“Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?”
Ikhwan fillah, berapa kali kita mendengar ayat tadi dibacakan? Allah memberi kita nikmat dalam jumlah tak terbilang. Allah tidak meminta kita menghitung seberapa banyak nikmat kita peroleh. Tidak bakal berkesudahan.وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. (Q.S an Nahl : 18)
Sebaliknya, mari kita berhitung. Barangkali tidak terlalu sulit jika kita hitung berapa kali kita mensyukuri nikmat yang Allah beri pada kita dalam satu hari ini.
Tahun baru, kelahiran, panen melimpah, naik jabatan, memperoleh hadiah, selalu dijadikan alasan melakukan syukur. Berapa sering kita mendapatkan alasan-alasan ini? Tahun baru hanya sekali setahun. Seorang ibu rata-rata melahirkan sekali dalam dua tahun. Naik jabatan? Panen besar?. Betapa mudah kita hitung wujud syukur kita. Betapa sedikit kita bersyukur. Sementara nikmat Allah selalu hadir dalam setiap tarikan nafas kita sehari-hari.
“Maka nikmat Allah yang manakah yang kamu dustakan?”
Kita undang teman makan-makan untuk merayakan promosi yang kita peroleh. Orang tua merayakan kelahiran setiap anaknya. Ada yang melarung sesaji sebagai syukur atas tangkapan yang melimpah. Bagaimana seharusnya kita ungkapan rasa syukur kita?
Imam asy-Syaukani menyebutkan bahwa ungkapan rasa syukur keluar dari tiga sumber.
Pertama, lisan atau ucapan. Dalam sebuah hadits dikatakan, “seorang hamba mengucapkan ‘alhamdulillah’ ketika memperoleh suatu nikmat. Sungguh ucapannya ini bahkan lebih utama dari nikmat yang ia peroleh tersebut.” ((HR. Ibnu Majah).
Kedua, sumber ungkapan syukur adalah hati. Ikhwah fillaah! Allah maha tahu setiap niat perbuatan kita. Lisan bisa terdengar manis dan menipu. Kepada siapa dan untuk siapa kita layangkan syukur kita?
Ketiga, sumber ungkapan syukur adalah amal atau perbuatan. Akhlak seorang muslim selalu selaras antara tiga hal ini yakni lisan, hati atau niat dan perbuatan. Mensyukuri nikmat Allah diwujudkan dengan ketaatan kita terhadap jalan hidup Allah tetapkan bagi kita. Abu Hazim Salamah bin Dinar berkata:”perumpamaan orang yang memuji syukur kapada Allah hanya dengan lisan, namun tidak dengan ketaatannya, ia seibarat orang yang memakai penutup kepala dan kaki tapi tidak menutupi seluruh badanya. Bisakah pakaian begini melindunginya dari panas dan dingin?”.
Ikhwah fillah. Allah memberi kita nikmat sebagai sebuah amanah. Jika kita meyakini bahwa segala yang kita miliki adalah pemberianNya, akankah kita risau jika jika suatu saat nikmat yang kita miliki hilang dan berpindah? Kita bisa bersetuju dengan pendapat bahwa risau ini wajar dan manusiawi. Atau barangkali kita bisa memilih yakin bahwa meyakini kebesaran dan janji Allah adalah sisi lain kemanusiaan kita? Bersyukurlah, niscaya Allah akan melipat gandakan nikmatnya. Dalam QS Ibrahim ayat 7 Allah berfirman,” Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat kami) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya adzabku sangat pedih”.
Bersyukur merupakan kewajiban kita sebagai hamba Allah. Tidak ada satu pun alasan bagi manusia untuk tidak bersyukur. Bahkan nabi sekalipun, yang sudah dijanjikan maksum, tetap mewajibkan diri beliau untuk senantiasa mengaplikasikan rasa syukur dalam hidup beliau baik lisan, hati dan amal.
Dari aisyah radhiyallaahu 'anha ia berkata ; sesungguhnya nabi saw selalu bangun untuk mengerjakan salat malam sampai kedua kakinya bengkak,Aisyah bertanya ; wahai rasulullah mengapa engkau berbuat demikian , sedangkan Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang telah lampau maupun yang akan datang ? ;Beliau menjawab 'apakah tidak sepantasnya jika aku menjadi seorang hambah yang slalu bersyukur (HR bukhari dan muslim).
Bagaimana dengan kita?
Ikhwah fillah. Sering kita lupa begitu banyak nikmat yang wajib kita syukuri. Nikmat selalu saja kita ukur dengan materi: jumlah harta yang kita miliki, jumlah orang yang mencintai kita. Bahkan yang berupa fisik pun sering kita sadari setelah kita kehilangan. Kita baru menyadari betapa nikmatnya bernafas setelah salah satu hidung kita tersumbat. Kita baru tahu berharganya kesehatan badan setelah sakit.
Ikhwah fillah. Ada dua nikmat yang paling sering kita lupakan yakni nikmat sehat dan nikmat waktu luang. Sebuah hadits mengatakan,”ada dua kenikmatan yang mengakibatkan banyak orang merugi (karena melalaikannya): nikmat sehat dan nikmat waktu luang” (HR Imam Bukhari).
“Maka nikmat Tuhan yang manakah yang engkau dustakan”.
Sering kita mengeluh dengan cobaan yang menimpa diri kita. Kesempitan, rasa sakit, kehilangan, selalu menjadi alasan bagi kita untuk mengeluh. Kita mengeluh melihat orang lain Nampak bernasib lebih baik dari kita.
Ikhwah fillah. Semakin besar kita ingat begitu melimpahnya nikmat yang kita peroleh, semakin kecil kemungkinan kita mengeluhkan segala macam ujian yang menimpa kita. Kita akan bersabar. Kita perlu menguatkan diri kita menjalani sikap sabar ini. Suatu ketika Rasulullah berwasiat pada Muadz, “wahai Muadz, aku berpesan. Janganlah kamu tinggalkan pada tiap-tiap habis shalat berdoa, ‘allaahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika’. (Ya Allah tolonglah aku agar aku senantiasa ingat kepadaMu, senantiasa mensyukuri nikmatMu dan senantiasa baik dalam beribadah kepadaMu).
Dalam hadits lain Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, ''Perkara orang Mukmin itu mengagumkan. Sesungguhnya, semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang Mukmin. Bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya. Bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya.'' (HR Muslim No 5318).
“Maka nikmat Tuhan yang manakah yang engkau dustakan”.
Ikhwah fillah. Senantiasa mengingat nikmat Allah dan bersabar adalah kewajiban kita. Semua nikmat yang kita miliki adalah amanah. Semua amanah yang ada pada kita akan diminta pertanggungjawab oleh Allah. Dalam QS at Takatsur Allah berfirman, “ Kemudian pastilah kalian akan ditanya pada hari itu tentang nikmat (yang kamu peroleh)”. Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk senantiasa mampu mensyukuri segala nikmat yang kita peroleh. Allah telah menjanjikan kepada hambanya untuk senantiasa menambah nikamatNya, selama kita senantiasa bersyukur sepenuh hati kita, sejernih lisan kita dan sebaik perbuatan kita. wallaahu ‘alamu bishshawab.
(Abd Rauf Haris)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar