Rabu, 31 Desember 2014

Kebaikan Itu Adalah Akhlaq Yang Baik

 Dari Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu, beliau berakata, aku bertanya kepadan Nabi shallallahu ‘aihi wa sallam tentang al-birr (kebaikan) dan itsm (dosa). Beliau bersabda;

البر حسن الخلق , و الإثم ما حاك في صدرك و كرهت أن يطلع عليه الناس

Kebaikan itu akhlaq yang baik, sedangkan dosa dalah apa yang berkecamuk dalam dadamu dan engkau tidak suka diketahui oleh manusia” (HR. Muslim).

Pelajaran Hadits:
1. Anjuran terhadap husnul khuluq (akhlaq yang baik). Husnul khuluq dapat berupa wajah yang berseri ketika bertemu, menahan diri dari mengganggu orang lain, dan bersabar menahan gangguan, mempersembahkan kebikan, serta berhias diri dengan adab islami. Akhlaq ada yang berupa gharizah dan ada pula mukatasab (diusahakan).
2. Anjuran meninggalkan sesuatu yang meragukan kebolehannya, dan Allah telah mengaruniakan kepada setiap orang kemampuan untuk mengenali keburukan tersebut. 

(Diterjemahkan oleh Syamsuddin Al-Munawiy dari Kitab Tuhfatul Kiram Syarh Bulughil Maram, Kitabul Jami’ Bab Adab, halaman: 586-587, karya Syekh. DR. Muhammad Luqman As-Salafi hafidzahullah, terbitan Darud Da’i Lin Nasyri Wat Tauzi’ Riyadh Bekerjasama dengan Pusat Studi Islam Al-Allamah Ibn Baz India)

Selasa, 30 Desember 2014

Himbauan Dewan Pimpinan Pusat Wahdah Islamiyah (DPP-WI)


Alhamdulillah alaa kulli haal, segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan dan kondisi. Shalawat dan salam atas Rasulullah ,keluarga ,para sahabat dan ummatnya yang tetap istiqamah di atas sunnahnya.
Bumi beserta segala isinya, langit yang tegak tanpa tiang, angin dan awan yg beriring, laut dan segala ombak dan gelombangnya, semua alam semesta ini sejatinya adalah makhluk dan ciptaan Allah Ta'alaa.  Semuanya tunduk dalam ketentuan dan perintah Allah Subhanahu wata'ala,

سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

"Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana." – (QS.57:1)

Sehubungan dengan banyaknya bencana yang terjadi akhir- akhir ini , berupa tanah longsor, banjir , kebakaran hingga kecelakaan pesawat terbang dan lain sebagainya, patut mengundang keprihatinan dan kesadaran kita untuk muhasabah dan memohon ampunan dari Yang Maha Kuasa Allah subhanahu wata'ala.

Dan hari ini adalah hari terakhir bulan Desember 2014 M, dimana biasa kita saksikan pada malam pergantian tahun baru miladiyah dimana terjadi pesta pora dan penghamburan dana yang sangat luar biasa, bahkan tidak jarang menjadi ajang pelanggaran aturan agama dan moral.
Memperhatikan hal tersebut di atas maka sebagai wujud tanggung jawab dan keprihatinan atas situasi umat dan bangsa, Wahdah Islamiyah menghimbau seluruh komponen ummat dan bangsa  sebagai berikut:

1. Tidak melakukan perayaan tahun baru apalagi berpesta pora atau membuat ajang-ajang keramaian di tengah situasi dan suasana keprihatinan umat & bangsa saat ini.

2. Senantiasa berusaha menghindari segala macam bentuk pelanggaran agama dan moral termasuk pada malam pergantian tahun baru .

3. Kepada kaum muslimin patut diingatkan bahwa perayaan menyambut tahun baru ini tidak terlepas dari perayaan keagamaan bagi agama lain, maka hendaknya menjaga diri dan keluarga untuk tidak ikut- ikutan dalam kegiatan-kegiatan tersebut sekalipun dalam bentuk kegiatan keagamaan Islam yang diadakan diluar rumah.

Demikianlah kami menyampaikan himbauan ini dengan pehuh harap agar Allah Yang Maha Esa melindungi kita semua dari setiap marabahaya dan pelanggaran . 
Amin Ya Rabbal 'Alamin.

