langkah untuk menjauhkan manusia dari berzina, seperti larangan untuk berdua-duaan, kewajiban untuk menutup aurat, serta pelaksanaan hukuman bagi pelaku zina. <br />5. Memperhatikan Pemenuhan Kebutuhan Hidup<br />Karakter tidak dapat dilepaskan dari pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Seseorang yang beristri lebih mudah untuk menghalau keinginan berzina daripada mereka yang membujang. Seseorang yang kenyang akan terhindar dari mencuri makanan. Tindakan kriminalitas sering terjadi akibat tekanan kebutuhan.<br />Islam memerintahkan negara untuk menjamin kebutuhan pokok masyarakat. Apabila seseorang tidak mampu mendapatkan pekerjaan sendiri, maka negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan untuknya. Apabila seseorang tidak mampu bekerja (cacat, tua, gila, dsb) maka Islam mewajibkan keluarganya untuk menanggung hidupnya. Apabila keluarganya tidak mampu atau tidak memiliki keluarga, maka Islam mewajibkan negara untuk mengurusi segala keperluannya (Abdul Aziz Al-Badri, Hidup Sejahtera dalam Naungan Islam, 1995). Rasulullah Muhammad Saw bersabda: “Barangsiapa mati meninggalkan harta, maka itu hak ahli warisnya. Dan barangsiapa mati meninggalkan keluarga yang memerlukan santunan, maka akulah penanggungnya.” (HR. Muslim)<br />Jaminan atas kebutuhan dasar hidup memberikan rasa aman bagi tiap-tiap individu dalam masyarakat. Masyarakat tidak lagi perlu khawatir biaya sekolah anak cucunya sehingga menumpuk harta melebihi kebutuhannya, bahkan dengan cara-cara tidak halal. Masyarakat lebih rela mengantri apabila ada jaminan bahwa mereka yang mengantri tidak akan kehabisan sembako, tiket, atau kursi. Penumpang pesawat terbang bersedia mengantri dengan tertib karena jatah kursinya sudah terjamin. Penumpang kereta ekonomi tidak mau mengantri karena mereka harus berebut kursi. <br />
<br />6. Menempatkan Nilai Sesuai Prioritas<br />Pendidikan karakter seringkali tidak efektif karena ada perbedaan prioritas dalam memandang nilai. Ada seorang siswa laki-laki sekolah menengah trauma ke sekolah akibat digundul secara paksa oleh gurunya. Perbedaan persepsi rambut panjang bahkan pernah berujung menjadi tawuran antara orang tua murid dengan guru <br />Islam memiliki konsep prioritas perbuatan, yang terbagi dalam 5 (lima) kategori, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Penilaian moralitas tidak terlepas dari kelima tingkatan prioritas ini. Islam tidak melarang laki-laki berambut panjang, namun mewajibkan merapikan dan menjaga kebersihannya (Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 1, 2011). Dalilnya adalah kisah Abu Qatadah ra. yang memiliki rambut panjang dan menanyakan kebolehannya kepada Nabi. Beliau Saw menyuruhnya untuk merapikan dan menyisirnya setiap hari.<br />Pendidik wajib mengetahui kedudukan tiap-tiap perbuatan sebelum mengambilnya sebagai aturan kedisiplinan. Dalam wilayah yang sunnah, mubah, dan makruh, apabila ada hal yang ingin dijadikan aturan kedisiplinan, maka pendidik harus mengkomunikasikan dan mengikutsertakan anak-anak dalam membuat keputusan sehingga mereka memaklumi manfaat aturan tersebut bagi kelangsungan komunitas dan menjalankannya secara bersungguh-sungguh. <br />Demikianlah enam prinsip pendidikan karakter. Keenam prinsip ini harus dipenuhi agar pendidikan karakter dapat mencapai kesuksesan.*<br /><br />Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-6045662363179725072017-10-07T20:20:00.000-07:002017-10-07T20:20:01.751-07:00Iman & Cinta Rasul<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mencintai Nabi Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam </i>merupakan bagian dari iman. Bahkan termasuk prasyarat meraih kesempurnaan iman. Artinya tidak akan sempurna keimanan seseorang hingga ia menempatkan cinta Rasul sebagai cinta tertinggi. Takkan sempurna Iman seorang hamba sebelum menjadikan Rasul sebagai sosok yang paling ia cintai melebih kecintaan pada segala sesuatu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah tegaskan hal ini melalui sabdanya;</div>
<h4 style="text-align: right;">
[والذي نفسي بيده لايؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من نفسه وماله وولده والناس أجمعين”. [البخار </h4>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“<i>Demi Dzat yang jiwaku berada di Tanga-Nya, tidak beriman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya melibihi (cintanya) pada diri, harta, dan anaknya, serta seluruh manusia</i>” (HR. Bukhari). </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hadits di atas menunjukan bahwa bukti iman adalah mencintai nabi Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam </i>mebilihi kecintan terhadap diri, harta, anak serta apa dan siapapun dari kalangan manusia. Orang beriman yang sejati selalu menempatkan cinta kepada Rasul pada posisi cinta tertinggi. Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyebut cinta kepada Rasul sebagai kewajiban yang harus ditunaikan setiap Muslim terhadap Rasul. Sebab hal itu merupakan hak beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana ditunjukan oleh firman Allah Ta’ala dalam surah At-Taubah ayat 24;</div>
<h4 style="text-align: right;">
<div style="text-align: right;">
﴿ قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فتَرَبَّصُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لًا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ ﴾ (سورة التوبة، الآية 24). </div>
</h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik</i>. (QS: At-Taubah Ayat: 24) </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“<i>Ayat yang mulia ini merupakan dalil paling agung yang menunjukan wajibnya mencintai Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta mendahulukan kecintaan pada keduanya atas segala sesuatu</i>”, demikian dikatakan Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah dalam kitab Tafsirnya <i>Taisir Karimirrahman fi Tafsir Kalamil Mannan</i> (hlm.332). </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selain itu, menurut Syekh As Sa’di, “<i>Ayat ini juga menunjukkan ancaman keras (wa’id syadid) dan celaan yang keras terhadap orang yang lebih mencintai hal-hal yang disebutkan dalam ayat tersebut (ayah, anak, saudara, istri-suami, harta kekayaan, aset bisnis, rumah) dari Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan-Nya</i>”. (hlm.332).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perkatan Syekh As-Sa’di di atas senada dengan pendapat ahli Tafsir lainnya karena tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama tentang maksud ayat tersebut. “Dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan wajibnya mencintai Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama dalam masalah ini. Dan yang demikian itu harus lebih didahulukan di atas segala sesuatu yang dicintai”, jelas Imam Al-Qurthubi. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahkan takkan pernah sempurna iman seorang hamba selama ia masih lebih mencintai dirinya, anak, dan orang tuanya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Amirul Mu’minin Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; Wahai Rasulullah; sungguh, engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu, kecuali diriku (artinya Umar masih lebih mencintai dirinya dari Nabi. Tapi beliau masih lebih mencintai Nabi dari orang lain). “Tidak”, kata Rasul. “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya (demi Allah), (anda tidak beriman) hingga aku lebih kau kamu cintai dari dirimu”, lanjut Rasul. “Sekarang engkau sungguh lebih aku cintai dari diriku”, kata Umar. Nabi mengatakan, “Sekarang (telah benar cintamu padaku) wahai Umar”. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kecintaan pada Rasul akan menjadi sebab berkumpul bersama beliau di surga kelak. Karena setiap orang akan dikumpulkan bersama yang dicintainya. Seorang pria datang kepada Nabi bertanya tentang ‘kapan’ kiamat. Tapi Rasulullah balik bertanya kepada pria itu. “Apa yang anda siapkan untuknya?” “Tidak ada apa-apa, kecuali cintaku kepada Allah dan Rasul-Nya”, jawab pria itu. “anda akan bersama dengan yang anda cintai”, janji Rasul. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ini merupakan keutamaan yang agung. Kita dapat dikumpulkan bersama Nabi di surga meski tidak mampu beramal seperti beliau. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan, beliau sangat bahagia dan senang mendengar, “setiap orang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya”. “saya tidak dapat beramal seperti Rasulullah, Abu Bakar dan Umar”, aku Anas.”Tapi dengan cintaku pada mereka, aku berharap dapat dikumpulkan bersama mereka di surga nanti”, harapnya. Hal yang sama diungkapkan pula oleh Imam Syafi’i rahimahullah. Beliau mengatakan;</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mencintai para shalihin, meski aku tidak termasuk (bagian) dari mereka</div>
<div style="text-align: justify;">
Semoga dengan cintaku pada mereka, aku peroleh syafa’at. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika manusia sealim dan se-shaleh Anas bin Malik dan Imam Syafi’i masih berharap syafa’at melaui cinta pada orang Shaleh, maka orang sekelas kita lebih butuh lagi. Oleh karena itu, mari tumbuhsuburkan kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabanya serta orang-orang shaleh lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu dengan Apa dan Bagaimana Membuktikan Cinta Kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Diantaranya; </div>
<div style="text-align: justify;">
<i><b>Pertama</b></i>; Membenarkan (tashdiq) berita dan informasi yang Nabi kabarkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<i><b>Kedua</b></i>, Mentaati perintahnya, </div>
<div style="text-align: justify;">
<i><b>Ketiga</b></i>, Meniggalkan larangannya,</div>
<div style="text-align: justify;">
<i><b>Keempat</b></i>, Tidak beribadah kepada Allah melainkan dengan mengikuti syariat dan sunnahnya. </div>
<div style="text-align: justify;">
Keempat poin tersebut tercakup dalam Ittiba’ (mengikuti) dan iqtida (meneladani) Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam.</i> </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Ditulis kembali dari tulisan yang pernah dipublish di: http://wahdah.or.id/kewajiban-mencintai-rasulullah-shallalahu-aaihi-wa-sallam, pada tanggal 9/1/2015. /) </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-88494088962936229772015-04-29T01:13:00.001-07:002015-04-29T01:14:24.876-07:00Larangan Menyuruh Seseorang Berdiri Dari Tempat Duduknya<h3 style="text-align: right;">
عن ابن عمر رضي الله عنهماو قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (( لايقيم الرجلُ الرجلَ مِن مجلِسهِ ثم يجلس فِيهِ, ولكِن تفسحوا وتوسعوا)) متفق عليه</h3>
<div style="text-align: justify;">
<b>Terjemahan Hadits:</b><br />
Dari Ibnu Umar <i>radhiyallahu ‘anhuma</i>, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam </i>bersabda, “<i>Janganlah seseorang menyuruh orang lain berdiri dari tempat duduknya, lalu ia duduk di tempat tersebut. Tetapi hendaknya kalian melapangkan dan memperluas –majelis</i>-” (Muttafaq ‘alaih)</div>
<br />
<h3 style="text-align: right;">
ما يستفاد من الحديث</h3>
<b>Pelajaran Hadits:</b><br />
<br />
<h3 style="text-align: right;">
إنّ من سبق في مجلس مباح فهو أحق به ويحرم على غيره أن يقيمه منه, إلا من سبق إلى موضع ثم قام لحاجة وقعد فيه آخَر فله أن يقيمه من ذلك الموضع, لكن ينبغي للقائم أن يضع علامةً في مجلسه حتى تدل على حجزه ذلك المكان, وإذا قام الجالس بنفسه فلا حرج, لكن الأولى تركه تورعا.</h3>
<br />
Siapa yang lebih dahulu sampai di tempat yang mubah, maka ia berhak duduk di tempat itu, dan haram bagi orang lain (yang datang belakangan) mengusirnya dari tempat duduk tersebut. Kecuali jika seseorang lebih dulu tiba di suatu tempat, lalu ia berdiri karena hajat (keperluan) tertentu dan tempat itu diduduki orang lain, maka yang datang pertama berhak menyuruh pindah orang yang menempati tempat tersebut. Tetapi yang lebih dulu datang lalu berdiri hendaknya meletakkan tanda di tempat duduknya yang menunjukan tempat itu sudah ditempatinya. Jika seseorang yang duduk bangkit dengan sendirinya, maka tidak masalah. Tapi tidak menempati tempat kosong yang pernah diduduki orang lain lebih utama sebagai bentuk sikap wara’.<br />
<br />
(Sumber: <i>Tuhfatul Kiram Syarh Bulughil Maram, Kitabul Jami’ Bab Adab</i>, halaman: 587, karya Syekh. DR. Muhammad Luqman As-Salafi hafidzahullah, terbitan Darud Da’i Lin Nasyri Wat Tauzi’ Riyadh Bekerjasama dengan Pusat Studi Islam Al-Allamah Ibn Baz India, Tarjamah: Syamsuddin Al-Munawiy)<br />
<br />
<br />
<br />Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-20598173535840886172015-03-04T12:02:00.000-08:002015-03-04T12:02:13.973-08:00Urusan Dunia Lihat Kebawah, Jangan Ke Atas<div style="text-align: justify;">
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda; </div>
<h4>
انظروا إلى من هو أسفل منكم ولا تنظروا إلى من هو فوقكم فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم (متفق عليه</h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>“Lihatlah kepada orang yang berada di bawah kalian, dan jangan melihat kepada orang yang berada di atas kalian. Karena hal itu dapat menjadikan kalian tidk meremehkan nikmat Allah kepada kalian”. </i>(Muttafaq ‘alaih). </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>Pelajaran Hadits</b>:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Hadits ini merupakan dalil tentang kewajiban mensyukuri nikmat Allah ‘<i>Azza wa Jalla </i>dan anjuran untuk bersikap qana’ah. Dan untuk menumbuhkan sikap qana’ah hendaknya memandang kepada orang yang berada di bawahnya dalam urusan dunia. Karena bagaimanapun faqirnya seorang hamba, pasti akan menemukan orang yang lebih faqir darinya. Bagaimanapun sakitnya seseorang, akan menemukan orang yang penyakitnya lebih parah. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Demikian pula jika ia melihat pada kekurangan fisiknya, tetap akan menemukan orang yang lebih memiliki kekurangan. Sehingga ketika memandang kepada dirinya dan menemukan kesehatan fisik, akan ingat kepada Allah lalu bersyukur kepada-Nya serta mendapatkan ketenangan jiwa. Hal ini berbeda dengan urusan ketaatan. Dalam urusan ketaatan hendaknya seseorang melihat kepada orang yang berada di atasnya serta menganggap dirnya sebagai orang yang memiliki banyak kekurangan dan kelalaian. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />(Diterjemahkan oleh Syamsuddin Al-Munawiy dari Kitab <i>Tuhfatul Kiram Syarh Bulughil Maram, Kitabul Jami’ Bab Adab</i>, halaman: 586, karya Syekh. DR. Muhammad Luqman As-Salafi hafidzahullah, terbitan Darud Da’i Lin Nasyri Wat Tauzi’ Riyadh Bekerjasama dengan Pusat Studi Islam Al-Allamah Ibn Baz India)<br /><br /><br /><br /></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-3855980597082637842015-03-03T01:50:00.001-08:002015-03-03T01:50:32.542-08:00Ketua Wahdah: Belajar Al-Qur’an Itu Mudah<div style="text-align: justify;">
Ketua Umum Wahdah Islamiyah (WI), Ustad Muhammad Zaitun Rasmin mengatakan bahwa belajar Al-Qur’an itu mudah. Ustad Zaitun mengatakan hal itu pada Grand Opening Islamic Book Fair (IBF) 2015 di Istana Olahraga Gelora Bung Karno (Istora GBK) Senayan Jakarta, pada Jum’at (27/02). Beliau mendasarkan pernyataan hal tersebut pada beberapa ayat Al-Qur’an, diantaranya suarah Al-Qomar; “<i>Dan sesungguhnya Kami telah memudahkan Al-Qur’an untuk dipahami, maka siapakah yang mau mempelajarinya</i>”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /> <i>“Allah ‘Azza wa Jalla telah menegaskan dalam Al-Qur’an secara tersurat bahwa Al-Qur’an dimudahkan untuk dipelajari. Tidak tanggung-tanggung disebutkan dalam 4 ayat secara berulang-ulang dengan lafazh yang sama dalam satu surah; yaitu pada surah al-Qamar ayat 17,22,32 dan 40”</i>, jelas Wakil Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Menurutnya kemudahan belajar Al-Qur’an mencakup mempelajari cara bacanya, menghafal, dan memahami maknanya. “<i>Dalam hal mempelajari itu kita bisa mengangkat unsur yang paling penting, yaitu: mempelajari bacaannya (cara membacanya), menghafalkannya dan mempelajari makna-maknanya”</i>, terang ketua Ikatan Ulama & Da’i Asia Tenggara ini. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Ustad juga memperkuat pernyataannya dengan bukti konkrit, yakni adanya orang-orang non Arab yang mampu membaca al-Qur’an pada usia belia atau dalam waktu yang cepat. “<i>Ini telah terbukti sepanjang zaman di seluruh belahan bumi bagi mereka yang bukan Arab. Cukup menjadi bukti bahwa ratusan juta ummat Islam non Arab dapat membaca Al-Qur’an dengan baik (fasih) sama seperti orang Arab bahkan banyak diantara mereka lebih baik bacaannya dari orang Arab</i>”, paparnya di hadapan ribuan peserta pembukaan pameran buku Islami terbesar Asia Tenggara tersebut. (sym)<br /><br /><br /><br /></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-12423466091296639522014-12-31T00:02:00.000-08:002014-12-31T00:02:51.486-08:00 Kebaikan Itu Adalah Akhlaq Yang Baik<div style="text-align: justify;">
Dari Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu, beliau berakata, aku bertanya kepadan Nabi shallallahu ‘aihi wa sallam tentang al-birr (kebaikan) dan itsm (dosa). Beliau bersabda;</div>
<h4 style="text-align: right;">
البر حسن الخلق , و الإثم ما حاك في صدرك و كرهت أن يطلع عليه الناس</h4>
<div style="text-align: justify;">
“<i>Kebaikan itu akhlaq yang baik, sedangkan dosa dalah apa yang berkecamuk dalam dadamu dan engkau tidak suka diketahui oleh manusia</i>” (HR. Muslim).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Pelajaran Hadits:</b></div>
<div style="text-align: justify;">
1.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Anjuran terhadap husnul khuluq (akhlaq yang baik). Husnul khuluq dapat berupa wajah yang berseri ketika bertemu, menahan diri dari mengganggu orang lain, dan bersabar menahan gangguan, mempersembahkan kebikan, serta berhias diri dengan adab islami. Akhlaq ada yang berupa gharizah dan ada pula mukatasab (diusahakan).</div>
<div style="text-align: justify;">
2.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Anjuran meninggalkan sesuatu yang meragukan kebolehannya, dan Allah telah mengaruniakan kepada setiap orang kemampuan untuk mengenali keburukan tersebut. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Diterjemahkan oleh Syamsuddin Al-Munawiy dari Kitab <i>Tuhfatul Kiram Syarh Bulughil Maram, Kitabul Jami</i>’ Bab Adab, halaman: 586-587, karya Syekh. DR. Muhammad Luqman As-Salafi hafidzahullah, terbitan Darud Da’i Lin Nasyri Wat Tauzi’ Riyadh Bekerjasama dengan Pusat Studi Islam Al-Allamah Ibn Baz India)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-42973714854584551842014-12-30T22:21:00.001-08:002014-12-30T23:37:24.525-08:00Himbauan Dewan Pimpinan Pusat Wahdah Islamiyah (DPP-WI)<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Alhamdulillah alaa kulli haal</i>, segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan dan kondisi. Shalawat dan salam atas Rasulullah ,keluarga ,para sahabat dan ummatnya yang tetap istiqamah di atas sunnahnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bumi beserta segala isinya, langit yang tegak tanpa tiang, angin dan awan yg beriring, laut dan segala ombak dan gelombangnya, semua alam semesta ini sejatinya adalah makhluk dan ciptaan Allah Ta'alaa. Semuanya tunduk dalam ketentuan dan perintah Allah <i>Subhanahu wata'ala,</i></div>
<h4 style="text-align: center;">
سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ</h4>
<div style="text-align: justify;">
"<i>Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah</i>). <i>Dan Dialah Yang Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana.</i>" – (QS.57:1)<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sehubungan dengan banyaknya bencana yang terjadi akhir- akhir ini , berupa tanah longsor, banjir , kebakaran hingga kecelakaan pesawat terbang dan lain sebagainya, patut mengundang keprihatinan dan kesadaran kita untuk muhasabah dan memohon ampunan dari Yang Maha Kuasa Allah <i>subhanahu wata'ala</i>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan hari ini adalah hari terakhir bulan Desember 2014 M, dimana biasa kita saksikan pada malam pergantian tahun baru miladiyah dimana terjadi pesta pora dan penghamburan dana yang sangat luar biasa, bahkan tidak jarang menjadi ajang pelanggaran aturan agama dan moral.</div>
<div style="text-align: justify;">
Memperhatikan hal tersebut di atas maka sebagai wujud tanggung jawab dan keprihatinan atas situasi umat dan bangsa, Wahdah Islamiyah menghimbau seluruh komponen ummat dan bangsa sebagai berikut:<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Tidak melakukan perayaan tahun baru apalagi berpesta pora atau membuat ajang-ajang keramaian di tengah situasi dan suasana keprihatinan umat & bangsa saat ini.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Senantiasa berusaha menghindari segala macam bentuk pelanggaran agama dan moral termasuk pada malam pergantian tahun baru .<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3. Kepada kaum muslimin patut diingatkan bahwa perayaan menyambut tahun baru ini tidak terlepas dari perayaan keagamaan bagi agama lain, maka hendaknya menjaga diri dan keluarga untuk tidak ikut- ikutan dalam kegiatan-kegiatan tersebut sekalipun dalam bentuk kegiatan keagamaan Islam yang diadakan diluar rumah.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Demikianlah kami menyampaikan himbauan ini dengan pehuh harap agar Allah Yang Maha Esa melindungi kita semua dari setiap marabahaya dan pelanggaran . </div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Amin Ya Rabbal 'Alamin.</i></div>
<br />
<div style="text-align: center;">
Jakarta 9 Rabiul Awal 1436 H/31 Desember 2014</div>
<div style="text-align: center;">
Dewan Pimpinan Pusat Wahdah Islamiyah (WI)</div>
<div style="text-align: center;">
Muh. Zaitun Rasmin, Lc., MA</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
(Pimpinan Umum)</div>
<br />
<br />Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-64027749709288975912014-12-04T06:00:00.000-08:002014-12-04T06:00:12.883-08:00Jika Bertiga, Yang Dua Jangan Berbisik Tanpa Melibatkan Yang Ketiga<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; text-align: justify; unicode-bidi: embed;">
<span lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 17.0pt;">عن ابن مسعود رضي الله عنه قال, قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم؛ "إذَا كُنتُم ثلاثة فلا يتناجى اثنان دون
الآخر حتى تختلطوا با لناس مِن أجلِ أنّ
ذلك يحزنه" . متفق عليه واللفظ لِمُسلِمٍ
</span><span dir="LTR" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 17.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ibnu Ma’sud <i>radhiyallahu ‘anhu</i> berkata, Rasulullah <i>shallallahu
‘alaihi wa sallam</i> bersabda, “<i>Jika kalian bertiga, maka yang dua orang
jangan berbisik-bisik tanpa meneyertakan yang ketiga, hingga kalian berkumpul
dengan orang banyak. Karena hal itu dapat membuatnya bersedih</i>”. (Muttafaq
‘alaihi, dan ini merupakan lafadz Imam Muslim).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; text-align: right; unicode-bidi: embed;">
<span lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 18.0pt; line-height: 115%;">ما يستفاد من الحديث:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<b><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Pelajaran
dari Hadits</span></b>:<span dir="RTL" lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: Arial; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" dir="RTL" style="direction: rtl; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 36.0pt; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt; unicode-bidi: embed;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 16.0pt; line-height: 115%; mso-fareast-font-family: "Traditional Arabic";">1-<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; font-stretch: normal; line-height: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span dir="RTL"></span><span lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 17.0pt; line-height: 115%;">الحديث دليل على النهي عن تناجي
الإثنين إذا كان معهما ثالث في السفر وغيره, لأنه يحدث القلق والحزن في قلب الثالث
ويظنّ أنه ليس بأهل السر أو الخوض فيه</span><span lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 16.0pt; line-height: 115%;">.</span><span dir="LTR" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 16.0pt; line-height: 115%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="RTL" style="direction: rtl; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 36.0pt; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: right; unicode-bidi: embed;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">1.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; line-height: normal;"> </span></span><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Hadits ini adalah dalil tentang larangan berbisik bagi
dua orang jika ada orang ketiga, baik saat safar (perjalanan) atau yang
lainnya. Karena hal itu dapat menimbulkan perasaan gelisah dan sedih pada orang
yang tidak dilibakan dalam pembicaraan. Sebab ia menyangka bahwa ada sesuatu
yang dirahasiakan dan ia tidak pantas ikut serta di dalamnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="RTL" style="direction: rtl; margin: 0cm 36pt 10pt 0cm; text-align: justify; text-indent: -18pt; unicode-bidi: embed;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 17.0pt; mso-fareast-font-family: "Traditional Arabic";">2-<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span dir="RTL"></span><span lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 17.0pt;">وإذاكانوا
أربعة فأكثر فلا بأس من التناجي والتسار بين اثنين منهم لفقد علة النهي, ويدخل فيه
التكلم بلغة لا يحسنها الثالث أولا يفهمها </span><span dir="LTR" style="font-family: "Traditional Arabic","serif"; font-size: 17.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->2.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><!--[endif]--><span dir="LTR"></span><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jika berempat
atau lebih, maka tidak mengapa dua orang berbisik atau berbicara secara <i>sirr</i>
(lirih) karena <i>illat</i> (sebab) larangan telah hilang. Termasuk dalam
larangan ini adalah berbicara dengan bahasa yang tidak diketahui atau tidak dipahami
oleh pihak ketiga</span>. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 18.0pt; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">(Sumber: <i>Tuhfatul Kiram Syarh
Bulughil Maram</i>, Kitabul Jami’ Bab Adab, halaman: 587, karya Syekh. DR.
