Persatuan umat (wihdatul-ummah) bukanlah tema atau kajian baru yang diangkat dalam berbagai majelis, media ilmu ataupun informasi walaupun metode wihdah yang dikaji dan uslub penyampaiannya kepada publik berbeda-beda antara satu kelompok/ormas dengan yang lainnya. Sayangnya, seruan tentang tema ini tidak banyak menarik simpati para inidvidu dan banyak kelompok muslim baik yang tergabung dalam ormas ataupun majelis ta’lim tertentu. Seorang muslim yang masih memiliki kepedulian terhadap agama dan kejayaan islam,pasti akan terus dipenuhi tanda tanya tentang faktor dibalik lemahnya umat ini dengan semua komponennya dalam meraih panji persatuan.
Perlu diketahui bahwa persatuan yang diinginkan Islam bukanlah menyatukan langkah untuk menyamakan seluruh pendapat dan ijtihad fiqh, hukum ataupun permasalahan kontemporer tertentu sebab ini sesuatu yang hampir mustahil diwujudkan. Namun ia sebuah langkah menyatukan kalimat dan langkah diatas fondasi aqidah yang shahih, demi menegakkan kalimat Allah dan meraih kejayaan umat (tamkiinul-ummah). Allah ta’ala berfirman :“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…” (Terj. QS Ali Imran ; 103).
Problem dan kesulitan yang dihadapi umat ini sangatlah besar dan beragam, yang mengharuskan adanya arah pandangan dan argumen yang banyak pula dalam mencari solusinya, ini butuh keseriusan dan ijtihad para ulama dalam menanganinya. Sebab itu, merupakan hal yang lazim, jika dalam perkara ini terdapat ikhtilaf /perbedaan pendapat, akan tetapi merupakan kekeliruan besar jika pendirian kita adalah memusuhi dan tidak menghargai orang-orang yang menyelisihi kita walaupun argumen mereka juga memiliki arah pandangan dan dalil yang kuat. Contoh nyata dalam hal ini adalah masalah boleh tidaknya mencoblos dalam pemilu yang baru saja diselenggarakan. Kita seharusnya bersikap dewasa dan saling menghargai argumen masing-masing dalam masalah seperti ini, tanpa harus meremukkan kaca persatuan yang awalnya memang telah retak.
Lalu apa hubungan antara hati dan persatuan umat ??
Jika mencermati berbagai kajian wihdatul-ummah ini, anda akan mendapati bahwa banyak diantaranya sama sekali tidak mengaitkannya dengan amalan hati.Padahal, hakikat persatuan dan wihdah adalah wihdatul-qulub (persatuan hati), bukan persatuan lahir sebab betapa banyak individu muslim tergabung dalam suatu kelompok atau amalan tertentu namun hati mereka tidak saling sinergi sehingga rentan berpecahbelah. Paginya masih saling menghargai bahkan saling memuji dan menyanjung, di sore harinya sanjungan tersebut berubah menjadi celaan dan tahdziran walaupun hanya karena perbedaan pendapat dalam satu masalah tertentu.
Hati sangat berperan dalam penyatuan kalimat dan langkah umat ini, bahkan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sangat sering memperingati para sahabatnya agar selalu menjaga persatuan hati, diantaranya nasehat beliau ketika hendak shalat; “Luruskan (shaf), dan jangan bengkokan (shaf), sehingga hati kalian akan berselisih”. (terj. HR Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa merapatkan dan meluruskan shaf bukan hanya sekedar perintah, namun lebih dari itu memiliki hikmah besar yaitu agar tetap mengekalkan adanya persatuan.
Kriteria Hati Yang Mudah Membangun Persatuan Ummat
1.Hati yang memahami aqidah dengan benar.
Banyak umat Islam yang tidak memahami aqidah yang benar, baik dari kalangan awam, maupaun terpelajar. Bahkan tidak sedikit dari mereka terpengaruh dengan banyak praktek/keyakinan syirik, Syiah, ataupun pemikiran sesat seperti liberalisme, sekulerisme, pluralisme. Tentunya sebagian mereka tidak hanya enggan untuk menyatukan kalimat Islam, namun bahkan terang-terangan menentang setiap agenda persatuan umat.