Jakarta 9 Rabiul Awal 1436 H/31 Desember 2014
Dewan Pimpinan Pusat Wahdah Islamiyah (WI)
Muh. Zaitun Rasmin, Lc., MA

(Pimpinan Umum)


Kamis, 04 Desember 2014

Jika Bertiga, Yang Dua Jangan Berbisik Tanpa Melibatkan Yang Ketiga


عن ابن مسعود رضي الله عنه قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم؛ "إذَا كُنتُم ثلاثة فلا يتناجى اثنان دون الآخر  حتى تختلطوا با لناس مِن أجلِ أنّ ذلك يحزنه" . متفق عليه واللفظ لِمُسلِمٍ 
Ibnu Ma’sud radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian bertiga, maka yang dua orang jangan berbisik-bisik tanpa meneyertakan yang ketiga, hingga kalian berkumpul dengan orang banyak. Karena hal itu dapat membuatnya bersedih”. (Muttafaq ‘alaihi, dan ini merupakan lafadz Imam Muslim).

ما يستفاد من الحديث:
Pelajaran dari Hadits:
1-  الحديث دليل على النهي عن تناجي الإثنين إذا كان معهما ثالث في السفر وغيره, لأنه يحدث القلق والحزن في قلب الثالث ويظنّ أنه ليس بأهل السر أو الخوض فيه.

1.      Hadits ini adalah dalil tentang larangan berbisik bagi dua orang jika ada orang ketiga, baik saat safar (perjalanan) atau yang lainnya. Karena hal itu dapat menimbulkan perasaan gelisah dan sedih pada orang yang tidak dilibakan dalam pembicaraan. Sebab ia menyangka bahwa ada sesuatu yang dirahasiakan dan ia tidak pantas ikut serta di dalamnya.

2- وإذاكانوا أربعة فأكثر فلا بأس من التناجي والتسار بين اثنين منهم لفقد علة النهي, ويدخل فيه التكلم بلغة لا يحسنها الثالث أولا يفهمها
2.       Jika berempat atau lebih, maka tidak mengapa dua orang berbisik atau berbicara secara sirr (lirih) karena illat (sebab) larangan telah hilang. Termasuk dalam larangan ini adalah berbicara dengan bahasa yang tidak diketahui atau tidak dipahami oleh pihak ketiga.

(Sumber: Tuhfatul Kiram Syarh Bulughil Maram, Kitabul Jami’ Bab Adab, halaman: 587, karya Syekh. DR. Muhammad Luqman As-Salafi hafidzahullah, terbitan Darud Da’i Lin Nasyri Wat Tauzi’ Riyadh Bekerjasama dengan Pusat Studi Islam Al-Allamah Ibn Baz India, Tarjamah: Syamsuddin Al-Munawiy)


Kamis, 22 Mei 2014

Himbauan Pimpinan Umum WAHDAH ISLAMIYAH Kepada Anggota Wahdah dan Ummat Islam Secara Umum Tentang PILPRES 2014

Himbauan Pimpinan Umum Wahdah Islamiyah Kepada Anggota Wahdah dan Ummat Islam Secara Umum tentang Pilpres 2014:
1. Kiranya tidak membuat atau ikut menyebarkan isu dan informasi negatif tentang  Capres/Cawapres 2014 melalui SMS, Whatsap dan media apapun. Sebab bisa menjadi ghibah dan fitnah, serta dapat menjadi bumerang bagi persatuan ummat & bangsa.
2. Diharapkan kepada seluruh ummat Islam yang peduli terhadap kemaslahatan ummat dan bangsa agar berupaya dengan sungguh-sungguh ikut memilih capres yang diyakini lebih berpihak pada kepentingan ummat dan keselamatan bangsa.
3. Banyak beristighfar dan berdo’a demi hasil Pilpres yang membawa pada keselamatan serta kejayaan ummat dan bangsa Indonesia.
4. Kiranya KPU dan BAWASLU, pemerintah, para Capres/Cawapres beserta seluruh pendukungnya, benar-benar maksimal dalam usaha menjadikan Pilpres ini berlangsung secara jujur dan adil.

Salam Hormat
Muhammad Zaitun Rasmin

Senin, 05 Mei 2014

Sucikan Hati Wujudkan Persatuan Umat

Persatuan umat (wihdatul-ummah) bukanlah tema atau kajian baru yang diangkat dalam berbagai majelis, media ilmu ataupun informasi walaupun metode wihdah yang dikaji dan uslub penyampaiannya kepada publik berbeda-beda antara satu kelompok/ormas dengan yang lainnya. Sayangnya, seruan tentang tema ini tidak banyak menarik simpati para inidvidu dan banyak kelompok muslim baik yang tergabung dalam ormas ataupun majelis ta’lim tertentu. Seorang muslim yang masih memiliki kepedulian terhadap agama dan kejayaan islam,pasti akan terus dipenuhi tanda tanya tentang faktor dibalik lemahnya umat ini dengan semua komponennya dalam meraih panji persatuan.

Perlu diketahui bahwa persatuan yang diinginkan Islam bukanlah menyatukan langkah untuk menyamakan seluruh pendapat dan ijtihad fiqh, hukum ataupun permasalahan kontemporer tertentu sebab ini sesuatu yang hampir mustahil diwujudkan. Namun ia sebuah langkah menyatukan kalimat dan langkah diatas fondasi aqidah yang shahih, demi menegakkan kalimat Allah dan meraih kejayaan umat (tamkiinul-ummah). Allah ta’ala berfirman :“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…” (Terj. QS Ali Imran ; 103).

Problem dan kesulitan yang dihadapi umat ini sangatlah besar dan beragam, yang mengharuskan adanya arah pandangan dan argumen yang banyak pula dalam mencari solusinya, ini butuh keseriusan dan ijtihad para ulama dalam menanganinya. Sebab itu, merupakan hal yang lazim, jika dalam perkara ini terdapat ikhtilaf /perbedaan pendapat, akan tetapi merupakan kekeliruan besar jika pendirian kita adalah memusuhi dan tidak menghargai orang-orang yang menyelisihi kita walaupun argumen mereka juga memiliki arah pandangan dan dalil yang kuat. Contoh nyata dalam hal ini adalah masalah boleh tidaknya mencoblos dalam pemilu yang baru saja diselenggarakan. Kita seharusnya bersikap dewasa dan saling menghargai argumen masing-masing dalam masalah seperti ini, tanpa harus meremukkan kaca persatuan yang awalnya memang telah retak.
Lalu apa hubungan antara hati dan persatuan umat ??

Jika mencermati berbagai kajian wihdatul-ummah ini, anda akan mendapati bahwa banyak diantaranya sama sekali tidak mengaitkannya dengan amalan hati.Padahal, hakikat persatuan dan wihdah adalah wihdatul-qulub (persatuan hati), bukan persatuan lahir sebab betapa banyak individu       muslim tergabung dalam suatu kelompok atau amalan tertentu namun hati mereka tidak saling sinergi sehingga rentan berpecahbelah. Paginya masih saling menghargai bahkan saling memuji dan menyanjung, di sore harinya sanjungan tersebut berubah menjadi celaan dan tahdziran walaupun hanya karena perbedaan pendapat dalam satu masalah tertentu.

Hati sangat berperan dalam penyatuan kalimat dan langkah umat ini, bahkan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sangat sering memperingati para sahabatnya agar selalu menjaga persatuan hati, diantaranya nasehat beliau ketika hendak shalat; “Luruskan (shaf), dan jangan bengkokan (shaf), sehingga hati kalian akan berselisih”. (terj. HR Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa   merapatkan dan meluruskan shaf bukan hanya sekedar perintah, namun lebih dari itu memiliki hikmah besar yaitu agar tetap mengekalkan adanya persatuan.

Kriteria Hati Yang Mudah Membangun Persatuan Ummat

1.Hati yang memahami aqidah dengan benar.
Banyak umat Islam yang tidak memahami aqidah yang benar, baik dari kalangan awam, maupaun terpelajar. Bahkan tidak sedikit dari mereka terpengaruh dengan banyak praktek/keyakinan syirik, Syiah, ataupun pemikiran sesat seperti liberalisme, sekulerisme, pluralisme. Tentunya sebagian mereka tidak hanya enggan untuk menyatukan kalimat Islam, namun bahkan terang-terangan menentang setiap agenda persatuan umat.