Muhammad Luqman As-Salafi <i>hafidzahullah</i>, terbitan Darud Da’i Lin Nasyri
Wat Tauzi’ Riyadh Bekerjasama dengan Pusat Studi Islam Al-Allamah Ibn Baz
India, Tarjamah: Syamsuddin Al-Munawiy)<o:p></o:p></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-46039625774562876832014-05-22T03:09:00.000-07:002014-05-22T03:09:56.173-07:00Himbauan Pimpinan Umum WAHDAH ISLAMIYAH Kepada Anggota Wahdah dan Ummat Islam Secara Umum Tentang PILPRES 2014<div style="text-align: justify;">
Himbauan Pimpinan Umum Wahdah Islamiyah Kepada Anggota Wahdah dan Ummat Islam Secara Umum tentang Pilpres 2014:<br />1. Kiranya tidak membuat atau ikut menyebarkan isu dan informasi negatif tentang Capres/Cawapres 2014 melalui SMS, Whatsap dan media apapun. Sebab bisa menjadi ghibah dan fitnah, serta dapat menjadi bumerang bagi persatuan ummat & bangsa.<br />2. Diharapkan kepada seluruh ummat Islam yang peduli terhadap kemaslahatan ummat dan bangsa agar berupaya dengan sungguh-sungguh ikut memilih capres yang diyakini lebih berpihak pada kepentingan ummat dan keselamatan bangsa.<br />3. Banyak beristighfar dan berdo’a demi hasil Pilpres yang membawa pada keselamatan serta kejayaan ummat dan bangsa Indonesia.<br />4. Kiranya KPU dan BAWASLU, pemerintah, para Capres/Cawapres beserta seluruh pendukungnya, benar-benar maksimal dalam usaha menjadikan Pilpres ini berlangsung secara jujur dan adil.<br /><br />Salam Hormat<br />Muhammad Zaitun Rasmin<br /></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-76998147122797279902014-05-05T17:21:00.000-07:002014-05-05T17:21:49.735-07:00Sucikan Hati Wujudkan Persatuan Umat<div style="text-align: justify;">
Persatuan umat (<i>wihdatul-ummah</i>) bukanlah tema atau kajian baru yang diangkat dalam berbagai majelis, media ilmu ataupun informasi walaupun metode wihdah yang dikaji dan uslub penyampaiannya kepada publik berbeda-beda antara satu kelompok/ormas dengan yang lainnya. Sayangnya, seruan tentang tema ini tidak banyak menarik simpati para inidvidu dan banyak kelompok muslim baik yang tergabung dalam ormas ataupun majelis ta’lim tertentu. Seorang muslim yang masih memiliki kepedulian terhadap agama dan kejayaan islam,pasti akan terus dipenuhi tanda tanya tentang faktor dibalik lemahnya umat ini dengan semua komponennya dalam meraih panji persatuan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Perlu diketahui bahwa persatuan yang diinginkan Islam bukanlah menyatukan langkah untuk menyamakan seluruh pendapat dan ijtihad fiqh, hukum ataupun permasalahan kontemporer tertentu sebab ini sesuatu yang hampir mustahil diwujudkan. Namun ia sebuah langkah menyatukan kalimat dan langkah diatas fondasi aqidah yang shahih, demi menegakkan kalimat Allah dan meraih kejayaan umat (tamkiinul-ummah). Allah ta’ala berfirman :<i>“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…”</i> (Terj. QS Ali Imran ; 103).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Problem dan kesulitan yang dihadapi umat ini sangatlah besar dan beragam, yang mengharuskan adanya arah pandangan dan argumen yang banyak pula dalam mencari solusinya, ini butuh keseriusan dan ijtihad para ulama dalam menanganinya. Sebab itu, merupakan hal yang lazim, jika dalam perkara ini terdapat ikhtilaf /perbedaan pendapat, akan tetapi merupakan kekeliruan besar jika pendirian kita adalah memusuhi dan tidak menghargai orang-orang yang menyelisihi kita walaupun argumen mereka juga memiliki arah pandangan dan dalil yang kuat. Contoh nyata dalam hal ini adalah masalah boleh tidaknya mencoblos dalam pemilu yang baru saja diselenggarakan. Kita seharusnya bersikap dewasa dan saling menghargai argumen masing-masing dalam masalah seperti ini, tanpa harus meremukkan kaca persatuan yang awalnya memang telah retak.<br />Lalu apa hubungan antara hati dan persatuan umat ??</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Jika mencermati berbagai kajian wihdatul-ummah ini, anda akan mendapati bahwa banyak diantaranya sama sekali tidak mengaitkannya dengan amalan hati.Padahal, hakikat persatuan dan wihdah adalah wihdatul-qulub (persatuan hati), bukan persatuan lahir sebab betapa banyak individu muslim tergabung dalam suatu kelompok atau amalan tertentu namun hati mereka tidak saling sinergi sehingga rentan berpecahbelah. Paginya masih saling menghargai bahkan saling memuji dan menyanjung, di sore harinya sanjungan tersebut berubah menjadi celaan dan tahdziran walaupun hanya karena perbedaan pendapat dalam satu masalah tertentu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Hati sangat berperan dalam penyatuan kalimat dan langkah umat ini, bahkan Rasulullah <i>shallallahu’alaihi wasallam</i> sangat sering memperingati para sahabatnya agar selalu menjaga persatuan hati, diantaranya nasehat beliau ketika hendak shalat; “<i>Luruskan (shaf), dan jangan bengkokan (shaf), sehingga hati kalian akan berselisih”</i>. (terj. HR Muslim).<br />Hadis ini menunjukkan bahwa merapatkan dan meluruskan shaf bukan hanya sekedar perintah, namun lebih dari itu memiliki hikmah besar yaitu agar tetap mengekalkan adanya persatuan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>Kriteria Hati Yang Mudah Membangun Persatuan Ummat </b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>1.Hati yang memahami aqidah dengan benar.</b><br />Banyak umat Islam yang tidak memahami aqidah yang benar, baik dari kalangan awam, maupaun terpelajar. Bahkan tidak sedikit dari mereka terpengaruh dengan banyak praktek/keyakinan syirik, Syiah, ataupun pemikiran sesat seperti liberalisme, sekulerisme, pluralisme. Tentunya sebagian mereka tidak hanya enggan untuk menyatukan kalimat Islam, namun bahkan terang-terangan menentang setiap agenda persatuan umat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Solusi dari fenomena ini adalah menggencarkan gerakan dakwah dan, <i>tashfiyah</i> (pemurnian aqidah) secara luas dan dengan metode yang benar lagi hikmah. Dakwah yang tidak hanya monoton terkungkung antara mihrab dan dinding-dinding masjid, atau hanya terbatas pada majelis ta’lim dan bangku belajar, namun dakwah yang bisa merasuk dan menyebar kesemua lapisan masyarakat baik lewat program dakwah intensif, sosial, pendidikan, kesehatan dll sebab aktifitas dakwah seperti ini terorganisir dengan baik dan sangat mudah diterima masyarakat, selanjutnya aqidah dan pemahaman islam mereka bisa diluruskan, dengannya kesatuan kalimatpun bisa ditegakkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<b><br />2.Hati yang suci dari berbagai penyakit hati.</b> <br />Hati yang kedua ini, hampir sama dengan poin pertama, namun ia lebih mengarah pada sisi ibadah qalbiyah. Atau sering disebut dengan al-qalbussalim (hati yang sehat) yaitu suci dari berbagai penyakit hati.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Penyakit hati ini merupakan salah satu penghalang utama dari adanya penyatuan kalimat diantara barisan ahli sunnah saat ini. Diantara faktor menjamurnya penyakit ini adalah kurangnya pemahaman aqidah, ilmu ataupun ibadah dan tarbiyah dzatiyah (pembinaan diri). Ia tidak hanya menjangkiti masyarakat awam,namun ironisnya juga menjangkiti sebagian dai bahkan yang bergelar ulama sekalipun.<br /><br />Sebagian muslim juga kadang mempelajari Islam dan memahami aqidah secara umum dengan benar, namun implementasinya masih sangat perlu pembinaan. Aqidah, hendaknya bisa memberikan warna berbeda dalam hati, melembutkan dan menghiasinya dengan berbagai amalan hati; khusyu’, tawakkal, sabar, inshof, akhlak hati dan lainnya. Ini bisa terwujud jika pola dan metode pembelajaran dan penanaman aqidah islam terwujud dengan baik. Realitanya, kadang hal ini tidak terwujud sebagaimana mestinya, sehingga metode/cara pengkajian aqidah ini hanya bisa menambah kerasnya hati atau bahkan menimbulkan banyak penyakit hati misalnya; dengki, cemburu, merasa paling benar, dll yang selanjutnya bisa berujung pada keengganan untuk bekerjasama dan bersatu dalam amal dakwah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Diantara metode yang salah dan fatal tersebut adalah mengawali penanaman aqidah dengan pengenalan <i>firqah</i> (sekte sesat) dan metode debat. Kita yakin, bahwa metode ini bisa saja memudahkan pemahaman aqidah, namun tidak dipungkiri, kemungkinannya akan melahirkan kader yang gemar debat ,mudah memvonis dan keras hati. Jika tiga sifat ini terkumpul dalam hati seorang hamba, maka hampir mustahil bisa ikut serta dalam kafilah persatuan umat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Jenis hati sehatlah yang akan menjadi tonggak dan memiliki andil besar dalam persatuan umat dengan keikhlasan, hikmah,kelapangdadaan, inshof,husnudzon,dan pengorbanannya. Jika semua muslim memiliki hati yang sehat, atau seluruh pengusung dakwah bisa mensucikan hati, niscaya penyatuan kalimat ini akan tercapai dengan cepat dan mudah. Akan tetapi perselisihan hati (baca ; penyakit hatilah) yang merusaknya, akhirnya bencana perpecahan dan kelemahan yang diperingatkan Allah pun terjadi :“… <i>dan janganlah kamu berbantah-bantahan (berselisih), yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar</i> (terj. QS. Al Anfal : 46)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Ayat ini tidak hanya mengandung nilai persatuan, namun juga mengikrarkan bahwa sifat orang-orang bersatu adalah sabar dan lapangdada, lalu bagaimana bisa orang yang tidak punya sifat sabar, lapangdada (baca ; berpenyakit hati) bisa ikut serta dalam menyatukan kalimat islam ?!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Solusi utama dari penyakit hati ini adalah tarbiyah dzatiyah (pembinaan diri) dan tazkiyatunnafs (penyucian hati) dengan banyak beribadah, zikir, dan menjauhi perkara haram. Dengannya hati akan sehat: “<i>Ketahuilah bahwa pada jasad terdapat segumpal daging,jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya,jika ia buruk maka buruklah seluruh jasadnya,ketahuilah itu adalah hati</i>” (terj. HR Bukhari dan Muslim).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Dengan dua jenis hati inilah, para sahabat dan tabiin meraih kekuatan iman, mengokohkan persatuan, mencapai kejayaan, dan membuat gentar musuh mereka. Akhir kata,marilah menata hati ,dengan aqidah dan tazkiyatunnafs, karena hanya dengan keduanya hati umat ini bisa bersinergi dan menyatukan langkah dan misi. Allahu a’lam. (Buletin Al Fikrah/http://stiba.net)<br /></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-19051180858315918192014-05-02T21:14:00.000-07:002014-05-02T21:14:29.661-07:00Catatan Tarbiah Delapan Tahun Lalu<div style="text-align: justify;">
Oleh: Muhammad Ode Wahyu<br /><br />Kembali kucoba membuka lembar demi lembarnya, alhamdulillah kondisinya masih bagus dan bisa terbaca. Dalam keheningan, aku tersenyum memikirkan kisah perjuanganku masa-masa itu, perjuagan bersama sahabat-sahabatku kala baru mengenal manhaj di kelas satu SMA, cukup berat dan penuh tantangan. lembaran pertama kubuka dan satu judul pun terlihat “<i>Mujma’ul Ushul Ahlis Sunnah Wal Jama’ah fil ‘Aqidah</i> (Kumpulan Prinsip-Prinsip Ahlu Sunnah wal Jama’ah dalam Masalah Aqidah).<br /><br />Lembar kedua, ketiga dan seterusnya berisi qaidah-qaidah penting yang merupakan prinsip dari ahlu sunnah wal jama’ah itu sendiri. Setidaknya ini adalah muraja’ah dan rasa syukurku pada ustadz yang pernah mengajarkan aku manhaj mulia ini. Walau hati ini sedih karena tidak bisa lagi bertemu dan bergabung dalam kafilah dakwahnya.<br /><br />Hari ini, anakku yang berumur satu tahun memegang buku catatan sederhana ini, warisan ilmu dari ustadz yang selalu aku bangga-bangakan dahulu, menganggapnya sebagai al qur’an yang ingin ia baca karena melihat dan mendengarkan aku membaca al qur’an.<br /><br />Tarbiah, aku lahir dari majelisnya, aku mengenal manhaj dari halaqahnya, aku bisa menghafal qur’an dari program-programnya, aku mengahafal hadits arbain juga dalam majelisnya. Olehnya aku selalu bangga dengan tarbiahku delapan tahun yang lalu. Walau orang-orang selalu menyesatkan kami hanya karena bertarbiah.<br /><br />Jika buku catatan ini masih ada hingga anakku dewasa, semoga dia bisa juga membacanya dan merenungkan kisah-kisah perjuangan ayahnya di waktu mudanya. Semoga saja buku catatan kecil ini bisa menjadi catatan-catatan perjuangan yang akan aku ceritakan pada Rabbku di Surga kelak.<br /><br />Satu hal yang ku ingat dari kata-kata ustadzku dulu, “ Qayyidul ‘ilma bil kitabah (ikatalh imu dengan menulisnya)<br />------------<br />(Muhammad Ode Wahyu/http://wahyuode.blogspot.com)<br /><br /><br /></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-76356819134816289152014-05-02T19:37:00.000-07:002014-05-02T19:37:04.802-07:00Serial Perang Badar: Jihad Untuk Memisahkan Kebenaran Dari Kebatilan (Episode 1)<div style="text-align: justify;">
Segala pujian hanya milik Alloh yang Maha Sempurna yang telah menyempurnakan agama dan nikmat untuk umatNya. Sebaik-baik teladan adalah teladan NabiNya, Nabi pilihan penutup para Nabi dan risalahNya. Rasa syukur atas kemurahannya yang telah menetapkan syari’at jihad sebagai sarana puncak prestasi bagi seorang mukmin pengikut setia Rasulullah <i>Shalallahu’alaihi wa salam.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Setelah sekitar 16 tahun dimarhalah tarbiyah Nubuwah, Nabi <i>Shalallahu’alaihi wa salam</i> ditempa dengan kesabaran atas kedhaliman yang dilakukan oleh kaum musyrikin, kegemilangannya melewati fase ini kemudian Alloh menyempurnakannya dengan keberanian. Selama sekitar 16 tahun tidak sedikitpun kaum Muslimin melakukan perlawanan bukan karena tidak berani menghadapi arogansi kaumnya dan bukan pula karena sedikit pengikutnya akan tetapi semata-mata karena belum diperintahkan oleh Alloh Ta’ala. Setelah bai’at Aqabah yang kedua, Al Abbas bin ‘Ubadah meminta izin kepada Rasulullah <i>Shalallahu’alaihi wa salam</i> untuk memenggal leher orang-orang musyrik di Mina maka Nabi bersabda: “ <i>Kita belum diperintahkan untuk itu</i> ”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Pasca hijrahnya kaum muslimin ke Madinah ternyata ancaman dan gangguan terus saja datang dari orang-orang Quraisy sehingga hal ini membahayakan eksistensi kaum muslimin yang sudah berusaha menjauh dari mereka. Maka dari itulah Allah <i>Ta’ala </i>menurunkan firmanNya:<i> "Telah diizinkan (berperang) bagi orag-orang yang diperangi, Karena Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu </i>(QS. Al Hajj: 39)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Berangkat dari ayat inilah kaum muslimin dijinkan melakukan perlawanan terhadap orang-orang musyrikin hingga Nabi <i>Shalallahu’alaihi wa salam</i> membentuk delapan kesatuan pasukan perang2, yaitu:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />1. Pengiriman pasukan ke Saiful Bahr pada tanggal 1 Ramadhan tahun pertama Hijriah yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul Muthalib berhadapan dengan sekitar 300 kafilah dagang Quraish akan tetapi tidak jadi berperang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />2. Pengiriman pasukan ke Rabigh pada 1 Syawal 1 H yang dipimpin oleh Ubaidah bin Harits bersama 60 muhajirin berhadapan dengan 200 musyrikin Quraish yang dipimpin oleh Abu Sufyan, walaupun sudah saling melepas panah namun belum jadi terjadi peperangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />3. Pengiriman pasukan ke Al Kharar pada bulan Dzul Qa’dah 1 H yang dipimpin oleh Sa’id bin Abi Waqqash bersama 20 mujahidin namun belum terjadi peperangan karena tidak beretemu dengan musuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />4. Pengiriman pasukan ke Waddan pada bulan Safar 2 H yang langsung dipimpin Nabi Shalallahu’alaihi wa salam tapi juga belum terjadi peperangan.<br />5. Pengiriman pasukan ke Buwath pada bulan Rabi’ul Awal 2 H dipimpin langsung oleh Nabi Shalallahu’alaihi wa salam bersama 200 sahabat namun belum terjadi peperangan juga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />6. Pengiriman pasukan ke Safawan pada bulan Rabi’ul Awal 2 H yang dipimpin oleh Nabi Shalallahu’alaihi wa salam guna mengejar orang-orang Musyrikin yang telah merampas domba-domba kaum muslimin ditempat penggembalaan, namun belum terjadi peperangan karena musuh berhasil meloloskan diri. Peristiwa ini disebut juga perang Badar pertama3.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />7. Pengirimin pasukan ke Dzul Usyairah pada bulan Jumadal Ula 2 H, Nabi berangkat bersama sekitar 200 pasukan untuk menghadang kafilah dagang Quraish yang berangkat ke Syam, namun sesampainya di Dzul Usyairah kafilah dagang Quraish telah meninggalkan tempat tersebut sehingga tidak terjadi peperangan. Sekembalinya rombongan inilah yang kemudian terjadi peperangan Badar Qubra.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />8. Pengiriman pasukan ke Nakhlah pada bulan Rajab 2 H yang dipimpin oleh Abdullah bin Jahsyi bersama 12 muhajirin dan terjadi pertempuran yang akhirnya menewaskan Amr Bin Al Hadhrami dari pihak Quraisy dan menawan Utsman serta Al Hakam. Dalam peperangan ini pasukan yang dipimpin Abdullah bin Jahsyi berhasil merampas barang dagangan mereka dan dibawa ke Madinah.<br />Melalui peperangan inilah menyebabkan kaum musyrikin Quraish dirasuki rasa ketakutan. Ini menjadi bukti apa yang selama ini membayang-bayangi perasaan mereka akan ancaman kaum muslimin.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Sementara itu dari kejadian ini ternyata Alloh <i>Ta’ala</i> menurunkan firmanNya yang mewajibkan jihad bagi kaum muslimin khususnya pada bulan Sya’ban 2 H. Diantaranya:</div>
<h3 style="text-align: right;">
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّـهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّـهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ</h3>
<div style="text-align: justify;">
“<i>Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas</i>” (QS. Al-Baqarah[2] : 190)<br />Kemudian dilanjutkan:</div>
<h3 style="text-align: right;">
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ ۚ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِندَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّىٰ يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ ۖ فَإِن قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ ۗ كَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ فَإِنِ انتَهَوْا فَإِنَّ اللَّـهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿١٩٢﴾ وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّـهِ ۖ فَإِنِ انتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ</h3>
<div style="text-align: justify;">
(191) “<i>Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.</i>”<br />(192) <i>“Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”</i><br />(193) “<i>Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Alloh. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim</i>”. (QS. Al Baqarah[2]: 191-193).</div>
<h3 style="text-align: right;">
فَإِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّىٰ إِذَا أَثْخَنتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّىٰ تَضَعَ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا</h3>
<div style="text-align: justify;">