Solusi dari fenomena ini adalah menggencarkan gerakan dakwah dan, tashfiyah (pemurnian aqidah) secara luas dan dengan metode yang benar lagi hikmah. Dakwah yang tidak hanya monoton terkungkung antara mihrab dan dinding-dinding masjid, atau hanya terbatas pada majelis ta’lim dan bangku belajar, namun dakwah yang bisa merasuk dan menyebar kesemua lapisan masyarakat baik lewat program dakwah intensif, sosial, pendidikan, kesehatan dll sebab aktifitas dakwah seperti ini terorganisir dengan baik dan sangat mudah diterima masyarakat, selanjutnya aqidah dan pemahaman islam mereka bisa diluruskan, dengannya kesatuan kalimatpun bisa ditegakkan.
2.Hati yang suci dari berbagai penyakit hati.
Hati yang kedua ini, hampir sama dengan poin pertama, namun ia lebih mengarah pada sisi ibadah qalbiyah. Atau sering disebut dengan al-qalbussalim (hati yang sehat) yaitu suci dari berbagai penyakit hati.
Penyakit hati ini merupakan salah satu penghalang utama dari adanya penyatuan kalimat diantara barisan ahli sunnah saat ini. Diantara faktor menjamurnya penyakit ini adalah kurangnya pemahaman aqidah, ilmu ataupun ibadah dan tarbiyah dzatiyah (pembinaan diri). Ia tidak hanya menjangkiti masyarakat awam,namun ironisnya juga menjangkiti sebagian dai bahkan yang bergelar ulama sekalipun.
Sebagian muslim juga kadang mempelajari Islam dan memahami aqidah secara umum dengan benar, namun implementasinya masih sangat perlu pembinaan. Aqidah, hendaknya bisa memberikan warna berbeda dalam hati, melembutkan dan menghiasinya dengan berbagai amalan hati; khusyu’, tawakkal, sabar, inshof, akhlak hati dan lainnya. Ini bisa terwujud jika pola dan metode pembelajaran dan penanaman aqidah islam terwujud dengan baik. Realitanya, kadang hal ini tidak terwujud sebagaimana mestinya, sehingga metode/cara pengkajian aqidah ini hanya bisa menambah kerasnya hati atau bahkan menimbulkan banyak penyakit hati misalnya; dengki, cemburu, merasa paling benar, dll yang selanjutnya bisa berujung pada keengganan untuk bekerjasama dan bersatu dalam amal dakwah.
Diantara metode yang salah dan fatal tersebut adalah mengawali penanaman aqidah dengan pengenalan firqah (sekte sesat) dan metode debat. Kita yakin, bahwa metode ini bisa saja memudahkan pemahaman aqidah, namun tidak dipungkiri, kemungkinannya akan melahirkan kader yang gemar debat ,mudah memvonis dan keras hati. Jika tiga sifat ini terkumpul dalam hati seorang hamba, maka hampir mustahil bisa ikut serta dalam kafilah persatuan umat.
Jenis hati sehatlah yang akan menjadi tonggak dan memiliki andil besar dalam persatuan umat dengan keikhlasan, hikmah,kelapangdadaan, inshof,husnudzon,dan pengorbanannya. Jika semua muslim memiliki hati yang sehat, atau seluruh pengusung dakwah bisa mensucikan hati, niscaya penyatuan kalimat ini akan tercapai dengan cepat dan mudah. Akan tetapi perselisihan hati (baca ; penyakit hatilah) yang merusaknya, akhirnya bencana perpecahan dan kelemahan yang diperingatkan Allah pun terjadi :“… dan janganlah kamu berbantah-bantahan (berselisih), yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (terj. QS. Al Anfal : 46)
Ayat ini tidak hanya mengandung nilai persatuan, namun juga mengikrarkan bahwa sifat orang-orang bersatu adalah sabar dan lapangdada, lalu bagaimana bisa orang yang tidak punya sifat sabar, lapangdada (baca ; berpenyakit hati) bisa ikut serta dalam menyatukan kalimat islam ?!
Solusi utama dari penyakit hati ini adalah tarbiyah dzatiyah (pembinaan diri) dan tazkiyatunnafs (penyucian hati) dengan banyak beribadah, zikir, dan menjauhi perkara haram. Dengannya hati akan sehat: “Ketahuilah bahwa pada jasad terdapat segumpal daging,jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya,jika ia buruk maka buruklah seluruh jasadnya,ketahuilah itu adalah hati” (terj. HR Bukhari dan Muslim).
Dengan dua jenis hati inilah, para sahabat dan tabiin meraih kekuatan iman, mengokohkan persatuan, mencapai kejayaan, dan membuat gentar musuh mereka. Akhir kata,marilah menata hati ,dengan aqidah dan tazkiyatunnafs, karena hanya dengan keduanya hati umat ini bisa bersinergi dan menyatukan langkah dan misi. Allahu a’lam. (Buletin Al Fikrah/http://stiba.net)