Solusi dari fenomena ini adalah menggencarkan gerakan dakwah dan, tashfiyah (pemurnian aqidah) secara luas dan dengan metode yang benar lagi hikmah. Dakwah yang tidak hanya monoton terkungkung antara mihrab dan dinding-dinding masjid, atau hanya terbatas pada majelis ta’lim dan bangku belajar, namun dakwah yang bisa merasuk dan menyebar kesemua lapisan masyarakat baik lewat program dakwah intensif, sosial, pendidikan, kesehatan dll sebab aktifitas dakwah seperti ini terorganisir dengan baik dan sangat mudah diterima masyarakat, selanjutnya aqidah dan pemahaman islam mereka bisa diluruskan, dengannya kesatuan kalimatpun bisa ditegakkan.

2.Hati yang suci dari berbagai penyakit hati.
  
Hati yang kedua ini, hampir sama dengan poin pertama, namun ia lebih mengarah pada sisi ibadah qalbiyah. Atau sering disebut dengan al-qalbussalim (hati yang sehat) yaitu suci dari berbagai penyakit hati.

Penyakit hati ini merupakan salah satu penghalang utama dari adanya penyatuan kalimat diantara barisan ahli sunnah saat ini. Diantara faktor menjamurnya penyakit ini adalah kurangnya pemahaman aqidah, ilmu ataupun ibadah dan tarbiyah dzatiyah (pembinaan diri). Ia tidak hanya menjangkiti masyarakat awam,namun ironisnya juga menjangkiti sebagian dai bahkan yang bergelar ulama sekalipun.

Sebagian muslim juga kadang mempelajari Islam dan memahami aqidah secara umum dengan benar, namun implementasinya   masih sangat perlu pembinaan. Aqidah, hendaknya bisa memberikan warna berbeda dalam hati, melembutkan dan menghiasinya dengan berbagai amalan hati; khusyu’, tawakkal, sabar, inshof, akhlak hati dan lainnya. Ini bisa terwujud jika pola dan metode pembelajaran dan penanaman aqidah islam terwujud dengan baik. Realitanya, kadang hal ini tidak terwujud sebagaimana mestinya, sehingga metode/cara pengkajian aqidah ini hanya bisa menambah kerasnya hati atau bahkan menimbulkan banyak penyakit hati misalnya; dengki, cemburu, merasa paling benar, dll yang selanjutnya bisa berujung pada keengganan untuk bekerjasama dan bersatu dalam amal dakwah.

Diantara metode yang salah dan fatal tersebut adalah mengawali penanaman aqidah dengan pengenalan firqah (sekte sesat) dan metode debat. Kita yakin, bahwa metode ini bisa saja memudahkan pemahaman aqidah, namun tidak dipungkiri, kemungkinannya akan melahirkan kader yang gemar debat ,mudah memvonis dan keras hati. Jika tiga sifat ini terkumpul dalam hati seorang hamba, maka hampir mustahil bisa ikut serta dalam kafilah persatuan umat.

Jenis hati sehatlah yang akan menjadi tonggak dan memiliki andil besar dalam persatuan umat dengan keikhlasan, hikmah,kelapangdadaan, inshof,husnudzon,dan pengorbanannya.   Jika semua muslim memiliki hati yang sehat, atau seluruh pengusung dakwah bisa mensucikan hati, niscaya penyatuan kalimat ini akan tercapai dengan cepat dan mudah. Akan tetapi perselisihan hati (baca ; penyakit hatilah) yang merusaknya, akhirnya bencana perpecahan dan kelemahan yang diperingatkan Allah pun terjadi :“… dan janganlah kamu berbantah-bantahan (berselisih), yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (terj. QS. Al Anfal : 46)

Ayat ini tidak hanya mengandung nilai persatuan, namun juga mengikrarkan bahwa sifat orang-orang bersatu adalah sabar dan lapangdada, lalu bagaimana bisa orang yang tidak punya sifat sabar, lapangdada (baca ; berpenyakit hati) bisa ikut serta dalam menyatukan kalimat islam ?!

Solusi utama dari penyakit hati ini adalah tarbiyah dzatiyah (pembinaan diri) dan tazkiyatunnafs (penyucian hati) dengan banyak beribadah, zikir, dan menjauhi perkara haram. Dengannya hati akan sehat: “Ketahuilah bahwa pada jasad terdapat segumpal daging,jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya,jika ia buruk maka buruklah seluruh jasadnya,ketahuilah itu adalah hati” (terj. HR Bukhari dan Muslim).