<i>“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir”</i> (QS. Muhammad[47]: 4)<br />Bahkan Allah mencela mereka yang tidak punya nyali, gemetar dan menggigil ketakutan tatkala mendengar perintah untuk berperang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><i>“Dan orang-orang yang beriman berkata: “Mengapa tiada diturunkan suatu surat?” maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka</i>”. (QS. Muhammad[47]: 20).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Dengan turunnya wahyu-wahyu ini maka semakin mengobarkan semangat dan tekad kaum muslimin untuk menegakkan kalimat Alloh serta syari’at jihad dibutuhkan untuk memisakan kebenaran dari kebatilan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />1 Waqafat Tarbawiyah Ma’as Sirah An Nabawiyah hal 134<br />2 Lihat Ar Rahikul Makhtum bab satuan-satuan perang sebelum perang badar<br />3 Lihat Ar Rahikul Makhtum bab satuan-satuan perang sebelum perang badar<br /><br />(Oleh : Ustadz Abu Ayyub//http://www.belajarislam.com/serial-perang-badar-episode-1/)</div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-81428526440711495412014-04-30T21:00:00.000-07:002014-04-30T21:00:58.001-07:00Keutamaan Bulan Rajab<div style="text-align: justify;">
Hari ini kita memasuki bulan Rajab 1435 H. Bulan yang merupakan bulan ketujuh dalam Kalender Hijriyah ini termasuk diantara bulan-bulan yang dimuliakan dan dihormati. Kemulian bulan Rajab dinyatakan oleh ayat Allah Ta’ala dan hadits Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam.</i> Oleh karena itu, Allah, Rasul-Nya dan para sahabat memuliakan bulan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>Bulan Mulia</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Bulan Rajab merupakan satu dari empat bulan mulia yang disebut <i>asyhurul hurum</i> Sebagaimana dinyataakaan oleh Allah dalam al-Qur’an surah at-Taubah ayat 36:</div>
<h4 style="text-align: right;">
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ [٩:٣٦] </h4>
<div style="text-align: justify;">
"<i>Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan lanit dan bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang orang yang bertakwa.</i>" (terj. Q.S. at Taubah :36).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Yang dimaksud dengan empat bulan haram dalam ayat di atas adalah bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Hal ini dijelaskan oleh Nabi dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh shahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah <i>Shallallahu 'Alaihi Wassalam</i> bersabda :<i>“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati: tiga bulan berturut-turut; Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharra m dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah dan Sya’ban.”</i> (terj. HR. Bukhari dan Muslim). </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Menurut Al Qodhi Abu Ya'la rahimahullah, penamaan bulan haram [1] diharamkan pembunuhan pada bulan tersebut sebagaimana hal ini diyakini pula oleh orang jahiliyyah, dan [2] Larangan untuk melakukan berbagai perbuatan haram pada bulan tersebut lebih keras dari pada bulan-bulan lainnya. (lihat Zadul Maysir, Ibnu Jauziy). Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Ibnu Abbas, Qatadah dan yang lainnya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Oleh karena Rajab merupakan bulan yang mulia, maka kita harus memuliakannya. Sebagaimana dikatakan oleh Qatadah rahimahullah. “Sesungguhnya Allah memilih yang termulia dari makhluq ciptaan-Nya. Dari para Malaikat dan manusia Dia pemilih para utusan [Rasul]-Nya sebagai Malaikat dan manusia termulia. Dari perkataan manusia Dia memilih dzikrullah. Di bumi Dia memilih masjid sebagai tempat termulia. Dari seluruh bulan (<i>asy-syuhur</i>) Dia memilih Ramadhan dan bulan-bulan haram. Dari hari-hari Dia memilih hari jum’at, dan Dia juga memilih malam lailatulqadr sebagai malam paling mulia. Maka muliakanlah yang dimulikan oleh Allah”. Sebab, pemuliaan terhadap yang dimuliakan oleh Allah merupakan alamat ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam firman-Nya, “<i>Waman yu’adzim sya’airallah fiannaha min taqwal qulub</i>”. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>Lalu, bagaiman seharusnya memuliakan bulan ini? </b><br />Oleh karena Rajab merupakan bulan suci dan mulia maka kita harus memuliakannya. Tentu memuliakan dan menghormati bulan ini sesuai perintah Allah dan Rasul-Nya. Kita harus memuliakaan bulan ini sebagaimana Rasulullah dan para sahabat menghormatinya. Yakni dengan meninggalkan segala bentuk dosa dan meningkatkan ibadah kepada Allah Ta’ala.</div>
<div style="text-align: justify;">
<b><br />Jangan Berbuat Dzalim di bulan Haram</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Pada bulan-bulan mulia ini –termasuk Rajab-, Allah melarang berbuat dzalim. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah memalui kalimat “<i>Fala tadzlimu fihinna anfusakum</i>,”. Maksudnya janganlah kalian mendzalimi diri sendiri pada bulan-bulan tersebut. Karena keharaman dosa pada bulan-bulan itu lebih tegas, dan dosanya lebih berat dari dosa yang dilakukan pada bulan-bulan lain. Hal ini seperti pelipatgandaan dosa yang dilakukan di tanah haram. Sebagaiaman dinyatakan oleh Allah, “Waman yurid fihi bi ilhadin bi dzulmin. . .<br />Menurut Ibnu Ishak sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir, ma’ana kalimat ‘fala tadzzlimu fihinna anfusakum’ adalah janganlah kalian jadikan yang haram menjadi halal dan yang halal menjadi haram sebagaimana dilakukan oleh para ahli syirik. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Oleh karena itu hendaknya kita memuliakan dan menyucikan bulan ini dengan meninggalkan segala bentuk kedzaliman. Mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar. Dan kedzaliman nomor wahid yang harus dihindari dan dijauhi adalah kesyirikan. Sebab, syirik merupakan kedzaliman paling besar, sebagaimana firman Allah dalam surah Luqman ayat 13:</div>
<h4 style="text-align: center;">
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ [٣١:١٣]</h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>"sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar"</i>. (QS Luqman:13)<br /><br />Selanjutnya meninggalkan dosa atau kedzaliman di bawah syirik berupa dosa-dosa besar, lalu dosa-dosa kecil. Selain itu anjuran untuk meninggalkan dosa menyiratkan pesan melakukan kebaikan dan ketaatan kepada Allah. karena larangan terhadap sesuatu adalah perintah untuk melakukan kebalikannya. <br /><br />Oleh karena itu di bulan Rajab yang termasuk salah satu bulan haram ini, di samping kita harus berusaha meninggalkan dosa dan maksiat. Kita juga harus memperbanyak amal ibadah dan ketaatan kepada Allah <i>Ta’ala</i>. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-78488514470458075952014-04-01T03:17:00.000-07:002014-04-01T03:17:44.435-07:00FATWA-FATWA PARA ULAMA AHLUSSUNNAH KONTEMPORER SEPUTAR HUKUM IKUT SERTA DALAM PEMILIHAN UMUM DAN MENJADI ANGGOTA PARLEMEN<div style="text-align: justify;">
<b>Fatwa Lajnah Daimah Tentang Sikap Seorang Muslim Terhadap Partai-partai Politik (no. 6290)</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Soal: Sebagian orang mengaku dirinya muslim namun tenggelam dalam partai-partai politik, sementara di antara partai-partai itu ada yang mengikuti Rusia dan ada yang mengikuti Amerika. Dan partai-partai ini juga terbagi-bagi menjadi begitu banyak, seperti Partai Kemajuan dan Sosialis, Partai Kemerdekaan, Partai Orang-orang Merdeka –Partai Al Ummah-, Partai Asy Syabibah Al Istiqlaliyyah dan Partai Demokrasi…serta partai-partai lainnya yang saling mendekati satu sama lain.<br />Bagaimanakah sikap Islam terhadap partai-partai tersebut, serta terhadap seorang muslim yang tenggelam dalam partai-partai itu ? Apakah keislamannya masih sah ?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Jawaban: Barang siapa yang memiliki pemahaman yang dalam tentang Islam, iman yang kuat, keislaman yang terbentengi, pandangan yang jauh ke depan, kemampuan retorika yang baik serta mampu memberikan pengaruh terhadap kebijakan partai hingga ia dapat mengarahkannya ke arah yang Islamy, maka ia boleh berbaur dengan partai-partai tersebut atau bergabung dengan partai yang paling dekat dengan al haq, semoga saja Allah memberikan manfa’at dan hidayah dengannya, sehingga ada yang mendapatkan hidayah untuk meninggalkan gelombang politik yang menyimpang menuju politik yang syar’i dan adil yang dapat menyatukan barisan ummat, menempuh jalan yang lurus dan benar. Akan tetapi jangan sampai ia justru mengikuti prinsip-prinsip mereka yang menyimpang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Dan adapun orang yang tidak memiliki iman dan pertahanan seperti itu serta dikhwatirkan ia akan terpengaruh bukan memberi pengaruh, maka hendaknya ia meninggalkan partai-partai tersebut demi melindunginya dari fitnah dan menjaga agamanya agar tidak tertimpa seperti yang telah menimpa mereka (para aktifis partai itu) dan mengalami penyimpangan dan kerusakan seperti mereka.<br />Wabillahittaufiq, Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘Alihi wa Shahbihi wa Sallam.<br />Ketua : Abdul Aziz ibn Abdillah ibn Baz.<br />Wakil Ketua : Abdurrazzaq ‘Afifi<br />Anggota : Abdullah ibn Ghudayyan<br />Anggota : Abdullah ibn Qu’ud<br />( Lih. Fatawa Al Lajnah Ad Da’imah vol.12, hal.384 )<br /><br /><b>Fatwa Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullah Tentang Keikutsertaan Dalam Pemilu</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Soal Kedua : Apakah hukum syar’i memberikan dukungan dan sokongan berkaitan dengan masalah yang telah disebutkan terdahulu (maksudnya: pemilihan umum) ?<br />Jawaban : Pada saat ini kami tidak menasehati seorangpun dari saudara-saudara kami kaum muslimin untuk mencalonkan dirinya menjadi anggota parlemen yang tidak berhukum kepada hukum Allah, walaupun (negara) itu telah mencantumkan dalam undang-undangnya “agama negara adalah Islam” sebab teks semacam ini telah terbukti bahwa ia dicantumkan hanya untuk ‘meninabobokkan’ para anggota parlemen yang masih baik hatinya !! Hal itu disebabkan karena ia tidak mampu untuk mengubah satupun pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang itu yang menyelisihi Islam, sebagaimana telah terbukti di beberapa negara yang undang-undangnya memuat teks tersebut (bahwa “agama negara adalah Islam”-pen).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Ditambah lagi jika seiring dengan perjalanan waktu, ia kemudian turut pula menyetujui beberapa hukum yang menyelisihi Islam dengan alasan belum tiba/tepat waktunya untuk melakukan perubahan. Sebagaimana yang kita saksikan di beberapa negara, sang anggota parlemen mengubah gaya penampilannya yang Islami dengan mengikuti gaya barat agar dapat sejalan dengan (gaya) para anggota parlemen lainnya ! Maka ia masuk ke dalam parlemen dengan tujuan memperbaiki orang lain, malah justru ia telah merusak dirinya sendiri. (Seperti kata pepatah) hujan itu mulanya hanya setetes namun kemudian menjadi banjir ! Oleh sebab itu kami tidak menyarankan seorangpun untuk mencalonkan dirinya (sebagai anggota parlemen). Akan tetapi saya memandang tidak ada halangan bagi rakyat muslim bila dalam daftar calon anggota legsilatif itu terdapat orang-orang yang memusuhi Islam dan terdapat pula calon-calon anggota legislatif muslim dari partai yang memiliki manhaj yang berbeda-beda, maka -dalam kondisi seperti ini- kami menasehatkan agar setiap muslim memilih (calon anggota legislatif) dari kalangan Islam saja dan orang yang paling dekat dengan manhaj yang shahih sebagaimana telah dijelaskan (manhaj salaf-pen).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Saya mengatakan ini -walaupun saya yakin bahwa pencalonan dan pemilihan ini tidak dapat merealisasikan tujuan yang diharapkan seperti telah dijelaskan terdahulu- sebagai suatu upaya untuk meminimalisir kejahatan atau sebagai suatu bentuk usaha untuk menolak kemafsadatan yang lebih besar dengan menempuh kemafsadatan yang lebih kecil sebagaimana yang dikatakan oleh para fuqaha’.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Soal ketiga: Apakah hukum keluarnya kaum wanita untuk turut serta dalam pemilihan umum ?<br />Jawaban: Dibolehkan bagi mereka untuk keluar dengan syarat yang telah diketahui bersama yang harus mereka penuhi, yaitu mengenakan jilbab yang syar’i dan tidak bercampur baur (ikhtilath) dengan kaum pria. Ini yang pertama.<br />Kemudian mereka hendaknya memilih orang yang paling dekat kepada manhaj ilmu yang shahih sebagai suatu upaya untuk menolak kemafsadatan yang lebih besar dengan menempuh kemafsadatan yang lebih kecil sebagaimana telah dijelaskan.<br />( Fatwa ini adalah bagian dari faksimili yang dikirimkan oleh Syekh Muhammad Nashiruddin Al Albany kepada Partai FIS Aljazair, tertanggal 19 Jumadil Akhirah 1412 H. Dimuat di majalah Al Ashalah edisi 4 hal 15-22. Sedangkan terjemahan ini diambil dari kitab Madarik An Nazhar Fi As Siyasah hal. 340-341 )</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>Fatwa Syekh ‘Abdul ‘Aziz ibn Baz rahimahullah Tentang Dewan/Majelis Legislatif</b><br />Soal : Banyak penuntut ilmu syar’i yang bertanya-tanya tentang hukum masuknya para du’at dan ulama ke dalam dewan legislatif dan parlemen, serta turut serta dalam pemilihan umum di negara yang tidak menjalankan syari’at Allah. Maka apakah batasan untuk hal ini ?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Jawab : Masuk ke dalam parlemen dan dewan legislatif adalah sangat berbahaya. Masuk ke dalamnya sangatlah berbahaya. Akan tetapi barang siapa yang masuk ke dalamnya dengan landasan ilmu dan pijakan yang kuat, bertujuan menegakkan yang haq dan mengarahkan manusia kepada kebaikan serta menghambat kebatilan, tujuan utamanya bukan untuk kepentingan dunia atau ketamakan terhadap harta, ia masuk benar-benar hanya untuk menolong agama Allah, memperjuangkan yang haq dan mencegah kebatilan, dengan niat baik seperti ini, maka saya memandang tidak mengapa melakukan hal itu, bahkan seyogyanya dilakukan agar dewan dan majelis seperti itu tidak kosong dari kebaikan dan pendukung-pendukungnya. (Ini) bila ia masuk (dalam perlemen) dengan niat seperti ini dan ia mempunyai pijakan yang kuat agar ia dapat memperjuangkan dan meMpertahankan yang haq serta menyerukan untuk meninggalkan kebatilan. Mudah-mudahan Allah memberikan manfa’at dengannya hingga (dewan) itu dapat menerapkan syari’at (Allah). Dengan niat dan maksud seperti ini disertai ilmu dan pijakan yang kuat, maka Allah Jalla wa ‘Ala akan memberinya balasan atas usaha ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Akan tetapi jika ia masuk ke dalamnya dengan tujuan duniawi atau ketamakan untuk mendapatkan kedudukan, maka tidak diperbolehkan. Sebab ia harus masuk dengan niat mengharapkan Wajah Allah dan negeri Akhirat, memperjuangkan dan menjelaskan yang haq dengan dalil-dalilnya agar semoga saja dewan dan majelis itu mau kembali dan bertaubat kepada Allah.<br />(Fatwa ini dimuat dalam majalah Al Ishlah edisi 242-27 Dzulhijjah 1413 H/23 Juni 1993 M. Adapun terjemahan ini dinukil dari buku Ash Shulhu Khair terbitan Jama’ah Anshar As Sunnah Al Muhammadiyah di Sudan).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>Fatwa Syekh Muhammad Ibn Shaleih Al ‘Utsaimin rahimahullah Tentang Hukum Masuk Ke Dalam Parlemen</b><br />Soal : Fadhilah Asy Syekh -semoga Allah senantiasa menjaga Anda-, tentang masuk ke dalam majelis legislatif padahal negara itu tidak menerapkan syari’at Allah dengan sempurna, bagaimana pandangan Anda tentang masalah ini -semoga Allah senantiasa menjaga Anda- ?<br />Jawaban : Kami telah pernah menjawab pertanyaan serupa beberapa waktu lalu, yaitu bahwa sudah seharusnya (ada yang) masuk dan turut serta dalam pemerintahan. Dan hendaknya seseorang dengan masuknya ia ke dalam pemerintahan meniatkannya untuk melakukan perbaikan bukan untuk menyetujui setiap keputusan yang dikeluarkan. Dan dalam kondisi seperti ini, bila ia menemukan sesuatu yang menyelisihi syari’at maka ia berusaha menolak/membantahnya. Walaupun pada kali pertama dia tidak banyak orang yang mengikuti dan mendukungnya, maka (ia mencoba terus) untuk kedua kalinya, atau (bila tidak berhasil pada) bulan pertama, (maka ia mencoba lagi) pada kedua dan ketiga, atau (bila tidak berhasil) pada tahun pertama, (maka ia mencoba lagi) pada tahun kedua…maka di masa yang akan datang akan ada pengaruh yang baik.<br />Namun jika (pemerintahan) itu dibiarkan lalu kesempatan itu diberikan kepada orang-orang yang jauh dari (cita-cita) penerapan syari’at maka ini adalah sebuah kelalaian yang besar yang tidak seharusnya seseorang itu memiliki/melakukannya.<br />(Fatwa ini dimuat dalam majalah Al Furqan edisi 42-Rabi’ Ats Tsani 1414 H/Oktober 1993 M. Adapun terjemahan ini diambil dari buku Ash Shulhu Khair terbitan Jama’ah Anshar As Sunnah Al Muhammadiyah di Sudan).<br /><br /><b>Fatwa Syekh Shalih Al Fauzan hafizhahullah Seputar Menjadi Anggota Parlemen</b><br />Soal : Bagaimana hukum menjadi anggota parlemen ?<br />Jawaban : Apa yang akan terealisasi dengan masuknya ia menjadi anggota parlemen ? Kemashlahatan bagi kaum muslimin ? Bila hal itu berdampak bagi kemashlahatan kaum muslimin dan mengupayakan perubahan terhadap parlemen itu menuju Islam, maka ini adalah perkara yang baik. Setidak-tidaknya mengurangi bahaya/kemudharatan bagi kaum muslimin dan mendapatkan sebagian kemashlahatan jika tidak memungkinkan meraih semua kemashlahatan, walaupun hanya sebagian saja.<br />Soal : Tapi hal itu terkadang mengharuskan seseorang untuk mengorbankan beberapa hal yang ia yakini ?<br />Jawaban : Mengorbankan maksudnya melakukan tindakan kufur kepada Allah atau apa ?<br />(Yang hadir menjawab ) : Mengakuinya.<br />Jawaban : Tidak, pengakuan ini tidak boleh dilakukan. Yakni ia meninggalkan agamanya dengan alasan untuk berda’wah ke jalan Allah, ini tidak benar. Bila mereka tidak mempersyaratkan ia harus mengakui hal-hal (yang kufur) itu dan ia tetap berada di atas keislamannya, aqidah dan diennya, lalu dengan masuknya ia (dalam parlemen) terdapat kemashlahatan bagi kaum muslimin, dan bila mereka tidak mau menerimanya, ia pun meninggalkan mereka; apa yang akan ia lakukan ? Memaksa mereka ? Tidak mungkin memaksa mereka. Yusuf alaihissalam masuk ke dalam jajaran kementrian seorang raja di zamannya, lalu apa yang terjadi ? Anda sekalian tahu atau tidak apa yang terjadi pada Nabi Yusuf alaihissalam ? Apa yang dilakukan Yusuf ketika beliau masuk ? Ketika sang raja mengatakan bahwa engkau hari ini telah menjadi orang yang terpercaya dan memiliki posisi kuat dalam pandangan kami, maka beliau mengatakan : “Angkatlah aku sebagai bendaharawan negara, sebab saya adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.” Lalu kemudian beliaupun masuk (ke pemerintahan) hingga akhirnya kekuasaanpun berada di tangan Yusuf alaihissalam. Beliau kemudian menjadi raja Mesir. Salah seorang nabi Allah menjadi raja Mesir.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Maka bila masuknya ia akan mendatangkan hasil yang baik maka ia hendaknya masuk. Namun jika hanya sekedar untuk menerima dan tunduk kepada apa yang mereka inginkan, dan tidak ada kemashlahatan bagi kaum muslimin dengan masuknya ia maka ia tidak dibolehkan untuk menjadi anggota parlemen. Para ulama mengatakan: mendatangkan maslahat atau menyempurnakannya, artinya bila maslahat itu tidak dapat diraih seluruhnya, maka tidak apa-apa walaupun hanya sebagian yang dapat dicapai, dengan syarat tidak menyebabkan terjadinya kemafsadatan yang lebih besar.<br />(Para ulama) mengatakan bahwa Islam datang untuk meraih kemashlahatan dan menyempurnakanya, serta menolak kemafsadatan dan menguranginya. Artinya bila kemafsadatan itu tidak dapat ditolak seluruhnya, maka setidaknya ia berkurang dan lebih ringan. (Dengan kata lain) menempuh kemudharatan yang paling ringan di antara dua kemudharatan demi mencegah terjadinya kemudharatan yang lebih besar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Ini semua bergantung pada maksud dan niatnya serta hasil yang akan dicapai. Dan bila masuknya ia sebagai anggota parlemen hanya karena ketamakan pada kekuasaan dan harta, lalu kemudian mendiamkan (kebatilan) dan menyetujui (kebatilan) yang mereka kerjakan maka ini tidak diperbolehkan. Dan bila masuknya mereka demi kemashlahatan kaum muslmin dan da’wah ke jalan Allah sehingga semuanya dapat berpangkal pada kebaikan kaum muslimin maka ini adalah perkara yang harus dilakukan, tentu saja bila tidak mengakibatkan ia harus mengakui kekufuran. Sebab bila demikian maka ini tidak dibolehkan. Tidak dibenarkan mengakui kekufuran walaupun dengan tujuan yang mulia. Seseorang tidak boleh menjadi kafir lalu mengatakan bahwa tujuan saya adalah mulia, saya ingin berda’wah ke jalan Allah; ini tidak diperbolehkan.<br />(Fatwa ini berasal dari sebuah kaset yang direkam dari Syekh, lalu dimuat dalam buku Ash Shulhu Khair terbitan Jama’ah Anshar As Sunnah Al Muhammadiyah di Sudan).<br /><br /><br />==</div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber: www.wahdah.or.id</div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-31444401904937797412014-04-01T03:08:00.000-07:002014-04-01T03:08:34.128-07:00PENJELASAN DEWAN SYARI’AH WAHDAH ISLAMIYAH TENTANG PEMILIHAN UMUM<div style="text-align: justify;">
<br />Dewan Syariah Wahdah Islamiyah dengan berpedoman pada:<br />1. Firman Allah Ta’ala pada Qs. Ali Imran (03): 110<br /><br />{ كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ }<br /> “<i>Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah</i>”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />2. Firman Allah Ta’ala pada Qs. Hud (11): 117<br />{ وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ }<br /><i>“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan</i>”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />3. Hadits Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>:<br />عَنْ أَبِى سعيد الخدري قال سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ »<br />Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda:<br /><i>“Siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran hendaknya ia cegah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan mulutnya, jika tidak mampu maka dengan hatinya dan itulah selemah-lemahnya iman</i>.” HR. Muslim (no. 186)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />4. Hadits Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>:<br />عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَضَى أَنْ « لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ »<br />Dari Ubadah ibn as-Shamit radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan: Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain. HR. Ibnu Majah (no. 2430) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits as-Shahihah no. 250.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />5. Kaidah Ushul Fiqh yang berbunyi:<br />مَا لاَ يُدْرَكُ كُلُّهُ لاَ يُتْرَكُ كُلُّهُ<br />“<i>Segala yang tidak dapat diwujudkan seluruhnya maka juga tidak ditinggalkan seluruhnya</i>”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Disebut di antaranya oleh Imam al-Mulla Ali al-Qari dalam kitabnya Mirqatul Mafatih Syarhu Misykatul Mashabih dalam banyak bab seperti al-Qashdu dan at-Tanzhif.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Keterangan: Idealisme pada sesuatu jika belum dapat terwujud seluruhnya maka tidak semestinya meninggalkan hal tersebut secara keseluruhan pula. Demikian halnya pada perubahan kondisi umat Islam di Indonesia saat ini, jika belum dapat diwujudkan dengan sistem yang sesuai harapan maka juga tidak berarti meninggalkannya secara keseluruhan.<br />Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:<br />وَالرُّسُلُ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِمْ بُعِثُوْا بِتَحْصِيْلِ الْمَصَالِحِ وَ تَكْمِيْلِهَا وَ تَعْطِيْلِ الْمَفَاسِدِ وَ تَقْلِيْلِهَا بِحَسَبِ اْلإِمْكَانِ<br />“<i>Dan para Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk mewujudkan segala maslahat atau menyempurnakannya dan menolak segala mafsadat atau menguranginya sesuai kemampuan</i>”. Majmu’ al-Fatawa VIII/93-94.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />6. Kaidah Fiqh yang berbunyi:<br />يُتَحَمَّلُ الضَّرَرُ الْخَاصُ لِدَفْعِ الضَّرَرِ الْعَامِ<br /><i>“Mencegah kemudharatan yang bersifat umum dengan menanggung kemudharatan yang bersifat khusus (adalah boleh)</i>”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />7. Kaidah Fiqh yang berbunyi:<br />إِذَا تَعَارَضَتْ مَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفّهِمَا<br /><i>“Jika dua mafsadat saling berlawanan maka yang terbesar hendaknya dicegah dengan melakukan yang terkecil</i>”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Kedua kaidah ini disebut oleh Syaikh Ahmad ibn Muhamad az-Zarqa’ dalam kitabnya Syarhul Qawaid al-Fiqhiyah no. 26 dan 28.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Maka Dewan Syariah Wahdah Islamiyah menyampaikan dengan menyebut segala puji bagi Allah Azza wa Jalla yang telah menyempurnakan Islam dengan mengutus Rasulullah Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. yang membawa manhaj dan jalan hidup yang haq, sehingga tidak ada lagi pilihan bagi kaum beriman selain mengikuti manhaj beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh aspek kehidupan; dalam beribadah, bermu’amalah, berakhlaq, berda’wah dan berpolitik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Menegakkan agama Allah di atas muka bumi ini tidak akan mungkin ditempuh dan dicapai kecuali dengan manhaj yang digariskan dan dijalani oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabatnya. Begitu juga dengan upaya melakukan perubahan menuju kehidupan yang diridhai Allah, ia tidak dapat diwujudkan kecuali dengan menempuh manhaj perubahan yang ditempuh Sang Rasul penutup itu bersama dengan para sahabatnya. Dan manhaj penegakan Islam dan perubahan menuju kehidupan yang diridhai Allah itu tersimpul pada dua kata; da’wah dan tarbiyah yang dibangun atas dasar ajaran Islam yang shahih dan murni. Inilah jalan pilihan bagi siapapun yang ingin melihat tegaknya Islam di muka bumi ini dan ingin menyaksikan terjadinya perubahan menuju kehidupan yang diridhai Allah <i>Azza wa Jalla</i>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Oleh karena itu, kami meyakini bahwa seluruh perhatian, usaha dan upaya keras seharusnya ditujukan untuk membangun gerakan yang berkonsentrasi pada jalan da’wah dan tarbiyah tersebut. Itu pula sebabnya, kami meyakini bahwa sudah seharusnya kaum muslimin tidak berpaling dan mencari jalan atau metode lain yang dianggap dapat menegakkan agama Allah di atas muka bumi. Sebab pastilah jalan atau metode itu tidak akan berhasil mengantarkan kita kepada tujuan yang dicita-citakan; menegakkan hukum Allah <i>Ta’ala </i>di muka bumi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Akan tetapi, dalam perjalanan menempuh jalan da’wah dan tarbiyah itu, kita terkadang diperhadapkan pada sebuah pilihan yang sesungguhnya tidak sejalan dengan prinsip dan keyakinan yang haq. Namun kita terpaksa memilih demi mencegah atau mengurangi kemafsadatan yang lebih besar. Dalam istilah para ulama langkah ini dikenal dengan kaidah irtikab al-mafsadah as-shughra li daf’i al-mafsadah al-kubra -menempuh kemafsadatan yang kecil demi mencegah terjadinya kemafsadatan yang lebih besar- (semakna dengan kaidah no. 6 di atas).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Mengikuti pemilu adalah salah satu contohnya. Kami berkeyakinan bahwa mengikuti pemilu dan masuk ke dalam parlemen bukanlah jalan yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya serta generasi as-Salaf as-Shaleh dalam menegakkan dien ini dan melakukan perubahan menuju kehidupan yang diridhai Allah <i>Ta’ala</i>. Akan tetapi, saat ini khususnya kita di Indonesia tengah diperhadapkan pada sebuah realitas bahwa sebuah kekuatan besar secara terbuka maupun tersembunyi tengah merencanakan upaya besar untuk menghalangi da’wah Islam dan mendatangkan kerugian bagi kaum muslimin. Dan salah satu celah yang mereka tempuh adalah melalui berbagai kebijakan dan keputusan yang bersifat politis. Dengan kata lain, perlu ada dari kaum muslimin yang dapat menghalangi berbagai upaya tersebut, yang tentu saja salah satunya -secara terpaksa- dengan menempuh jalur politis.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Masalah pemilihan umum dengan mekanisme yang dikenal pada hari ini memang adalah masalah kontemporer yang belum dikenal di masa as-Salaf as-Shaleh. Itulah sebabnya, kita akan sulit menemukan nash yang sharih menjelaskan tentang hukum masalah ini. Oleh karena itu, para ulama Ahlussunnah yang menjelaskan masalah inipun mempunyai pandangan yang berbeda. Sebagian mengharamkan untuk ikut serta secara mutlak. Dan sebagian yang lain membolehkan dengan berbagai syarat dan batasan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Siapapun yang mencermati dengan baik dan hati jernih tanpa didasari oleh sikap fanatik buta kepada ulama tertentu akan dapat menyimpulkan bahwa perbedaan para ulama Ahlussunnah dalam menyingkapi masalah ini sepenuhnya disebabkan perbedaan mereka dalam menimbang mashalahat dan mafsadat -suatu hal yang sering terjadi dalam masalah yang tidak didukung oleh nash yang sharih- yang ada dalam kasus ini. Walaupun beberapa ulama besar Ahlussunnah kontemporer (lih. Fatwa-fatwa terlampir) memandang bahwa ikut pemilu -bahkan menjadi anggota parlemen- dibolehkan demi mencegah kemafsadatan yang lebih besar. Dengan kata lain, kita terpaksa menempuh sebuah kemafsadatan yang lebih kecil (pemilu dan segala yang menjadi konsekwensinya) demi mencegah atau mengurangi kemafsadatan yang lebih besar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Penjelasan ini juga menunjukkan bahwa pemilu oleh para ulama digolongkan sebagai sebuah kemafsadatan yang terpaksa ditempuh. Karenanya ia tidak dapat diklaim sebagai metode pilihan untuk menegakkan dien ini, apalagi jika dianggap sebagai tujuan. Oleh karena itu, seyogyanya kaum muslimin tetap mengkonsentrasikan diri untuk melanjutkan gerakan da’wah dan tarbiyah yang berkesinambungan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Demikianlah penjelasan ini, semoga kita semua senantiasa mendapatkan inayah dan taufiq dari Allah <i>Azza wa Jalla</i>. Amin.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Makassar, 20 Dzulhijjah 1424 H/11 Februari 2004 M<br />A.n Ketua Dewan Syari’ah Wahdah Islamiyah<br /><br />Bahrun Nida Muhammad Amin, Lc<br />Wakil Ketua</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Diperbaharui dengan tambahan dalil pada:<br />Makassar, 18 Rabiul Awal 1430 H/15 Maret 2009 M<br />Dewan Syariah Wahdah Islamiyah<br /><br />M. Said Abdul Shamad, Lc Rahmat A. Rahman, Lc.<br /> K e t u a Sekretaris <br /><br /><br /><br />==</div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber: Wahdah.or.id</div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-30483677136914062722013-11-28T02:28:00.000-08:002013-11-28T02:30:24.483-08:00MENGAJARKAN AQIDAH DENGAN METODE RABBANI (1)<div style="text-align: justify;">
Mentauhidkan Allah dalam ibadah adalah tujuan utama diciptakannya jin dan manusia, sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya, <i>“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”</i>. (Terj. QS. adz-Dzaariyaat: 56). </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Oleh karena itu da’wah tauhid merupakan tujuan dasar diutusnya para nabi dan rasul. Firman Allah: <i>“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu."</i>(terj. QS. an-Nahl: 36).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Selain itu Tauhid juga merupakan nikmat terbesar yang dianugerahkan AllahAzza wa Jalla kepada umat Islam. Karena Dialah sumber kebahagiaan seorang hamba di dunia dan akhirat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Di samping itu Tauhid juga merupakan sebab '<i>ishmah</i>/perlindungan di dunia. Dengannya jiwa dan harta seorang muslim dilindungi, sekaligus menjadi bukti'aqd/ikatan Islam padanya. Inilah makna sabda Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam:Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan Laa ilaha illallah,siapa saja mengucapkanLaa ilaha illallahterpeliharalah darah dan hartanya; terkecuali kalau ada sesuatu hak Islam. Dan hisabnya diserahkan kepada Allah." </div>
<div style="text-align: justify;">
Dan di akhirat, tauhid menjadi penyelamat dari api neraka. Firman AllahAzza wa Jalla: <i>“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun”</i>. (terj.QS. al-Maidah: 72)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Sebuah ibadah dan ketaatan hanya diterima jika dilakukan dengan ikhlas hanya karena Allah semata. Firman AllahAzza wa Jalla: “Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-nya”. (terj. QS. al-Kahfi: 110)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Allah juga befirman:"<i>Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu:"Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.</i>"(QS. 39:65)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Ilmu agama yang pertama kali wajib disampaikan kepada manusia adalah tauhid. Ketika mengutus Mu'adz Ibn Jabal ke Yaman, Rasulullah berwasiat kepadanya:"Wahai Mu'adz, sesungguhnya kau akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka hendaklah perkara yang pertama kali kau serukan adalah beribadah kepada Allah. Bila mereka telah beriman, maka sampaikanlah bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Tauhid juga perkara terakhir yang wajib dipertahankan, bila seseorang ingin meninggalkan dunia dengan selamat. Sabda Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam:"Siapa saja yang ucapan terakhirnya dari dunia adalah Laa Ilaaha Ilallaah, pastilah ia masuk surga."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Oleh karena kebahagiaan kaum mukmin di dunia dan akhirat tergantung pada tauhid kepada Allah, maka ia menjadi kewajiban pertama yang harus diajarkan kepadamukallaf, dan hanya dengannyalah hatinya dapat hidup, selanjutnya hendaklah tauhid dijadikan konsep hidup sehari-hari. Inilah tanggung jawab ulama dan du'at, yang dapat disampaikan melalui majelis ilmu, khutbah, karya tulis, dan beraneka ragam sarana dakwah lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Tingkat pemahaman dan kecerdasan masing-masing orang berbeda. Karenanya, hendaklah para da'i mengajarkan tauhid kepada kaum awam dengan metoderabbani. Metode ini telah dijelaskan oleh Ibn Abbas <i>radhiyallahu 'anhmua</i> saat menafsirkan firman Allah: <i>Akan tetapi (dia berkata):"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani , karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya."</i>(terj. QS. Ali Imran: 79) Beliau berkata:<i>"Rabbani adalah seorang yang mengajari manusia mulai dari ilmu mendasar, baru kemudian yang lebih tinggi."</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Yang dimaksud dengan dasar ilmu adalah kaidah-kaidah universal yang jelas dan pasti. Seorang da'i harus memulai dengan kaidah-kaidah ini sebelum masuk kepada masalah parsial yang lebih rumit.<br />
Tidaklah bijaksana jika seorang da'i memulai pengajaran materi akidah kepada masyarakat awam dengan definisi, istilah-istilah ushul, perbedaan antara sekte-sekta dalam masalah aqidah, seperti iman kepada qadha dan qadar, asma' dan shifat, dsb. Metode ini kurang tepat, sebab:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
1. Nabi <i>shallallahu 'alaihi wasallam </i>menyuruh kita berbicara kepada manusia sesuai kadar nalarnya. Masyarakat awam bisanya datang ke masjid karena ingin mendengarkan mutiara nasehat penyejuk jiwa. Adapun masalah-masalah seperti di atas biarlah menjadi spesialisasi penuntut ilmu. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
2. Mayoritas kaum muslim lebih membutuhkan bimbingan yang dapat menghidupkan kembali cahaya hati yang telah redup, daripada mempelajari istilah-istilah ilmiah.<br />
Maka hendaklah seorang alim atau da'i membedakan antara metode penyampaian kepadathalib al-ilmidengan metode penyampaian kepada masyarakat awam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Seorang da'i harus menyadari bahwatazkiyatun nafsharus dimulai dengan menambah tinggi volume iman di hati, sehingga dapat mengalahkan kekuatan nafsu yang terpendam di dalamnya. Dan inilah visi utama mayoritas da'i. Selain itu hendaklah ia berdakwah dengan topik-topik paralel dan kontiniu, yang kesemuanya bertujuan merangkul objek dakwah menuju pengetahuan tentang AllahTa'aladan tunduk sepenuhnya kepada-Nya. Dengan demikian mereka akan siap menjadikan syari'at Allah sebagai konsep hidup yang komprehensif. (http://www.albayan.co.uk/id/article.aspx?id=171). Bersambung insya Allah.</div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-60998714451062957072013-11-26T06:51:00.001-08:002013-11-26T06:51:27.041-08:00Kenapa Tarbiyah Lewat Halaqah-halaqah Al-Qur’an? (2)<div style="text-align: justify;">
Pada tulisan sebelumnya (http://wahdahmuna.blogspot.com/2013/11/kenapa-tarbiyah-lewat-halaqah-halaqah.html), telah diuraikan tentang bahwa, [1] tarbiyah dengan al-Qur’an Merupakan Metode Rabbani yang Allah Pilih untuk dijalankan oleh Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam dalam Al-Qur’an 3: 164), dan [2] Tarbiyah dengan al-Qur’an merupakan implementasi Bacaan yang Sebenar-benarnya (haqqa tilawatiho) terhadap Al-Qur’an (2: 121).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b><i>Ketiga</i>, Diskripsi Negatif Al-Qur’an terhadap Penghapal Al-Qur’an namun Tidak Memahami atau Mengamalkannya</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Syariat mencela penghapal Al-Qur’an yang melalaikan hukum-hukumnya serta mengabaikan pengamalannya. Dalam sebuah ayat, Al-Qur’an mengingatkan bahwa sikap tersebut adalah sikap orang-orang Yahudi.</div>
<h4 style="text-align: right;">
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْـحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِـمِينَ</h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.”</i>(QS. al-Jumu’ah/62: 5).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Imam al-Qurthubi menulis:<i>“Ayat ini mengandung peringatan Allah Ta’ala terhadap orang yang menghapal Al-Qur’an agar mempelajari maknanya dan mengajarkannya, agar dia terbebas dari celaan yang menimpa kaum itu.”</i>(al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz XVIII, h. 62).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Dari Samurah ibn Jundubradhiyallahu anhu dari Nabi <i>shallallahu alaihi wasallam</i> tentang mimpi yang beliau lihat, beliau bersabda,<i>“Adapun manusia yang dipukul kepalanya dengan batu adalah orang yang membaca Al-Qur’an tapi menolaknya, dan dia tertidur hingga tidak melaksanakan shalat wajib.”</i>(HR. Bukhari, no. 7047). Dalam redaksi lain disebutkan,“<i>Yang aku lihat dipukul kepalanya adalah manusia yang Allah ajarkan Al-Qur’an kepadanya kemudian dia tidur di waktu malam dan tidak mengamalkannya di waktu siang.”</i>(HR. Bukhari, no. 1386).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Dalam Al-Qur’an, Allah <i>Ta’ala</i> mencela manusia-manusia yang tidak mentadabburi Al-Qur’an.</div>
<h4 style="text-align: right;">
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا</h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”</i>(QS. Muhammad/47: 24).</div>
<h4 style="text-align: right;">
وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إلَّا أَمَانِيَّ وَإنْ هُمْ إلَّا يَظُنُّونَ</h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>“Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Alkitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga.”</i>(QS. al-Baqarah/2: 78).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Dalam tafsir disebutkan bahwa yang mereka ketahui dari Alkitab hanya bacaannya semata. (Lihat: Ibn Katsir,Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Juz I, h. 166). Intinya, mereka tidak mengetahui dan mengamalkan kandungannya. Fudhayl ibn Iyadh berkata,“Al-Qur’an diturunkan semata agar diimplementasikan kandungannya, namun manusia menjadikan membaca Al-Qur’an sebagai pekerjaan.”(Al-Ajurri,Akhlaq Hamalah al-Qur’an, h. 37).<br />Banyak lagi ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang mencela bacaan dan hapalan Al-Qur’an semata tanpa pemahaman dan pengamalan. Orang yang membaca Al-Qur’an tidak akan mendapatkan keutamaan bila hapalannya tidak disertai dengan pemahaman dan pengamalan.<br />Hasan al-Bashri berkata,“Sesungguhnya Al-Qur’an ini dibaca oleh budak dan anak-anak. Mereka tidak paham artinya. Mentadabburi ayat-ayatnya hanya terwujud dengan mengamalkannya, bukan dengan menghapal sambil mengacuhkan ajarannya. Sampai-sampai ada orang yang mengatakan bahwa aku telah membaca Al-Qur’an tanpa satu huruf pun yang luput. Padahal, demi Allah, dia telah meluputkan semuanya! Al-Qur’an tidak tampak pada akhlak dan pengamalannya. Sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa aku membaca satu surah dalam satu nafas. Demi Allah, mereka bukanlah qurra’ sejati, bukan ulama, bukan ahli hikmah, bukan ahli wara’! Sejak kapan qurra’ seperti mereka!? Semoga Allah tidak memperbanyak manusia-manusia seperti mereka.”(Ibn al-Mubarak,al-Zuhd, h. 276).<br />Ibn Umar berkata,“Orang yang utama dari sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dahulu dari generasi awal umat ini hanya menghapal satu dua surah, namun mereka diberi karunia mengamalkan Al-Qur’an. Sesunggunya akhir dari umat ini akan membaca Al-Qur’an, di antara mereka anak-anak dan orang buta, namun tidak diberi karunia untuk mengamalkannya.”(Al-Qurthubi,al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz I, h. 39).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Sudah seharusnyalah guru-guru Al-Qur’an mengajarkan bacaan dan kandungan Al-Qur’an. Bila tidak, pengajaran Al-Qur’an hanya akan melahirkan murid-murid yang mampu membaca namun tidak mengamalkannya. Sehingga guru-guru itu tercela dan kelak mendapat dosa juga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b><i>Keempat,</i> Halaqah Al-Qur’an merupakan Forum Tarbiyah yang Paling Baik</b><br />Forum tarbiyah merupakan salah satu faktor penting dalam proses tarbiyah. Di dalamnya, peserta tarbiyah berinteraksi dengan sejawatnya, memperoleh nilai-nilai tarbiyah, dan memperbaiki kekurangannya. Di dalamnya, seorang murabbi menanamkan, menumbuhkan, dan melestarikan nilai-nilai. Dalam forum tarbiyah inilah peserta tarbiyah memenuhi kebutuhannya: ruhiyah, jasad, akal, sosial, dan pemikiran. Dia mengembangkan kreasi, berpartisipasi, dan berinisiatif di sana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Perbandingan sederhana di antara forum tarbiyah dari segi efektifitasnya menunjukkan bahwa halaqah Al-Qur’an termasuk forum tarbiyah yang sukses kalau bukan yang paling sukses. Alasannya, halaqah Al-Qur’an mengandung potensi tarbiyah yang dapat membantu guru dalam menjalankan tugasnya dengan baik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Potensi halaqah Al-Qur’an tersebut dapat diuraikan ke beberapa segi: psikologi forum, mesjid, baitullah, kesucian tempat, tempat tamu-tamu Allah berkumpul.<br />Dari Jubair ibn Muth’im <i>radhiyallahu anhu </i>bahwa seseorang berkata,“Wahai Rasulullah, tempat apakah yang Allah paling cintai dan tempat apakah yang Allah paling benci?” “Aku tidak tahu sampai aku bertanya kepada Jibril,”jawab Rasulullah. Maka Jibril datang dan menginformasikan bahwa sebaik-baik tempat di sisi Allah adalah mesjid-mesjid dan seburuk-buruk tempat di sisi Allah adalah pasar-pasar. (al-Albani,Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 325).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Dalam hadits lain, dari Salman al-Farisi <i>radhiyallahu anhu</i> berkata,“Rasulullah s<i>hallallahu alaihi wasallam</i> bersabda, <i>‘Barangsiapa yang berwudhu dan menuju mesjid maka dia adalah tamu Allah Ta’ala, dan Yang Dikunjungi berhak untuk memuliakan tamu-Nya.”</i>(Lihat:ibid, no. 322).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Dari Abu Hurairah <i>radhiyallahu anhu,</i> Rasulullah <i>shallallahu alahi wasallam</i> bersabda,“<i>Tidaklah seseorang tinggal di mesjid-mesjid kecuali Allah akan ceria (tabasybasya) kepadanya sebagaimana orang-orang yang telah ditinggalkan kepada orang yang pergi kemudian datang kepada mereka.</i>”(Lihat:ibid, 327).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Dari sahabat yang sama, Rasulullah <i>shallallahu alaihi wasallam </i>bersabda,“. . . <i>dan tidaklah sebuah kaum berkumpul di rumah dari rumah-rumah Allah, di sana mereka membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali akan turun ketenangan kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat melingkupi mereka, dan Allah menyebut mereka kepada makhluk yang ada di sisi-Nya.”</i>(HR. Muslim, no. 2699). </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Nash-nash di atas dan banyak lagi yang senada dengannya terkait keutamaan mesjid dan duduk di dalamnya menunjukkan dampak positif bagi murid halaqah Al-Qur’an. Karena dia mendapatkan ketenangan jiwa, kegembiraan, dan kebahagiaan yang merupakan berkah dari aktivitas mereka di masjid dan dalam komunitas pebelajar Al-Qur’an.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Nilai-nilai spiritual yang didapatkan oleh murid dalam mesjid ini dia rasakan sementara dia juga dalam keadaan suci dan membaca Kalamullah. Kondisi yang menjadikannya siap untuk menerima arahan yang terkait dengan Al-Qur’an yang dia baca.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Murid yang sedang dalam kondisi takut dan tidak stabil tidak mungkin untuk menerima arahan atau meningkatkan diri menuju kesempurnaan. Oleh karena itu, mesjid yangmenyelenggarakan pendidikan Al-Qur’an menjadi sumber ketenangan dan kesempatan bagi pendidik untuk meningkatkan kapasitas murid-murid lewat penjelasan tentang kandungan Al-Qur’an dan adab-adabnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Dalam sejarah kita belajar bahwa sahabat-sahabat Rasulullah <i>shallallahu alahi wasallam,</i> para tabi’un, ulama, panglima-panglima perang, para pendidik umat adalah pelopor-pelopor yang lahir dari rahim mesjid. Dari mesjidlah mereka sebelumnya belajar dan terdidik. Dan tidak mungkin generasi akhir umat ini bisa baik kecuali dengancara yang dengannya generasi awal umat ini berjaya dengannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Segi lain potensi halaqah Al-Qur’an adalah kesukarelaan. Sebagian besar murid yang belajar di halaqah Al-Qur’an karena sukarela, tanpa tekanan atau keterpaksaan. Segi lainnya adalah kebutuhan psikologis murid, sehingga biasanya murid telah dalam kondisi siap dengan arahan-arahan dari gurunya. (sumber:http://www.albayan.co.uk/id/article.aspx?id=210#.UoZdzz7WbNg.facebook). Bersambung insya Allah.<br /><br /></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-27209402580501662382013-11-19T07:54:00.001-08:002013-11-26T07:02:58.112-08:004 Metode Salaf dalam Berinteraksi Dengan Al-Qur’an (2)<div style="text-align: justify;">
<b>2. Belajar dan Mengajarkan Iman Sebelum Al-Qur’an</b><br />
Maksuduya, terlebih dahulu menanamkan dalam hati-hati mereka pengagungan kepada Allah, serta pengagungan terhadap perintah dan larangan-Nya. Sehingga mudah bagi mereka menerima dan merespon hukum-hukum syariat. Ini merupakan aspek paling uatama dalam menghidupkan tarbiyah Qur’aniyah dalam jiwa setiap orang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Manhaj inilah yang diterapkan al-Qur’an sendiri dalam membina para sahabat di awal-awal islam. Dimana ayat-ayat al-Qur’an yang pertama-tama turun dalam ayat-ayat Makkiyah menanamkan keimanan kepada Allah dan hari akhir. Sehingga tumbuh dalam hati mereka iman yang shahih, pengagungan terhadap al-Qur’an. Pada puncaknya hal itu mengondisikan jiwa mereka untuk menerima taujihat (arahan-arahan) al-Qur’an secepatnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Salah seorang sahabat nabi yang merupakan salah satu murid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Jundub ibn ‘Abdillah mengatakan, <i>“kami bersama nabi shallallahu ‘alaiahi wa sallam, saat kami pemuda, kami belajar iman sebelum al-Qur’an. Lalu kami belajar al-Qur’an, sehingga iman kami bertambah.</i> (Sunan Ibnu Majah, 1/74, no.64, dan Imam Tarikh al-Kabir, 2/221, Sunanul Kubro , 2/49, no. 5498, Mu’jam al-Kabir, 2/225 no. 1656, dan dishahihkan oleh Syekh al-Bani dalam Shahih Sunan Ibn Majah, 1/16, no.52)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Seperti itulah nabi memulai dengan menamkan keimanan dalam hati-hati mereka. Sehingga ketika iman telah merasuk dalam hati, mereka telah siap untuk menerima al-Qur’an, siap diarahkan dan dibimbing oleh al-Qur’an. Maka pada puncaknya, iman mereka makin bertambah.sehingga mudah menerima pesan-pesan dan arahan-arahan al-Qur’an.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<b>3. Memosisikan al-Qur’an Sebagai Surat ‘’Risalah” dari Allah</b><br />
Para salaf rahimahumullah menempatkan al-Qur’an sebagai surat dari Allah yang ditujukan kepada mereka untuk diamalkan. Oleh karena itu mereka selalu membaca dan mengamalkannya siang dan malam. Imam Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan, <i>“Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian memandang al-Qur’an sebagai surat dari Tuhan mereka, oleh karena itu mereka mentadaburinya pada malam hari dan mengamalkannya pada siang hari”.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa, <i>“Diantara kami –ada- yang mempelajari sepuluh ayat al-Qur’an, ia tidak melewati ayat-ayat tersebut hingga ia mengetahui ma’nanya dan mengamalkannya</i>”. Artinya ia tidak berpindah ke ayat berikutnya, sebelum memahami makna kesepuluh ayat tersebut dan mengamalkan kandungannya. Ibu Mas’ud juga berkata, <i>“Seorang pengemban al-Qur’an hendaknya dikenali [dengan shalatnya] pada waktu malamnya saat orang-orang sedang tidur, [dengan puasanya] pada siang hari saat orang-orang sedang makan, dengan sedihnya saat orang-orang bergembira ria, dengan tangisannya saat orang tertawa, dengan diamnya saat orang-orang berbicara dan dengan khusyu’nya saat orang-orang angkuh</i>."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Manhaj inilah yang telah berhasil menelorkan generasi awal Islam. Andaikan kita bertalaqqi al-Qur’an seperti geerasi awal mengambilnya dari Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, lalu kita jadikan sebagi metode dalam membina generasi muda Islam hari ini, maka kita akan meyaksikan pengaruh dan warna al-Qur’an pada jiwa dan perilaku kaum Muslimin.<br />
<br />
<br />
<b>4. Membaca al-Qur’an dengan Tartil dan Perlahan-lahan Serta Membacanya dalam Shalat Malam</b>.<br />
Hal ini nampak dalam kehidupan para salaf, sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Abi Mulaikah <i>rahimahullah</i>, <i>‘’Aku pernah safar bersama ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dari Makkah ke Madinah. Beliau melakukan qiyamullail dengan membaca al-Qur’an huruf demi huruf.kemudian beliau menangis hingga terdengar isak tangis beliau”</i> (Mukhtashar Qiyamul Lail, hlm.131).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Beliau juga mengingatkan agar kita janganlah membaca al-Qur’an dengan cepat, “<i>janganlah kalian membaca al-Qur’an dengan cepat seperti membca sya’ir dan prosa. Berhentilah sejenak pada keajaiban-keajaibannya, gerakkan hati dengan ‘ajaib-ajaib tersebut. Janganlah yang menjadi target kamu (sampai) pada akhir surat”, </i>tegasnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Membaca dengan tartil dan perlahan-lahan yang disertai tadabbur (perenungan) lebih merasuk ke dalam jiwa. Apatah lagi jika dilakukan dalam shalat atau diwaktu malam, sebagaimana dikatakan oleh Syekh asy-Syinqithiy rahimahullah, <i>“Tidak ada yang dapat meneguhkan al-Qur’an dalam dada, serta memudahkan menghafal dan memahaminya, kecuali dengan membacanya dalam shalat di tengah malam</i> (Muqaddimah Adhwaul Bayan, 1 /4). Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada Rasulullah untuk membaca al-Qur’an secara tartil dalam shalat malam. Karena menurut Ibnu Abbas hal itu lebih memudahkan untuk memahami al-Qur’an (<i>ajdaru an yafqaha al-Qur’an</i>). </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Singkatnya, al-Qur’anmerupakan sumber inspirasi dan energi kehidupan para salaf. Mereka mementingkannya melebihi kepentingan mereka terhadap makanan dan minuman. Sebab mereka sadar, bahwa kehidupan yang hakiki danya dapat diraih dengan mengikuti petunjuk al-Qur’an. Oleh karena itu, jika ingin menikmati lezatnya al-Qur’an mari mengikuti manhaj dan metode mereka dalam berinteraksi dengan al-Qur’an. Ja’alanallahu waiyyakum min ashabil Qur’an. <i>Wallahu a’lam</i> bis Shawab. (diadaptasi dari <i>Manhajus Salaf fi Talaqqil Qur’an wa Tadabburihi</i> dalam <i>Tsalatsuna Majlisan fit Tadabbur; Majalis Imaaniyah wa ‘Ilmiyyah,</i> hlm.43-50)</div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-34414399360498376772013-11-15T19:38:00.000-08:002013-11-26T06:52:44.723-08:004 Metode Salaf dalam Berinteraksi Dengan Al-Qur’an (1)<div style="text-align: justify;">
Imam Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi meriwayatkan sebuah hadits bahwa Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda:</div>
<h4 style="text-align: right;">
" إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواماً ويضع به آخرين "</h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>“Sesunggunya Allah memuliakan dan menghinakan suatu kaum dengan al-Qur’an.”</i> (Terj. HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi). Lafadz ini terdapat dalam Shahih Muslim.Sedangkan dalam lafadz ad-Darimi berbunyi; </div>
<h4 style="text-align: right;">
" إن الله يرفع بهذا القرآن..."</h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>Sesungguhnya Allah memuliakan dengan al-Qur’an ini</i> (HR.Ad-Darimi)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Maksudnya kemuliaan dan kehinaan suatu, kaum, bangsa, dan ummat sangat ditentukan oleh kadar perlakuan mereka terhadap al-Qur’an. Jika mereka memuliakan al-Qur’an maka Allah memuliakan mereka. Sebaliknya jika mereka mengetepikan al-Qur’an, maka kehinaan akan Allah timpakan kepada mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Tentu saja manusia paling mulia yang dimulikan oleh Allah lantaran perlakuan mulia mereka terhadap al-Qur’an –setelah Rasulullah- adalah generasi awal ummat ini. Mereka yang biasa dikenal dengan sebutan salafus Saleh digelari oleh Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> sebagai generasi terbaik Islam. Nabi mengatakan dalam sabdanya:</div>
<h4 style="text-align: right;">
خير الناس قرني، ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم</h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para sahabat), kemudian yang setelah mereka (para tabi’in), lalu yang setelah mereka (tabi’ tabi’in)”.</i> (Terj. HR. Bukhari dan Muslim).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Dan tidak dapat dipungkiri bahwa, salah satu sebab kemuliaan dan kejayaan mereka adalah lantaran berpegang teguh dengan al-Qur’anul Karim. Oleh karena itu, bagi yang ingin mengikuti jejak mereka hendaknya mengenali manhaj dan metode mereka dalam berinteraksi dengan al-Qur’an. Syekh Dr. Muhammad ibn Abdillah Rabi’ah <i>hafidzahullah</i> mengatakan bahwa, “<i>Siapapun yang mengamati kehidupan para salaf, akan menemukan bahwa mereka memiliki manhaj tertentu dalam berinteraksi dengan kitab suci yang agung ini (al-Qur’an)”</i>. Selanjutnya , dosen di Universitas Qasim Saudi Arabia anggota ini menyebutkan empat metode para salaf dalam berinteraksi dengan al-Qur’an:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<b>1. Mengenali Keagungan dan Maksud diturunkannya Al-Qur’an </b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Hal itu dimaksudkan untuk menumbuhkan kecintaan dan pengagungan terhadap al-Qur’an. Sebab kecintaan, pengagungan, dan keimanan terhadapnya dapat menumbuhkan husnut ta’amul (interaksi yang baik) dengan al-Qur’an. Karena barang siapa yang mengetahui nilai sesuatu maka ia kan memperhatikannya. Sikap seperti ini dapat kita saksikan pada kehidupan para generasi awal Islam. Perkataan dan perbuatan mereka mencerminkan kecintaan, pengagungan, dan keimanan terhadap al-Qur’an. Untuk lebih jelasnya mari simak perkataan Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas <i>radhiyallahu ‘anhuma berikut ini.</i> </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Ibnu Mas’ud <i>radhiyallahu ‘anhu</i> berkata, <i>“Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah ma’dubah (jamuan)-Nya Allah, maka pelajarilah (nikmatilah) jamuan-Nya semampu kalian. Al-Qur’an ini adalah tali Allah yang Dia perintahkan untuk –berpegang- dengan nya. Ia adalah cahaya Allah yang terang, obat penawar yang sangat bermanfaat, serta pelindung bagi yang berlindung dengannya.</i><br />
Ibnu Abbas <i>radhiyallahu ‘anhuma</i> berkata, Allah menjamin orang yang membaca al-Qur’an tidak akan sesat di dunia dan tidak akan sengsara di akhirat. Lalu beliau membaca firman Allah;</div>
<h4 style="text-align: right;">