Dengan dua jenis hati inilah, para sahabat dan tabiin meraih kekuatan iman, mengokohkan persatuan, mencapai kejayaan, dan membuat gentar musuh mereka. Akhir kata,marilah menata hati ,dengan aqidah dan tazkiyatunnafs, karena hanya dengan keduanya hati umat ini bisa bersinergi dan menyatukan langkah dan misi. Allahu a’lam. (Buletin Al Fikrah/http://stiba.net)

Jumat, 02 Mei 2014

Catatan Tarbiah Delapan Tahun Lalu

Oleh: Muhammad Ode Wahyu

Kembali kucoba membuka lembar demi lembarnya, alhamdulillah kondisinya masih bagus dan bisa terbaca. Dalam keheningan, aku tersenyum memikirkan kisah perjuanganku masa-masa itu, perjuagan bersama sahabat-sahabatku kala baru mengenal manhaj di kelas satu SMA,  cukup berat dan penuh tantangan.  lembaran pertama kubuka dan satu judul pun terlihat “Mujma’ul Ushul Ahlis Sunnah Wal Jama’ah fil ‘Aqidah (Kumpulan Prinsip-Prinsip Ahlu Sunnah wal Jama’ah dalam Masalah Aqidah).

Lembar kedua, ketiga dan seterusnya berisi qaidah-qaidah penting yang merupakan prinsip dari ahlu sunnah wal jama’ah itu sendiri. Setidaknya ini adalah muraja’ah dan rasa syukurku pada ustadz yang pernah mengajarkan aku manhaj mulia ini. Walau hati ini sedih karena tidak bisa lagi bertemu dan bergabung dalam kafilah dakwahnya.

Hari ini, anakku yang berumur satu tahun memegang buku catatan  sederhana ini, warisan ilmu dari ustadz yang selalu aku bangga-bangakan dahulu, menganggapnya sebagai al qur’an yang ingin ia baca karena melihat dan mendengarkan aku membaca al qur’an.

Tarbiah, aku lahir dari majelisnya, aku mengenal manhaj dari halaqahnya, aku bisa menghafal qur’an dari program-programnya, aku mengahafal hadits arbain juga dalam majelisnya. Olehnya aku selalu bangga dengan tarbiahku delapan tahun yang lalu. Walau orang-orang selalu menyesatkan kami hanya karena bertarbiah.

Jika buku catatan ini masih ada hingga anakku dewasa, semoga dia bisa juga membacanya dan merenungkan kisah-kisah perjuangan ayahnya di waktu mudanya. Semoga saja buku catatan kecil ini bisa menjadi catatan-catatan perjuangan yang akan aku ceritakan pada Rabbku di Surga kelak.

Satu hal yang ku ingat dari kata-kata ustadzku dulu, “ Qayyidul ‘ilma bil kitabah (ikatalh imu dengan menulisnya)
------------
(Muhammad Ode Wahyu/http://wahyuode.blogspot.com)


Serial Perang Badar: Jihad Untuk Memisahkan Kebenaran Dari Kebatilan (Episode 1)

Segala pujian hanya milik Alloh yang Maha Sempurna yang telah menyempurnakan agama dan nikmat untuk umatNya. Sebaik-baik teladan adalah teladan NabiNya, Nabi pilihan penutup para Nabi dan risalahNya. Rasa syukur atas kemurahannya yang telah menetapkan syari’at jihad sebagai sarana puncak prestasi bagi seorang mukmin pengikut setia Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam.

Setelah sekitar 16 tahun dimarhalah tarbiyah Nubuwah, Nabi Shalallahu’alaihi wa salam ditempa dengan kesabaran atas kedhaliman yang dilakukan oleh kaum musyrikin, kegemilangannya melewati fase ini kemudian Alloh menyempurnakannya dengan keberanian. Selama sekitar 16 tahun tidak sedikitpun kaum Muslimin melakukan perlawanan bukan karena tidak berani menghadapi arogansi kaumnya dan bukan pula karena sedikit pengikutnya akan tetapi semata-mata karena belum diperintahkan oleh Alloh Ta’ala. Setelah bai’at Aqabah yang kedua, Al Abbas bin ‘Ubadah meminta izin kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi wa salam untuk memenggal leher orang-orang musyrik di Mina maka Nabi bersabda: “ Kita belum diperintahkan untuk itu ”.