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ</h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.</i> “(QS. Thaha:123). (Mustadrak, Imam Hakim, 2/413, no.3438). Yang dimaksud dengan membaca adalah mengikuti petunjuknya sebagaimana diterangkan dalam ayat tersebut.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Saat ini kita sangat butuh untuk membina hati-hati kita untuk mencintai dan mengagungkan al-Qur’an. Karena sikap pengagungan, kecintaan yang tulus, dan keimanan terhadap al-Qur’an telah berkurang pada sebagian kalangan. Hal ini menyebabkan lemahnya interaksi kita dengan al-Qur’an. Solusinya adalah menanamkaan pengagungan dan kecintaan terhadap al-Qur’an dalam hati-hati kita dan membangun kesadaran tentang perlunya merealisasikan tujuan diturunkannya al-Qur’an. <i><b>(Bersambung Insya Allah)</b></i></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-72048533550779975892013-11-15T18:50:00.000-08:002013-11-15T18:50:03.533-08:00Kenapa Tarbiyah Lewat Halaqah-halaqah Al-Qur’an? (1)<div style="text-align: justify;">
<b><i></i></b>Ada satu ungkapan yang cukup akrab dalam dunia pendidikan kita, yakni, <i>at-thariqatu ahammu minal maaddah.</i> Cara lebih penting dari materi. Maksudnya keberhasilan suatu proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh efektifitas metode yang dipakai. Sebaik apapun materinya, jika tidak disampaikan dengan cara yang baik, maka tidak akan seefektif jika disampaikan dengan metode yang lebih baik. Sebaliknya materi yang biasa-biasa saja bisa lebih baik jika disampaikan dengan metode yang baik. Tentu saja yang terbaik adalah materi yang baik disampaikan dengan metode yang baik pula. Dalam konteks pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) materi terbaik adalah al-Qur’an. Karena al-Qur’an adalah sumber ilmu tertinggi. Selain itu al-Qur’an juga memuat metode pendidikan terbaik. Karena pada prinsipinya nabi Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> diutus oleh Allah sebagai pengajar (mu’allim) yang mengajarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Oleh karena itu mentarbiyah dengan al-Qur’an adalah sebuah keharusan. Kita mesti menjadikan al-Qur’an sebagai sumber dan metode dalam bertarabiyah. Berikut ini adalah silsilah “<b><i>Kenapa Tarbiyah Lewat Halaqah-halaqah Al-Qur’an?</i></b>, yang kami kutip dari website: http://www.albayan.co.uk/id/. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><i>Pertama</i></b>,<b> Merupakan Metode Rabbani yang Allah Pilih buat Nabi-Nya <i>shallallahu alaihi wasallam</i> dalam Al-Qur’an</b>, AllahTa’ala berfirman:</div>
<h4 style="text-align: right;">
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْـمُؤْمِنِينَ إذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّـمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْـحِكْمَةَ وَإن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ</h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada kaum mukmin ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Alkitab dan hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”</i>(QS. Aali ‘Imran/3: 164).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Ayat ini menunjukkan bahwa misi Nabi tidak terbatas pada membacakan Kitabullah agar dihapal oleh sahabat-sahabatnya, tetapi juga menjelaskan arti dan hukum-hukum yang dikandungnya. Sehingga Rasulullah <i>shallallahu alaihi wasallam</i> menggabungkan antara perhatian terhadap teks dan hapalan/bacaan dengan perhatian terhadap pendidikan/penyucian jiwa dan pengajaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Dengan kata lain, proses pendidikan yang hanya menekankan pada hapalan tanpa pengajaran arti dan penyucian jiwa adalah pendidikan yang timpang. Prinsip ini diketahui betul oleh para sahabat Nabi. Imam Abu Abdirrahman al-Sulami, ulama yang belajar langsung Al-Qur’an kepada Ibn Mas’ud berkata:<i>“Kami belajar Al-Qur’an dari kaum yang mengatakan kepada kami bahwa mereka dahulu jika belajar sepuluh ayat, mereka tidak akan melangkah ke sepuluh ayat berikutnya hingga mereka tuntas mempelajari kandungannya: kami belajar Al-Qur’an dan pengamalannya sekaligus.”</i>(Al-Dzahabi,Siyar A’lam al-Nubala, Juz IV, h. 269).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Bisa jadi inilah rahasia di balik turunnya Al-Qur’an secara bertahap sesuai dengan momentum dan kronologis peristiwa. Tujuannya, menciptakan pengaruh ke dalam hati manusia yang menerima dan menghapalnya. Pengaruh yang tertancap dalam sehingga mampu mengubah sikap dan perilaku serta mendidik jiwa. Setiap kali ayat turun, sahabat-sahabat menghapal, memahami arti, dan menjalankan ajarannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Mari kira visualisasikan kembali kondisi sahabat-sahabat Nabi yang pulang dari perjanjian Hudaibiyah. Mereka kecewa karena terhalang melakukan umrah di Masjidil Haram. Sebelum mereka nyaris mencukur rambut dan menyembelih onta mereka, mata mereka memandang kota Mekkah. Hati mereka terbakar oleh kerinduan untuk bertemu Ka’bah dan merasakan indahnya kemenangan yang besar. Di momen yang mengharu-biru itu, turunlah firman Allah yang berbunyi:</div>
<h4 style="text-align: right;">
لِيُدْخِلَ الْـمُؤْمِنِينَ وَالْـمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَيُكَفِّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَكَانَ ذَلِكَ عِندَ اللَّهِ فَوْزًا عَظِيمًا</h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>“Supaya Dia memasukkan kaum mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan supaya Dia menutupi kesalahan-kesalahan mereka. Dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah.”</i>(QS. al-Fath/48: 5).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Dalam konteks ini, Al-Qur’an memanfaatkan kondisi kejiwaan sahabat-sahabat Nabi yang galau untuk mengintrodusir konsep kemenangan hakiki di sisi Allah. Pemahaman bahwa masuk Surga dan ampunan dosa merupakan keuntungan yang jauh lebih besar daripada kemenangan melawan kaum kafir. Dan hal itu hanya terwujud lewat keimanan dan ketaatan kepada Rasulullah <i>shallallahu alaihi wasallam.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Akhirnya, sahabat-sahabat Nabi meninggalkan Hudaibiyah dengan membawa pemahaman yang baru yang lebih menguatkan mereka terhadap Islam. Pemahaman yang mendorong seorang Umar ibn Khattabradhiyallahu anhuuntuk melakkukan amal shalih yang dia harapkan bisa menghapus kesalahannya karena menggugat keputusan Rasulullahshallallahu alaihi wasallamdi Hudaibiyah.<br />Metode Nabi dalam mengajarkan Al-Qur’an adalah gabungan antarata’lim/mengajar,tazkiyah/menyucikan jiwa, dantilawah/membaca. Inilah metode yang memberi kesan dan telah AllahTa’alapilih buat Nabi-Nya <i>shallallahu alaihi wasallam.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b><i>Kedua</i>, Merupakan Implementasi Bacaan yang Sebenar-benarnya terhadap Al-Qur’an</b><br />Allah <i>Ta’ala </i>berfirman:</div>
<h4 style="text-align: right;">
{الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاوَتِهِ أُوْلَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ}</h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>“Orang-orang yang telah Kami berikan Alkitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya.</i>”(QS. al-Baqarah/2: 121).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Ibn Mas’ud <i>radhiyallahu anhu </i>berujar,<i>“Demi yang jiwaku di tangan-Nya, bacaan yang sebenar-benarnya terhadap Al-Qur’an adalah menghalalkan yang dia halalkan dan mengharamkan yang dia haramkan, membacanya sebagaimana Allah turunkan, tidak menyelewengkan maknanya, dan tidak menyalahtafsirkan sehingga keluar dari maknanya.”</i><br /><i>Mujahid berkata,“Yaitu mengikutinya dengan sebenar-benarnya</i>.”(Ibn Katsir,Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Juz I, h. 226).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Keterangan ayat ini menunjukkan bahwa keutamaan sejati bukan terhadap manusia yang membaca serta menghapalnya saja, tapi menjalankan dan mengamalkan ajarannya. Inilah pembacaan yang sebenar-benarnya terhadap Al-Qur’an.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Senada dengan ini, pernyataan Ibn Taimiyah bahwa ungkapan “tilawah” seperti dalam firman Allah dalam QS. al-Baqarah/2: 121 mencakup pengamalan terhadap Al-Qur’an, sebagaimana ditegaskan Ibn Mas’ud dan selainnya di muka. (Lihat: Ibn Taimiyah,Majmu’ Fatawa, Juz VII, h. 167).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Dari sini dapat dipahami bahwa pengajaran Al-Qur’an yang semata membaca dan menghapal tanpa mempelajari hukum dan adab-adab yang dikandungnya merupakan kelemahan. Pengajaran Al-Qur’an yang paripurna hanya terwujud dengan melengkapi hapalan Al-Qur’an dengan pelajaran mengamalkan isinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Mari kita simak hadits berikut. Dari Nawwas ibn Sam’anradhiyallahu anhu,“Aku mendengar Rasulullah bersabda, <i>‘Pada hari Kiamat, Al-Qur’an dan Ahl al-Qur’an yang dahulu (di Dunia) mengamalkan isinya akan didatangkan, dia diantar oleh surah al-Baqarah dan Aali Imran</i>.”(HR. Muslim, no. 805).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Bila demikian ganjaran bagiAhl al-Qur’anyang mengamalkan isinya, bagaimana dengan guru-guru Al-Qur’an yang mendidik murid-muridnya agar mengamalkan Al-Qur’an? Bagaimana dengan guru-guru yang telah menelorkan jumlah murid yang banyak? Di zaman ini, kita membutuhkan halaqah-halaqah yang melahirkan manusia-manusia yang membaca Al-Qur’an dengan sebenar-benarnya serta tunduk kepada hukum halal dan haramnya. Manusia-manusia model ini hanya bisa lahir lewat tarbiyah imaniyah yang dilakukan oleh guru-guru Al-Qur’an. <u><b><i>Bersambung insya Allah</i></b></u>. (sumber:http://www.albayan.co.uk/id/article.aspx?id=210#.UoZdzz7WbNg.facebook)<br /><br /></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-25316564168307449572013-11-11T23:35:00.001-08:002013-11-11T23:35:29.317-08:00Shiyam (Puasa) ‘Asyuro<div style="text-align: justify;">
Saat ini kita sedang berada di bulan suci dan mulia. Yakni bulan suci Muharram. Bulan ini merupakan satu dari empat bulan yang disucikan dan dimuliakan oleh Allah [QS:9:36]. Bulan ini disebut pula dengan syahrullah (bulan-Nya Allah. Sebagai Muslim yang beriman kita harus memuliakan bulan ini. Diantara bentuk penuliaan terhadap bulan ini adalah dengan meninggalkan segala bentuk kedzaliman (dosa dan maksiat).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Selain itu amalan lain yang juga dianjurkan pada bulan ini adalah puasa sunnah. Karena puasa pada bulan Muharram merupakan puasa paling afdhal setelah puasa Ramadhan. Sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah haditsnya bahwa:</div>
<h3 style="text-align: right;">
أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم (رواه مسلم)</h3>
<div style="text-align: justify;">
<i>“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bula Allah (yaitu) Muharram, , , ”</i>. (terj. H.R. Muslim).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Imam al-Qari berkata, “dzahirnya, yang dimaksud adalah berpuasa pada sepanjang bulan Muharram”. Sedangkan Imam Nawawi rahimahullah berpendapat, “Jika dikatakan bahwa puasa paling afdhal setelah Ramadhan adalah adalah puasa pada bulan Muharram? Lalu bagaimana dengan memperbanyak puasa sya’ban melebihi puasa di bulan Sya’ban? Maka jawabannya adalah, “Mungkin beliau tidak mengetahui keutamaan puasa Muharram melainkan di akhir hayat beliau sebelum beliau sempat melakukannya, atau beliau ditimpa sakit atau sedang safar sehingga tidak sempat memperbanyak puasa, atau karena faktor lain”. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Imam Ibnu Rajab berkata, “Shiyam tathawwu’ ada dua macam, yakni; [pertama] shiyam tathawu’ mutlak. Puasa sunnah mutlak yang paling afdhal adalah puasa Muharram. Sebagaimana shalat sunnah mutlak yang paling afdhal adalah qiyamullail (shalat malam). [Kedua] Shiyam yang menyertai shiyam Ramadhan seperti puasa sya’aban dan enam hari di bulan syawal. Ini tidak termasuk puasa sunnah mutlak. Karena termasuk jenis puasa yang menyertai puasa Ramadhan. Ini lebih afdhal dari puasa tathawwu’ mutlak. Syekh Soleh al-Munajjid mengomentari pendapat Ibn Rajab di atas bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh selain Ramadhan. Sehingga hadits ini dibawa kepada ma’na anjuran memperbanyak shiyam pada bulan Muharram. Bukan berpuasa sebulan penuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Selain itu di bulan ini ada hari ‘Asyuro yang ditekankan untuk berpuasa pada hari tersebut. Sehingga bagi yang tidak sempat memperbanyak puasa pada bulan Muharram ini, jangan sampai melewatkan puasa di hari yang satu ini. Karena puasa ini memiliki fadhilah yang sangat utama, yakni menghapus dosa selama setahun. Sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah bersabda, “Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan hadits lain dari Ibnu Abbas bahwa beliau berkata: "Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari as Syura dan bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>Keutamaan Puasa‘Asyuro</b><br />Sebelum menguraikan keutamaan puasa ‘asyuro, akan diuraikan terlebih dahulu sekilas tentang keutamaan hari ‘asyuro itu sendiri. Hari ‘asyuro (10 maharram) merupakan hari mulia. Sebelumnya orang-orang Yahudi juga memuliakan bulan ini, karena menurut mereka ini adalah hari yang mulia karena pada hari tersebut Allah menyelamtakan nabi Musa dari kejaran Fir’aun bersama balatentaranya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits shahih yang dikeluarkan oleh imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang ke Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari tersebut. Beliau bertanya, “<i>hari apa ini sehingga kalian berpuasa pada hari ini</i>?” Mereka menjawab, ini adalah hari yang agung. Pada hari ini Allah menyelamatkan nabi Musa dan kaumnya dan menenggelamkan Fir’aun beserta bala tentaranya. Maka Musa berpuasa pada hari ini sebagai tanda syukur kepada Allah. maka kamipun berpuasa. Rasulullah bersabada, “<i>kami lebih berhak atas Musa dari kalian”</i>. Lalu Rasulullah berpuasa dan menyuruh para sahabat untuk turut berpuasa. <br />Puasa ‘asyuro memiliki beberapa keutamaan, diantaranya; <br /><i>Pertama</i>, Puasa ‘asyuro merupakan puasa sunnah paling afdhal setelah ramadhan. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Nabi yang telah disebutkan di atas.<br /><i>Kedua,</i> Menghapus dosa setahun sebelumnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih bahwa Nabi pernah ditanya tentang keutamaan puasa ‘asyuro, beliau menjawab, “Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (ter.H.R. Bukhari dan Muslim). Tentu saja yang dimaksud adalah dosa-dosa kecil.<br /><i>Ketiga,</i> Puasa ‘asyuro sangat diperhatikan oleh Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma seperti disebutkan di atas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>Tingkatan Puasa ‘Asyuro</b><br />Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dalam kitab Zaadul Ma’aad –berdasarkan riwayat-riwayat yang ada- menjelaskan bahwa ada tiga tingkatan puasa ‘asyuro:<br />a. Urutan pertama, dan ini yang paling sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu puasa tanggal sepuluh ditambah sehari sebelum dan sesudahnya (9,10,11)<br />b. Urutan kedua, puasa tanggal 9 dan 10. Inilah yang disebutkan dalam banyak hadits<br />b. Urutan ketiga, puasa tanggal 10 saja.<br /><br />Puasa sebanyak tiga hari (9,10,dan 11) dikuatkan para para ulama dengan dua alasan sebagai berikut:<br />1. Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya tidak tepat,maka puasa tanggal sebelasnya akan dapat memastikan bahwa seseorang mendapatkan puasa Tasu’a (tanggal 9) dan Asyuro (tanggal 10)<br />2. Dimasukkan dalam puasa tiga hari pertengahan bulan (Ayyamul bidh).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Adapun puasa tanggal 9 dan 10, dinyatakan jelas dalam hadis pada akhir hidup beliau sudah merencanakan untuk berpuasa pada tahun depannya. Hanya saja beliau meninggal sebelum melaksanakannya. Beliau juga memerintahkan para shahabat untuk berpuasa pada tanggal 9 dan tanggal 10 agar berbeda dengan ibadah orang-orang Yahudi. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Sedangkan puasa pada tanggal sepuluh saja, sebagian ulama memakruhkannya, meskipun pendapat ini tidak dikuatkan sebagian ulama yang lain. Secara umum, hadits-hadis yang terkait dengan puasa Muharram menunjukkan anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukan puasa,sekalipun itu hukumnya tidak wajib tetapi sunnah muakkadah, dan tetunya kita berusaha untuk menghidupkan sunnah yang telah banyak dilalaikan oleh kaum muslimin. Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr ditanya tentang pendapat sebagian ulama yang memakruhkan berpuasa sehari saja (10 Muharram). Beliau menjawab: <i>"Tidak diragukan lagi bahwa berpuasa sehari sebelumnya lebih afdhal sebab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Jika aku mendapati tahun yang akan datang, maka aku akan berpuasa pada hari ke sembilan". Namun jika ia hanya mampu melaksanakan puasa Asyura secara sendiri (tidak didahului dengan puasa pada tanggal 9) maka tidak mengapa. Tapi mendahulukannya dengan puasa sehari jauh lebih afdhal karena Rasulullah shallahu alaihi wasallam sangat berkeinginan untuk melakukannya</i>." Wallahu ta'ala a'lam"<br /><br /><br /><br /></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-17733360463754026682013-11-11T23:29:00.003-08:002013-11-11T23:29:14.486-08:00Keutamaan Bulan Muharram<div style="text-align: justify;">
Hari ini kita memasuki bulan Muharram 1435 H. Bulan yang merupakan bulan pertama dalam Kalender Hijriyah ini oleh sebagian kalangan dianggap sebagai bulan sial. Sehingga diantara mereka ada yang mengindari mengadakan hajatan pada bulan tersebut. Salah satu hajatan yang biasa dihindari untuk diadakan pada bulan itu adalah pernikahan. Ini adalah anggapan yang keliru. Justru Muharram termasuk diantara bulan-bulan yang dimuliakan dan dihormati, bukan bulan yang mendatangkan sial. Kemulian bulan muharraam dinyatakaan oleh ayat Allah <i>Ta’ala</i> dan hadits Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Oleh karena itu, Allah, Rasul-Nya dan para sahabat memuliakan bulan ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>Bulan Mulia</b><br />Bulan Muharram merupakan satu dari empat bulan mulia yang disebut asyhurul hurum Sebagaimana dinyataakaan oleh Allah dalam al-Qur’an surah at-Taubah ayat 36: </div>
<h4 style="text-align: right;">