Pasca hijrahnya kaum muslimin ke Madinah ternyata ancaman dan gangguan terus saja datang dari orang-orang Quraisy sehingga hal ini membahayakan eksistensi kaum muslimin yang sudah berusaha menjauh dari mereka. Maka dari itulah Allah Ta’ala menurunkan firmanNya: "Telah diizinkan (berperang) bagi orag-orang yang diperangi, Karena Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu (QS. Al Hajj: 39)

Berangkat dari ayat inilah kaum muslimin dijinkan melakukan perlawanan terhadap orang-orang musyrikin hingga Nabi Shalallahu’alaihi wa salam membentuk delapan kesatuan pasukan perang2, yaitu:

1.    Pengiriman pasukan ke Saiful Bahr pada tanggal 1 Ramadhan tahun pertama Hijriah yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul Muthalib berhadapan dengan sekitar 300 kafilah dagang Quraish akan tetapi tidak jadi berperang.

2.    Pengiriman pasukan ke Rabigh pada 1 Syawal 1 H yang dipimpin oleh Ubaidah bin Harits bersama 60 muhajirin berhadapan dengan 200 musyrikin Quraish yang dipimpin oleh Abu Sufyan, walaupun sudah saling melepas panah namun belum jadi terjadi peperangan.

3.    Pengiriman pasukan ke Al Kharar pada bulan Dzul Qa’dah 1 H yang dipimpin oleh Sa’id bin Abi Waqqash bersama 20 mujahidin namun belum terjadi peperangan karena tidak beretemu dengan musuh.

4.    Pengiriman pasukan ke Waddan pada bulan Safar 2 H yang langsung dipimpin Nabi Shalallahu’alaihi wa salam tapi juga belum terjadi peperangan.
5.    Pengiriman pasukan ke Buwath pada bulan Rabi’ul Awal 2 H dipimpin langsung oleh Nabi Shalallahu’alaihi wa salam bersama 200 sahabat namun belum terjadi peperangan juga.

6.    Pengiriman pasukan ke Safawan pada bulan Rabi’ul Awal 2 H yang dipimpin oleh Nabi Shalallahu’alaihi wa salam guna mengejar orang-orang Musyrikin yang telah merampas domba-domba kaum muslimin ditempat penggembalaan, namun belum terjadi peperangan karena musuh berhasil meloloskan diri. Peristiwa ini disebut juga perang Badar pertama3.

7.    Pengirimin pasukan ke Dzul Usyairah pada bulan Jumadal Ula 2 H, Nabi berangkat bersama sekitar 200 pasukan untuk menghadang kafilah dagang Quraish yang berangkat ke Syam, namun sesampainya di Dzul Usyairah kafilah dagang Quraish telah meninggalkan tempat tersebut sehingga tidak terjadi peperangan. Sekembalinya rombongan inilah yang kemudian terjadi peperangan Badar Qubra.

8.    Pengiriman pasukan ke Nakhlah pada bulan Rajab 2 H yang dipimpin oleh Abdullah bin Jahsyi bersama 12 muhajirin dan terjadi pertempuran yang akhirnya menewaskan Amr Bin Al Hadhrami dari pihak Quraisy dan menawan Utsman serta Al Hakam. Dalam peperangan ini pasukan yang dipimpin Abdullah bin Jahsyi berhasil merampas barang dagangan mereka dan dibawa ke Madinah.
Melalui peperangan inilah menyebabkan kaum musyrikin Quraish dirasuki rasa ketakutan. Ini menjadi bukti apa yang selama ini membayang-bayangi perasaan mereka akan ancaman kaum muslimin.

Sementara itu dari kejadian ini ternyata Alloh Ta’ala menurunkan firmanNya yang mewajibkan jihad bagi kaum muslimin khususnya pada bulan Sya’ban 2 H. Diantaranya:

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّـهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّـهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (QS. Al-Baqarah[2] : 190)
Kemudian dilanjutkan:

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِ‌جُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَ‌جُوكُمْ ۚ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِندَ الْمَسْجِدِ الْحَرَ‌امِ حَتَّىٰ يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ ۖ فَإِن قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ ۗ كَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِ‌ينَ فَإِنِ انتَهَوْا فَإِنَّ اللَّـهَ غَفُورٌ‌ رَّ‌حِيمٌ ﴿١٩٢﴾ وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّـهِ ۖ فَإِنِ انتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ

(191) “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.
(192) “Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(193) “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Alloh. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”. (QS. Al Baqarah[2]: 191-193).

فَإِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُ‌وا فَضَرْ‌بَ الرِّ‌قَابِ حَتَّىٰ إِذَا أَثْخَنتُمُوهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّىٰ تَضَعَ الْحَرْ‌بُ أَوْزَارَ‌هَا

“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir” (QS. Muhammad[47]:  4)
Bahkan Allah mencela mereka yang tidak punya nyali, gemetar dan menggigil ketakutan tatkala mendengar perintah untuk berperang.

“Dan orang-orang yang beriman berkata: “Mengapa tiada diturunkan suatu surat?” maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka”. (QS. Muhammad[47]: 20).

Dengan turunnya wahyu-wahyu ini maka semakin mengobarkan semangat dan tekad kaum muslimin untuk menegakkan kalimat Alloh serta syari’at jihad dibutuhkan untuk memisakan kebenaran dari kebatilan.

1 Waqafat Tarbawiyah Ma’as Sirah An Nabawiyah hal 134
2 Lihat Ar Rahikul Makhtum bab satuan-satuan perang sebelum perang badar
3 Lihat Ar Rahikul Makhtum bab satuan-satuan perang sebelum perang badar

(Oleh : Ustadz Abu Ayyub//http://www.belajarislam.com/serial-perang-badar-episode-1/)

Rabu, 30 April 2014

Keutamaan Bulan Rajab

Hari ini kita memasuki bulan Rajab 1435 H. Bulan  yang merupakan bulan ketujuh dalam Kalender Hijriyah ini termasuk diantara bulan-bulan yang dimuliakan dan dihormati. Kemulian bulan Rajab dinyatakan oleh ayat Allah Ta’ala dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah, Rasul-Nya dan para sahabat memuliakan bulan ini.

Bulan Mulia

Bulan Rajab merupakan satu dari empat bulan mulia yang disebut asyhurul hurum Sebagaimana dinyataakaan oleh Allah dalam al-Qur’an surah at-Taubah ayat 36:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ [٩:٣٦]

"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan lanit dan bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang orang yang bertakwa." (terj. Q.S. at Taubah :36).

Yang dimaksud dengan empat bulan haram dalam ayat di atas adalah bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Hal ini dijelaskan oleh Nabi dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh shahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam bersabda :“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati: tiga bulan berturut-turut; Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharra  m dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah dan Sya’ban.” (terj. HR. Bukhari dan Muslim).

Menurut Al Qodhi Abu Ya'la rahimahullah, penamaan bulan haram [1] diharamkan pembunuhan pada bulan tersebut sebagaimana hal ini diyakini pula oleh orang jahiliyyah, dan [2] Larangan untuk melakukan berbagai perbuatan haram pada bulan tersebut lebih keras dari pada bulan-bulan lainnya. (lihat Zadul Maysir, Ibnu Jauziy). Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Ibnu Abbas, Qatadah dan yang lainnya.

Oleh karena Rajab merupakan bulan yang mulia, maka kita harus memuliakannya. Sebagaimana dikatakan oleh Qatadah rahimahullah. “Sesungguhnya Allah memilih yang termulia dari makhluq ciptaan-Nya. Dari para Malaikat dan manusia Dia pemilih para utusan [Rasul]-Nya sebagai Malaikat dan manusia termulia. Dari perkataan manusia Dia memilih dzikrullah. Di bumi Dia memilih masjid sebagai tempat termulia. Dari seluruh bulan (asy-syuhur) Dia memilih Ramadhan dan bulan-bulan haram. Dari hari-hari Dia memilih hari jum’at, dan Dia juga memilih malam lailatulqadr sebagai malam paling mulia. Maka muliakanlah yang dimulikan oleh Allah”. Sebab, pemuliaan terhadap yang dimuliakan oleh Allah merupakan alamat ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam firman-Nya, “Waman yu’adzim sya’airallah fiannaha min taqwal qulub”.