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ [٩:٣٦] </h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan lanit dan bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.</i>" (terj. Q.S. at Taubah :36).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Yang dimaksud dengan empat bulan haram dalam ayat di atas adalah bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Hal ini dijelaskan oleh Nabi dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh shahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah <i>Shallallahu 'Alaihi Wassalam</i> bersabda ,<i>“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati: 3 bulan berturut-turut; Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharra m dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah dan Sya’ban.</i>” (terj. HR. Bukhari dan Muslim). </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Menurut Al Qodhi Abu Ya'la rahimahullah, penamaan bulan haram [1] diharamkan pembunuhan pada bulan tersebut sebagaimana hal ini diyakini pula oleh orang jahiliyyah, dan [2] Larangan untuk melakukan berbagai perbuatan haram pada bulan tersebut lebih keras dari pada bulan-bulan lainnya. (lihat Zadul Maysir, Ibnu Jauziy). Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Ibnu Abbas, Qatadah dan yang lainnya. <br /><br />Oleh karena Muharram merupakan bulannya Allah yang mulia [syahrullah al-haram], maka kita harus memuliakannya. Sebagaimana dikatakan oleh Qatadah <i>rahimahullah.</i> “Sesungguhnya Allah memilih yang termulia dari makhluq ciptaan-Nya. Dari para Malaikat dan manusia Dia pemilih para utusan [Rasul]-Nya sebagai Malaikat dan manusia termulia. Dari perkataan manusia Dia memilih dzikrullah. Di bumi Dia memilih masjid sebagai tempat termulia. Dari seluruh bulan (asy-syuhur) Dia memilih Ramadhan dan bulan-bulan haram. Dari hari-hari Dia memilih hari jum’at, dan Dia juga memilih malam lailatulqadr sebagai malam paling mulia. Maka muliakanlah yang dimulikan oleh Allah”. Sebab, pemuliaan terhadap yang dimuliakan oleh Allah merupakan alamat ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam firman-Nya, <i>“Waman yu’adzim sya’airallah fiannaha min taqwal qulub</i>”. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>Syahrullah</b><br />Selain itu bulan ini disebut pula dengan syahrullah [bulan-Nya Allah]. Sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>; </div>
<h4 style="text-align: right;">
أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم (رواه مسلم</h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bula Allah (yaitu) Muharram, , , </i>”. (terj. H.R. Muslim).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /> Penyebutan ini memberi makna bahwa bulan ini memiliki keutamaan khusus karena disandarkan pada lafdzul Jalalah (Allah). Menurut Para Ulama penyandingan sesuatu pada lafdzul Jalalah menunjukan tasyrif (pemuliaan), sebagaimana istilah baitullah, Rasulullah, Saifullah dan sebagainya. Menurut Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah, “Muharram disebut dengan syahrullah (bulan-Nya Allah) karena [1] untuk menunjukkan keutamaan dan kemuliaan bulan Muharram, serta [2] untuk menunjukkan otoritas Allah Ta’ala dalam mensucikankan dan memuliakan bulan Muharram”. <br /><br />Lalu, bagaiman seharusnya memuliakan bulan ini? <br />Oleh karena Muharram merupakan bulannya Allah yang mulia [syahrullah al-haram], maka kita harus memuliakannya. Tentu memuliakan dan menghormati bulan ini bukan dengan mengkeramatkannya, bukan dengan menganggapnya sebagai bulan sial. Bukan pula dengan menghindari hajatan karena taakut sial dan seterusnya. Tapi kita hendaknya memuliakaan bulan ini sesuai perintah Allah dan Rasul-Nya. Kita harus memuliakaan bulan ini sebagaimana Rasulullah dan para sahabat mengormatinya. Yakni dengan meninggalkan segala bentuk dosa dan meningkatkan ibadah kepada Allah Ta’ala.</div>
<div style="text-align: justify;">
<b><br />Jangan Berbuat Dzalim di bulan Muharram</b><br />Pada bulan-bulan mulia ini –termasuk muharram-, Allah melarang berbuat dzalim. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah memalui kalimat “Fala tadzlimu fihinna anfusakum,”. Maksudnya janganlah kalian mendzalimi diri sendiri pada bulan-bulan tersebut. Karena keharaman dosa pada bulan-bulan itu lebih tegas, dan dosanya lebih berat dari dosa yang dilakukan pada bulan-bulan lain. Hal ini seperti pelipatgandaan dosa yang dilakukan di tanah haram. Sebagaiaman dinyatakan oleh Allah, <i>“Waman yurid fihi bi ilhadin bi dzulmin. . .</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Menurut Ibnu Ishak sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir, ma’ana kalimat ‘fala tadzzlimu fihinna anfusakum’ adalah janganlah kalian jadikan yang haram menjadi halal dan yang halal menjadi haram sebagaimana dilakukan oleh para ahli syirik. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /> Oleh karena itu hendaknya kita memuliakan dan menyicikan bulan ini dengan meninggalkan segala bentuk kedzaliman. Mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar. Dan kedzaliman nomor wahid yang harus dihindari dan dijauhi adalah kesyirikan. Sebab, syirik merupakan kedzaliman paling besar, sebagaimana firman Allah dalam surah Luqman ayat 13:</div>
<h4 style="text-align: center;">
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ </h4>
<div style="text-align: justify;">
<i>"sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar</i>". (QS Luqman:13)<br /><br /><b>Sunnah Bepuasa</b><br />Amalan yang dianjurkan pada bulan ini adalah puasa sunnah. Karena puasa pada bulan Muharram merupakan puasa paling afdhal setelah puasa Ramadhan. Imam al-Qari berkata, “dzahirnya, yang dimaksud adalah berpuasa pada sepanjang bulan Muharram”. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sedangkan Imam Nawawi rahimahullah berpendapat, “Jika dikatakan bahwa puasa paling afdhal setelah Ramadhan adalah adalah puasa pada bulan Muharram? Lalu bagaimana dengan memperbanyak puasa sya’ban melebihi puasa di bulan Sya’ban? Maka jawabannya adalah, “Mungkin beliau tidak mengetahui keutamaan puasa Muharram melainkan di akhir hayat beliau sebelum beliau sempat melakukannya, atau beliau ditimpa sakit atau sedang safar sehingga tidak sempat memperbanyak puasa, atau karena faktor lain”. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Imam Ibnu Rajab berkata, “Shiyam tathawwu’ ada dua macam, yakni; [pertama] shiyam tathawu’ mutlak. Puasa sunnah mutlak yang paling afdhal adalah puasa Muharram. Sebagaimana shalat sunnah mutlak yang paling afdhal adalah qiyamullail (shalat malam). [Kedua] Shiyam yang menyertai shiyam Ramadhan seperti puasa sya’aban dan enam hari di bulan syawal. Ini tidak termasuk puasa sunnah mutlak. Karena termasuk jenis puasa yang menyertai puasa Ramadhan. Ini lebih afdhal dari puasa tathawwu’ mutlak. Syekh Soleh al-Munajjid mengomentari pendapat Ibn Rajab di atas bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh selain Ramadhan. Sehingga hadits ini dibawa kepada ma’na anjuran memperbanyak shiyam pada bulan Muharram. Bukan berpuasa sebulan penuh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Selain itu di bulan ini ada hari ‘Asyuro yang ditekankan untuk berpuasa pada hari tersebut. Sehingga bagi yang tidak sempat memeprbanyak puasa pada bulan Muharram ini, jangan sampai melewatkan puasa di hari yang satu ini. Karena puasa ini memiliki fadhilah yang sangat utama, yakni menghapus dosa selama setahun. Sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah bersabda, “Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan hadits lain dari Ibnu Abbas bahwa beliau berkata: "Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari as Syura dan bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-38347641137062274932013-10-22T20:13:00.001-07:002013-10-22T20:13:31.686-07:00Remaja tanpa Krisis Identitas<div style="text-align: justify;">
MITOS besar itu adalah<b><i><u> remaja merupakan masa krisis identitas</u></i></b>. Kita manggut-manggut dan percaya, lalu memberi toleransi yang sebesar-besarnya terhadap berbagai perilaku yang tidak patut. Alasannya? Mitos lagi: <b><i>remaja sedang mencari identitas diri</i></b>. Lho, memangnya identitas mereka ketinggalan dimana? Jika hilang, apa sebabnya identitas diri mereka hilang begitu memasuki usia remaja? Jika mereka belum memiliki identitas diri yang jelas, pertanyaan serius yang perlu kita jawab adalah, “Apa saja yang kita kerjakan selama bertahun-tahun sehingga membiarkan anak-anak kita memasuki usia remaja tanpa memiliki identitas diri yang jelas?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>Apa akibat serius mempercayai mitos ini?</b><br /><i>Pertama</i>, kita abai terhadap keharusan menyiapkan anak-anak kita agar memiliki identitas diri yang kuat semenjak usia kanak-kanak. Kita abai karena menganggap belum masanya, sehingga mereka benar-benar mengalami krisis identitas saat memasuki usia remaja. Mereka mengalami krisis karena kita memang mengabaikan tanggung-jawab untuk menumbuhkan, menyemai dan menguatkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><i>Kedua</i>, tanpa identitas diri yang kuat, anak lebih mudah terpengaruh teman sebaya. Bukan bersibuk mengejar apa yang menjadi tujuannya karena ia memang belum memilikinya secara kuat. Ini pun menyisakan pertanyaan penting, yakni mengapa ada anak yang mudah terpengaruh oleh temannya, sementara yang lain justru menjadi sumber pengaruh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><i>Ketiga,</i> dalam kondisi tak memiliki identitas diri yang kuat, remaja cenderung mengidentifikasikan diri dengan sosok yang dianggap besar. Inilah idolatry (pemujaan, pengidolaan). Siapa yang mereka idolakan? Tergantung kemana media membawa mereka dan apa yang paling membekas dalam diri mereka. Dan hari ini, media sedang bergerak menjadikan artis, atlet dan siapa pun menjadi idola. Kita tak mengenal mereka, kita tak mengetahui akhlaknya (atau justru sudah sampai pada tingkat tidak mau tahu), tetapi media menggambarkan mereka sebagai sosok luar biasa, sehingga remaja dapat mengalami histeria karena memperoleh apa-apa yang berhubungan dengan idola. Rasanya, “sesuatu banget” (gue banget).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Masalahnya adalah, orang-orang yang mereka idolakan itutidak memberi arah hidup yang jelas. Kita hanya memperoleh info sepotong-potong. Dan masalah yang jauh lebih serius, sosok tersebut bahkan tidak memiliki integritas pribadi yang dapat diandalkan. Apatah lagi kalau kita bertanya tentang keteguhan iman dan kelurusan aqidah….</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Jadi, ada dua hal penting yang perlu kita benahi dalam diri kita dalam masalah remaja. Pertama, mengoreksi diri sendiri agar tidak menganggap remeh persoalan-persoalan yang muncul pada para remaja sebagai kewajaran. Kaidah pentingnya, tidak akan muncul masalah jika tidak ada yang salah. Begitu kita mengabaikan, maka kita tidak cepat tanggap sehingga persoalan dapat berkembang sedemikian jauh. Kita menganggap biasa persoalan yang seharusnya diselesaikan segera. Kedua, menyiapkan anak-anak memasuki masa remaja semenjak mereka masih kanak-kanak. Ini bukan terutama dengan memberi keterampilan atau mengasah kecerdasan. Tetapi yang jauh lebih penting adalah: membangun orientasi hidup yang jelas, tujuan hidup yang kuat serta orientasi belajar. Lebih lengkap lagi jika semenjak awal anak diajak untuk mengenali diri sendiri dan menerima sepenuhnya kelebihan maupun kekurangannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Hanya membekali anak dengan keterampilan dan kemampuan akademik maupun kesenian, tidak menjadikan mereka memiliki arah hidup yang jelas. Mereka tak mempunyai pegangan yang kokoh. Boleh jadi mereka cerdas, tapi tanpa orientasi yang kuat memudahkan mereka mengalami krisis kepribadian (salah satunya krisis identitas) begitu mereka memasuki masa remaja atau bahkan sebelum itu. Nah, mari kita bertanya, siapakah yang salah jika remaja bermasalah sementara kita hanya bekali mereka dengan keterampilan dan pengetahuan saja saat kanak-kanak?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Mengenali dan menerima sepenuhnya kelebihan dan kekurangan ini sangat penting bagi anak agar tidak minder tatkala berada di tengah-tengah teman sebaya. Jika pengenalan diri ini disertai dengan empati (dan ini perlu kita tumbuhkan dalam diri mereka, bukan hanya berharap) anak akan lebih mudah menghargai orang lain, ringan hati memberi tahniah (ucapan selamat) saat ada teman yang meraih prestasi, dan ringan langkah membantu temannya yang lemah. Dalam lingkup kelas, ini memudahkan pembentukan iklim kelas yang positif (positive classroom climate) dimana yang cemerlang akan berkembang, sementara yang lemah akan memperoleh dukungan dari teman sekelas untuk mengatasi kelemahannya. Mereka merasa menjadi “satu keluarga”. Inilah yang agaknya kerap terlalaikan dari sekolah-sekolah kita.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Pertanyaannya, bukankah buku-buku psikologi modern menyatakan bahwa krisis identitas sebagai keniscayaan? Ya. Dan inilah akibat arogansi Amerika yang menganggap fakta di negerinya sebagai realitas yang berlaku untuk warga seluruh dunia. Padahal di banyak negara, terutama negeri-negeri timur, remaja tidak mengalami itu. Yang menarik kita perhatikan, remaja di Timur Tengah tak mengalami krisis identitas sampai negeri mereka mengadopsi model pendidikan a la Amerika. Lebih lanjut, silakan baca buku <i>The 50 Great Myths in Popular Psychology.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b>Empat Sebab Kenakalan</b><br />Di luar masalah krisis identitas, bisa saja remaja maupun anak-anak melakukan perilaku yang tidak patut secara sengaja. Ada empat sebab anak bertindak demikian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><i><b>Pertama,</b></i> anak melakukan tindakan-tindakan tidak menyenangkan tersebut untuk memperoleh perhatian. Dalam hal ini, yang dapat kita lakukan adalah menunjukkan kepada mereka apa yang perlu mereka lakukan untuk memperoleh perhatian. Disamping itu, kita berusaha memberi perhatian yang memadai.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><i><b>Kedua</b></i>, anak bertingkah karena motif kekuasaan, yakni mereka bertingkah untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak dapat dipaksa. Anak semacam ini antara lain dapat “dikendalikan” antara lain dengan memberinya tanggung-jawab mengatur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><i><b>Ketiga,</b></i> anak bertingkah sebagai balas dendam. Tindakan dilakukan untuk maksud menyakiti hati (orangtua atau guru) dan bahkan sampai ke taraf ingin mempermalukan. Anak tak peduli resiko yang dihadapi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /><b><i>Keempat,</i></b> anak bertingkah karena merasa dirinya tidak akan berhasil. Ia merasa pasti gagal. Maka, untuk menjadikan kegagalan (yang belum tentu menimpanya) sebagai hal yang wajar terjadi, ia justru nakal. Dalam hal ini, kenakalan terjadi untuk“menghindari kegagalan”.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Salah satu kunci untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengetahui secara tepat apa yang menjadikan anak melakukan kenakalan. Ada empat sebab, tetapi hanya ada satu yang benar-benar mendorong anak bertingkah tidak patut; apakah untuk mencari perhatian, kekuasaan, balas dendam atau menghindari kegagalan. Mengetahui sebabnya dengan pasti memudahkan kita mengambil langkah penanganan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />‘<i>Alaa kulli haa</i>l, kitalah yang bertanggung-jawab mengantarkan anak-anak memasuki masa remaja dengan orientasi hidup yang jelas, tujuan hidup yang kuat serta orientasi belajar yang mantap. Jika anak-anak menampakkan gejala melakukan kenakalan, kita perlu berbenah agar anak tak salah arah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />Terakhir…. Ada satu pertanyaan serius. Anak-anak kita telah tampak kehebatannya saat usia TK atau SD kelas bawah. Mereka sudah pandai membaca dan terampil berhitung, di saat teman-temannya yang di Jepang dan berbagai negara lain bahkan belum mampu mengeja. Tetapi, mengapa para remaja di Jepang mencapai kegilaannya belajar setelah memasuki SLTA dan terutama saat kuliah? Sementara anak-anak di negeri kita yang semata wayang ini justru memperoleh kemerdekaan sebesar-besarnya setelah lulus SLTA. Sekolah menjadi penjara, sehingga kelulusan mereka rayakan dengan hura-hura! (Sumber: Tulisan Ustad Mohammad Fauzil Adhim motivator dan penulis buku-buku parenting/www.hidayatullah.com)<br /></div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-4195711491813978862013-10-13T21:49:00.000-07:002013-10-13T21:49:07.453-07:00Anak Shaleh, Jalan Surga Orangtua<div style="text-align: right;">
<br /></div>
<div style="text-align: right;">
<b>إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ ِباللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ<br />يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.<br />يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.<br />يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛<br />فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ<br /> </b></div>
Allahu akbar, Allahu akbar la ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahilhamd <br />Kaum muslimin yang berbahagia!<br />Hari ini, kita kembali menjadi saksi betapa luasnya kasih-sayang Allah Azza wa Jalla kepada kita semua. Pagi hari ini, kita kembali merasakan betapa besarnya rahmat dan ampunanNya untuk kita semua. <br />Dosa demi dosa kita kerjakan nyaris sepanjang hari. Perintah demi perintahNya hampir kita abaikan setiap saat. Tapi lihatlah, Allah Azza wa Jalla yang Maha Pengasih itu tidak pernah bosan memberikan kesempatan demi kesempatan kepada kita untuk bertaubat dan kembali padaNya. Allah Azza wa Jalla yang Maha Penyayang itu tidak pernah menutup pintu ampunanNya yang luas.<br />Allahu akbar, Allahu akbar, la ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahilhmad<br />Kaum muslimin yang berbahagia!<br />Hari Raya Idul Adha adalah kisah tentang sebuah keluarga mulia yang diabadikan oleh Allah Azza wa Jalla untuk peradaban manusia. Itulah kisah keluarga Ibrahim ‘alaihissalam. Melalui kisah keluarga Ibrahim ‘alaihissalam itu, Allah Ta’ala ingin menunjukkan kepada kita betapa pentingnya posisi keluarga dalam membangun sebuah peradaban yang besar. Sebuah masyarakat yang bahagia dan sejahtera, tidak hanya di dunia, namun juga di akhirat.<br />Sebuah masyarakat tidak akan bisa menjadi bahagia dan sejahtera jika masyarakat itu gagal dalam membangun keluarga-keluarga kecil yang ada di dalamnya.<br />Dan jika kita berbicara tentang keluarga, maka itu artinya kita juga akan berbicara tentang salah satu unsur terpenting keluarga yang bernama: Anak. Dalam kisah keluarga Ibrahim ‘alaihissalam, sang anak itu “diperankan” oleh sosok Isma’il ‘alaihissalam.<br />Inilah sosok anak teladan sepanjang zaman yang kemudian diangkat menjadi seorang nabi oleh Allah Azza wa Jalla. Bahkan yang luar biasanya adalah melalui keturunan Isma’il ‘alaihissalam inilah kemudian lahir sosok nabi dan rasul paling mulia sepanjang sejarah manusia bahkan alam semesta, yaitu: Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam!<br />Allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahil hamd…<br />Kaum muslimin rahimakumullah!<br />Saya kira hampir semua dari kita mengikuti bagaimana anak-anak remaja kita yang bergabung dalam geng-geng motor mulai berani melakukan tindakan-tindakan anarkis yang tidak pernah diduga sebelumnya.<br />Kita semua juga nyaris menyaksikan setiap hari di sudut-sudut jalan raya, bagaimana anak-anak kita dieksploitasi dan diperalat menjadi anak jalanan, mengemis dan meminta-minta sambil mengisap lem dari balik bajunya yang lusuh dan kotor.<br />Saya kira kita juga tahu hasil-hasil survey mutakhir yang menunjukkan bagaimana jumlah ABG yang hamil di luar nikah terus meningkat dalam jumlah yang sangat memprihatinkan.<br />Dan itu semua barulah segelintir masalah dan problem anak-anak kita di masa kini… Wallahul musta’an.<br />Allahu akbar Allahu akbar La ilaha illaLlah Allahu akbar walillahilhamd…<br />Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!<br />Harus kita akui dengan jujur bahwa salah satu penyebab utama terjadinya ini semua adalah orangtua itu sendiri. Tidak sedikit Orangtua yang terjebak dalam dua sikap ekstrem yang saling bertolak belakang: sikap yang memanjakan terlalu berlebihan dan sikap pengabaian yang menelantarkan anak-anak.<br />Ada orangtua yang menganggap bahwa kasih sayang kepada anak harus ditunjukkan dengan pemberian dan pemenuhan segala keinginannya. Bahkan ada juga orangtua yang memanjakan anak dengan segala fasilitas untuk mengangkat gengsinya sendiri sebagai orangtua!<br />Pada sisi yang lain, tidak sedikit orangtua yang tidak peduli dengan anak-anaknya. Atau menunjukkan kepedulian dengan melakukan kekerasan demi kekerasan kepada anak.<br />Karena itu, di hari yang penuh berkah ini, marilah kita berhenti sejenak, membuka hati untuk sejenak belajar dari ayahanda para nabi dan rasul, Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam. Belajar tentang betapa pentingnya nilai keluarga kita, tentang betapa pentingnya nilai seorang anak bagi orangtuanya di dunia dan akhirat.<br />Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar la ilaha illaLlahu Allahu akbar, Allahu akbar walillahil hamd…<br />Para ayah dan bunda yang dimuliakan Allah!<br />Pelajaran pertama dari kisah Ibrahim ‘alaihissalam adalah bahwa untuk mendapatkan anak yang shaleh, maka orangtua terlebih dahulu berusaha menjadi orang yang shaleh. Karena siap menjadi orangtua artinya siap menjadi teladan untuk keluarga, bukan sekedar memberi makan dan mencukupi kebutuhan anak.<br />Keberhasilan Ibrahim ‘alaihissalam mendapatkan karunia anak shaleh seperti Isma’il ‘alaihissalam adalah karena beliau sendiri berhasil mendidik dan membentuk dirinya menjadi seorang hamba yang shaleh. Allah Azza wa Jalla menegaskan:<br />قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ<br />“Sungguh telah ada untuk kalian teladan yang baik dalam diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya.” (al-Mumtahanah: 4)<br />Pujian Allah Azza wa Jalla untuk Ibrahim ‘alaihissalam ini tentu saja didapatkannya setelah ia berusaha dan berusaha menjadi sosok pribadi yang dicintai oleh Allah Azza wa Jalla.<br />Pertanyaannya sekarang untuk kita semua adalah: siapakah di antara kita yang sejak awal menjadi orangtua sudah berusaha untuk belajar dan berusaha menjadi orangtua yang shaleh? Apakah kesibukan kita menshalehkan pribadi kita sudah menyamai kesibukan kita mengurus rezki dan urusan dunia lainnya?<br />Prof. DR. Abdul Karim Bakkar, seorang pakar pembinaan anak dan keluarga menegaskan: “Tarbiyah dan pembinaan keluarga yang kita capai itu adalah gambaran tentang bagaimana pembinaan pribadi kita sendiri!”<br />Allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illaLlahu Allahu akbar, Allahu akbar walillahilhamd<br />Ma’asyiral muslimin rahimahukumullah!<br />Pelajaran kedua dari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah jika ingin memiliki anak yang shaleh, maka bersungguh-sungguhlah meminta dan mencita-citakannya dari Allah Azza wa Jalla. Allah Ta’ala mengabadikan doa-doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tentang itu di dalam al-Qur’an:<br />رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ <br />“Tuhanku, karuniakanlah untukku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shaleh.” (al-Shaffat: 100)<br />رَبِّ اجْعَلْنِى مُقِيمَ الصَّلَوٰةِ وَمِن ذُرِّيَّتِى رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ <br />“Ya Tuhanku, jadikanlah aku orang yang menegakkan shalat, juga dari keturunanku. Ya Tuhan kami, kabulkanlah doaku.” (Ibrahim: 40)<br />Kaum muslimin yang berbahagia!<br />Mungkin banyak di antara kita yang sekedar “mau” memiliki anak yang shaleh. Tapi siapa di antara kita yang sungguh-sungguh berdoa memintanya kepada Allah dengan kelopak mata yang berderai air mata? Siapa di antara kita yang secara konsisten menyelipkan doa-doa terbaiknya untuk keluarga dan anak-anaknya? <br />Allahu akbar, Allahu akbar La ilaha illaLlahu Allahu akbar wa lillahilhamd…<br />Jika kita memang sungguh-sungguh bercita-cita mendapatkan anak shaleh, maka kita harus berpikir dan berusaha sungguh-sungguh pula mencari jalannya, sama bahkan lebih dari saat kita bercita-cita ingin mempunyai penghasilan yang besar, rumah tinggal impian dan kendaraan idaman kita. Berikut ini beberapa hal yang sungguh-sungguh harus kita jalankan untuk mewujudkan impian “anak shaleh” tersebut:<br />Pertama, konsisten mencari rezki yang halal untuk keluarga:<br />Dalam pandangan Islam, apa yang dikonsumsi oleh tubuh manusia akan berpengaruh terhadap perilakunya. Karena itu, Islam mewajibkan kepada setiap orangtua untuk memberikan hanya makanan halal yang diperoleh melalui harta yang halal kepada anak-anak mereka. Bahkan nafkah yang halal untuk keluarga akan dinilai sebagai sedekah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:<br />إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا أَنْفَقَ عَلَى أَهْلِهِ كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً<br />“Sesungguhnya seorang muslim itu jika ia memberi nafkah kepada keluarganya, maka itu akan menjadi sedekah untuknya.” (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh al-Albani)<br />Usaha memberikan nafkah yang halal tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi orangtua. Dan untuk itu, kita harus selalu mengingat peringatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tantangan tersebut. Beliau bersabda:<br />يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ أَمِنَ الْحَلاَلِ أَمْ مِنْ الْحَرَامِ<br />“Akan datang kepada manusia suatu zaman di mana seseorang tidak lagi peduli apa yang ia kumpulkan; apakah dari yang halal atau dari yang haram?” (HR. al-Bukhari)<br />Apakah kita termasuk yang disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini? Orang yang tidak peduli dari mana mengais dan membawa pulang nafkah untuk keluarga; apakah itu dari hasil suap, korupsi dan manipulasi seperti yang sekarang ini sedang menjadi trend sebagian pejabat di negeri ini?! Semoga saja tidak, karena nafkah yang tidak halal yang tumbuh menjadi daging dalam tubuh. Dan Rasulullah telah berpesan:<br />لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنَ السُّحْتِ، النَّارُ أَوْلَى بِهِ<br />“Tidak akan masuk surga daging tumbuh dari harta haram, karena neraka lebih pantas untuknya.” (HR. al-Tirmidzi dengan sanad yang shahih)<br />Allahu akbar, Allahu akbar, la ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahilhamd…<br />Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!<br />Yang kedua, memberikan kasih sayang kepada anak tapi tidak memanjakannya:<br />Pada hari ini, seiring dengan perkembangan teknologi yang nyaris tak terbendung, kita sudah tidak aneh lagi melihat anak-anak yang dibekali oleh para orangtua dengan peralatan-peralatan komunikasi yang bisa apa saja, termasuk mengakses tayangan-tayangan pornografi.<br />Di samping dampak lain seperti kecanduan game dan semacamnya yang semakin merenggangkan hubungan komunikasi antara anak dan orangtua. Ini adalah satu contoh kasus di mana mungkin saja kita menganggap itu sebagai bukti kasih sayang kita kepada mereka.<br />Namun marilah memikirkan dengan jernih bahwa bukti cinta dan sayang kita yang sesungguhnya kepada mereka adalah dengan berusaha menyelamatkan mereka dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman:<br />يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ<br />“Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah diri dan keluarga kalian dari api nerakan yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (al-Tahrim: 6)<br />Apakah Anda rela membiarkan anak-anak Anda terpanggang di dalam kobaran api neraka? Apakah kita rela membiarkan anak-anak yang kita sayangi itu menjadi bahan bakar neraka Allah? Na’udzu billah min dzalik. <br />Kaum muslimin rahimakumullah!<br />Para ayah dan bunda yang berbahagia!<br />Selanjutnya yang ketiga adalah terus belajar dan belajar menjadi orangtua yang shaleh dan cakap:<br />Apakah kita sudah mengetahui semua panduan dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mendidik anak?<br />Apakah kita sudah memahami bagaimana menghadapi karakter anak kita yang berbeda-beda itu?<br />Kita tidak dilarang mempelajari konsep pendidikan anak dari siapa saja, tapi selalu ingat bahwa konsep pendidikan dan pembinaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang terbaik dan yang wajib untuk kita jalankan. Tentu saja kita tidak lupa untuk meneladani jejak para sahabat Nabi dan Ahlul bait beliau secara benar, dan tidak berlebih-lebihan.<br />Cobalah kita renungkan betapa banyaknya hal yang harus kita pelajari sebagai orangtua. Karenanya sesibuk apapun urusan dunia kita, kita harus menyediakan waktu untuk belajar menjadi orangtua yang shaleh dan cakap. Itulah harga yang harus kita bayar untuk menyelamatkan keluarga kita dari kobaran api neraka yang membara.<br />Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahil hamd…<br />Kaum muslimin yang berbahagia!<br />Mengapa kita harus benar-benar serius merancang kehadiran anak shaleh di dalam rumah tangga kita? Menjawab pertanyaan itu, marilah merenungkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini:<br />إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ: مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ<br />“Apabila seorang insan meninggal dunia, akan terputuslah seluruh amalnya kecuali dari 3 hal: dari sedekah jariyah, atau dari ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang berdoa untuknya.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh al-Albani)<br />Melalui hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa anak yang shaleh adalah investasi yang tak ternilai harganya. Anak yang shaleh adalah pelita yang tak padam meski kita telah terkubur dalam liang lahat. Anak yang shaleh adalah sumber pahala yang tak putus meski tubuh kita telah hancur berkalang tanah.<br />Sebaliknya, anak-anak yang tidak shaleh kelak akan menjadi sumber bencana bagi kehidupan kita para orangtua di akhirat, wal ‘iyadzu biLlah.<br />Allahu akbar, Allahu akbar walillahil hamd…<br />Kaum muslimin yang berbahagia!<br />Namun jika kita merasa gagal setelah mengerahkan upaya sungguh-sungguh untuk menghadirkan sosok anak shaleh dalam rumah kita, janganlah kita berputus asa kepada Allah Azza wa Jalla. Dalam kondisi putus asa seperti itu, kita harus belajar dari kesabaran dan keteguhan Nabi Nuh ‘alaihissalam yang terus mengajak anaknya ikut bersamanya, meski kemudian anaknya memilih untuk durhaka kepada Allah Ta’ala hingga akhir hayatnya.<br />Kesabaran juga hal paling mendasar yang harus kita miliki dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Maraknya kasus perceraian adalah bukti bahwa banyak orangtua yang egois memikirkan dirinya sendiri dan lupa bahwa anak-anak sangat membutuhkan sebuah keluarga yang utuh. Karenanya, bersabarlah karena Allah selalu bersama dengan orang-orang yang sabar.<br />Selanjutnya kepada para pemilik dan pelaku media, ingatlah bahwa media-media yang Anda miliki dan kelola telah terbukti sebagai alat paling efektif menyampaikan kebaikan dan keburukan. Ingatlah, jika Anda mencari nafkah dengan cara menyebarkan nilai-nilai kebatilan melalui media, maka itu akan menjadi nafkah haram untuk diri dan keluarga Anda.<br />Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!<br />Sebelum mengakhiri khutbah ini, marilah sejenak kita menyimak panduan singkat menunaikan ibadah kurban kita hari ini hingga 3 hari ke depan.<br />Hewan yang dapat dikurbankan adalah domba yang genap berusia 6 bulan, kambing yang genap setahun, sapi yang genap 2 tahun. Syaratnya, hewan kurban tidak boleh memiliki cacat atau penyakit yang bisa berpengaruh pada dagingnya, jumlah maupun rasanya, misalnya: kepicakan pada mata, kepincangan pada kaki dan penyakit pada kulit, kuku atau mulut.<br />Seekor domba atau kambing hanya mencukupi untuk kurban satu orang saja, sedangkan seekor sapi boleh berserikat untuk tujuh orang, kecuali berserikat pahala maka boleh pada semua jenis tanpa batas. Sebaiknya pemilik kurban yang menyembelih sendiri hewan kurbannya, tetapi bisa diwakilkan kepada penjagal, dengan syarat seorang muslim yang menjaga shalatnya, mengetahui hukum-hukum menyembelih dan upahnya tidak diambilkan dari salah satu bagian hewan kurban itu sendiri, kulit atau daging, meskipun dia juga bisa mendapat bagian dari hewan kurban sebagai sedekah atau hadiah.<br />Waktu penyembelihan hewan kurban adalah seusai pelaksanaan shalat Idul Adha hingga tiga hari tasyriq setelahnya. Pembagian hewan kurban yang telah disembelih dapat dibagi tiga bagian, sepertiga buat pemiliknya, sepertiga buat hadiah dan sepertiga buat sedekah kepada fakir miskin. Pahala yang kita peroleh sangat bergantung pada keikhlasan niat kita dalam menunaikan ibadah kurban ini.<br />Allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahil hamd…<br />Di penghujung khutbah ini, marilah sejenak kita menundukkan jiwa dan hati untuk menyampaikan doa-doa kita kepada Sang Maha mendengar, Allah Azza wa Jalla. Semoga doa-doa itu terhantarkan ke sisi Allah Ta’ala bersama dengan ibadah kurban yang kita tunaikan hari ini.<br />الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسوله الأمين و على آله وصحبه والتابعين،<br />اللَّهُمَّ إِنَّا نَحْمَدُكَ بِأَنَّكَ أَهْلٌ أَنْ تُحْمَد وَنَشْكُرُكَ بِأَنَّكَ أَهْلٌ أَنْ تُشْكَر وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ فَإِنَّكَ أَنْتَ أَهْلُ الْمَجْدِ وَالثَّناَءِ ،<br />رَبَّناَ ظَلَمْناَ أَنْفُسَناَ ظُلْماً كَثِيْراَ وَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ فَاغْفِرْ لَناَ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْناَ إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَحِيْم<br />Ya Allah, Engkaulah Tuhan yang menciptakan kami, Engkaulah satu-satuNya yang berhak untuk kami sembah…Hari ini kami datang mengetuk pintu ampunanMu. Hari ini kami hadir bersimpuh dengan peluh-peluh dosa yang melekat di tubuh kami yang lemah ini. Ya Allah, betapa kami sering lupa bahwa kehidupan dunia ini sangat singkat, hingga kami pun jatuh dan jatuh lagi dalam kedurhakaan terhadap perintahMu. Ya Allah, ampunilah kami, ampunilah kami, ampunilah kami. Ya Allah, jika Engkau menutup pintu ampunanMu yang agung, kepada siapa lagi kami harus mencari ampunan…<br />Ya Allah, ya Rabbana, dari bumi khatulistiwa ini, perkenankan doa kami untuk saudara-saudara muslim kami yang terjajah dan tertindas di berbagai belahan bumiMu. Ya Rabbana, berikan keteguhan dan kesabaran kepada saudara-saudara kami di Syiria, Mesir, Palestina, Irak, Myanmar dan di manapun mereka yang tertindas… Kerahkan bala tentaraMu di alam semesta ini untuk meluluhlantakkan para penindas mereka sehancur-hancurnya… Lindungilah kehormatan mereka… Jadikan mereka yang gugur sebagai syuhada’ yang selalu hidup di sisiMu… Segerakan pertolonganMu untuk mereka, Ya Rabbal ‘alamin…<br />Ya Allah, ya Rabbana, di sisa-sisa hidup kami ini, berikanlah kekuatan kepada kami untuk selalu berbakti dan menjadi anak yang shaleh untuk ayah-bunda kami. Jika mereka masih hidup, izinkanlah kami untuk berkhidmat dan melayani mereka dengan sebaik-baiknya di sisa-sisa usia mereka… Jika ayah-bunda kami telah tiada, maka izinkanlah kami untuk menjadi sisa-sisa kebaikan mereka yang terus-menerus menjadi ladang kebaikan penerang alam kubur mereka… Ya Allah, ampuni, ampuni, ampuni durhaka kami kepada ayah-bunda kami…<br />Ya Allah, ya Rabbana, berikan kami kekuatan dan kemampuan untuk menjadi orangtua yang terbaik untuk putra-putri kami… Hanya Engkau satu-satuNya yang dapat memberikan kekuatan untuk mendidik mereka dengan sebaik-baiknya… Ya Allah, jadikan anak-anak kami sebagai penyejuk hati kami, yang selalu mendoakan kami saat kami sendiri dalam kegelapan alam kubur… Ya Allah, karuniakan kepada kami anak-anak yang mencintai al-Qur’an dan Sunnah NabiMu…<br />Ya Allah, selamatkan negeri ini dari pemimpin-pemimpin yang zhalim… Selamatkan negeri ini dari kerakusan para koruptor yang tidak bertanggung jawab… Karuniakan untuk kami para pemimpin yang adil dan mencintai SyariatMu… Izinkan kami untuk menikmati indahnya negeri ini di bawah naungan SyariatMu yang Maha Adil…<br />Ya Allah, Zat Yang Maha Mengabulkan doa kabulkanlah doa kami, penuhilah permintaan kami, kamilah hamba-Mu yang lemah, harapan kami hanya kepadaMu, Engkau Maha Mendengar, Engkaulah Penguasa satu-satunya Yang Haq, Engkaulah sebaik-baik Pemberi yang diharap.<br />
<br />
<div style="text-align: right;">
<b>رَبَّناَ لاَ تُزِغْ قُلُوْبَناَ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَناَ وَهَبْ لَناَ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ</b></div>
<div style="text-align: right;">
<b>رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَاْلحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ</b> .</div>
********<br />* Naskah Khutbah Seragam Idul Adha 1434 H dikeluarkan oleh Dewan Syariah DPP Wahdah Islamiyah<br /><br />Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8627992781101120342.post-29974023890361382372013-10-04T00:54:00.001-07:002013-10-04T00:55:36.105-07:003 Amalan Terafdhal<div style="text-align: justify;">
<b>Serial Arbau’una Haditsan Fi Birril walidain</b><br />
Hadits I</div>
<h4 style="text-align: right;">
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال : سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم : أي العمل أحب إلى الله ؟ قال : " الصلاة على وقتها " . قلت : ثم أي ؟ قال : " بر الوالدين " . قلت : ثم أي ؟ قال : " الجهاد في سبيل الله " متفق عليه</h4>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari ‘Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, ‘Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan apa yang paling dicintai oleh Allah?’ Beliau bersabda, “<i>Shalat –tepat- pada waktunya</i>”. Aku [Ibn Mas’ud] bertanya, ‘kemudian apa?’ Beliau menjawab, “<i>Birrul walidain</i>”. Aku bertanya, ‘kemudian apa?’ Beliau berkata, “<i>jihad fi sabilillah</i>”. (Muttafaq ‘alaihi).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<b>Pelajaran Hadits:</b><br />
1. Hadist ini menunjukan bahwa birrul walidain termasuk amalan paling afdhal setelah shalat fardhu yang merupakan rukun islam yang paling agung. Al-birr artinya berbuat baik kepada keduanya melalui perkataan, perbuatan, dan harta sesuai kemampuan.<br />
2. Birrul walidain didahulukan daripada jihad fi sabilillah, selama jihad belum menjadi fardhu ‘ain kepada setiap Muslim dengan masuknya musuh ke dalamnegeri Islam. Jika musuh telah menyerang negeri Islam dan jihad menjadi fardhu ‘ain kepada semua kaum Muslimin dalam negeri itu, maka jihad lebih dikedepankan dari birrul walidain.<br />
3. Anjuran untuk birrul walidain, dan bahwa ia merupakan amalan paling afdhal yang seorang hamba mendekatkan dirinya kepada Allah.<br />
(Sumber: <i>Arbau’una Haditsan Fi Birril walidain</i>, Karya Nashir ibn Hamid al-Suhaji)</div>
Syamsuddin al Munawiyhttp://www.blogger.com/profile/11436658967088200639noreply@blogger.com0