Lalu, bagaiman seharusnya memuliakan bulan ini?
Oleh karena Rajab merupakan bulan suci dan mulia maka kita harus memuliakannya. Tentu memuliakan dan menghormati bulan ini sesuai perintah Allah dan Rasul-Nya. Kita harus memuliakaan bulan ini sebagaimana Rasulullah dan para sahabat menghormatinya. Yakni dengan meninggalkan segala bentuk dosa dan meningkatkan ibadah kepada Allah Ta’ala.

Jangan Berbuat Dzalim di bulan Haram

Pada bulan-bulan mulia ini –termasuk Rajab-, Allah melarang berbuat dzalim. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah memalui kalimat “Fala tadzlimu fihinna anfusakum,”. Maksudnya janganlah kalian mendzalimi diri sendiri pada bulan-bulan tersebut. Karena keharaman dosa pada bulan-bulan itu lebih tegas, dan dosanya lebih berat dari dosa yang dilakukan pada bulan-bulan lain. Hal ini seperti pelipatgandaan dosa yang dilakukan di tanah haram. Sebagaiaman dinyatakan oleh Allah, “Waman yurid fihi bi ilhadin bi dzulmin. . .
Menurut Ibnu Ishak sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir, ma’ana kalimat ‘fala tadzzlimu fihinna anfusakum’ adalah janganlah kalian jadikan yang haram menjadi halal dan yang halal menjadi haram sebagaimana dilakukan oleh para ahli syirik. 

Oleh karena itu hendaknya kita memuliakan dan menyucikan bulan ini dengan meninggalkan segala bentuk kedzaliman. Mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar. Dan kedzaliman nomor wahid yang harus dihindari dan dijauhi adalah kesyirikan. Sebab, syirik merupakan kedzaliman paling besar, sebagaimana firman Allah dalam surah Luqman ayat 13:

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ [٣١:١٣]

"sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS Luqman:13)

Selanjutnya meninggalkan dosa atau kedzaliman di bawah syirik berupa dosa-dosa besar, lalu dosa-dosa kecil. Selain itu anjuran untuk meninggalkan dosa menyiratkan pesan melakukan kebaikan dan ketaatan kepada Allah. karena larangan terhadap sesuatu adalah perintah untuk melakukan kebalikannya.

Oleh karena itu di bulan Rajab yang termasuk salah satu bulan haram ini, di samping kita harus berusaha meninggalkan dosa dan maksiat. Kita juga harus memperbanyak amal ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala.
























Selasa, 01 April 2014

FATWA-FATWA PARA ULAMA AHLUSSUNNAH KONTEMPORER SEPUTAR HUKUM IKUT SERTA DALAM PEMILIHAN UMUM DAN MENJADI ANGGOTA PARLEMEN

Fatwa Lajnah Daimah Tentang Sikap Seorang Muslim Terhadap Partai-partai Politik (no. 6290)

Soal: Sebagian orang mengaku dirinya muslim namun tenggelam dalam partai-partai politik, sementara di antara partai-partai itu ada yang mengikuti Rusia dan ada yang mengikuti Amerika. Dan partai-partai ini juga terbagi-bagi menjadi begitu banyak, seperti Partai Kemajuan dan Sosialis, Partai Kemerdekaan, Partai Orang-orang Merdeka –Partai Al Ummah-, Partai Asy Syabibah Al Istiqlaliyyah dan Partai Demokrasi…serta partai-partai lainnya yang saling mendekati satu sama lain.
Bagaimanakah sikap Islam terhadap partai-partai tersebut, serta terhadap seorang muslim yang tenggelam dalam partai-partai itu ? Apakah keislamannya masih sah ?

Jawaban: Barang siapa yang memiliki pemahaman yang dalam tentang Islam, iman yang kuat, keislaman yang terbentengi, pandangan yang jauh ke depan, kemampuan retorika yang baik serta mampu memberikan pengaruh terhadap kebijakan partai hingga ia dapat mengarahkannya ke arah yang Islamy, maka ia boleh berbaur dengan partai-partai tersebut atau bergabung dengan partai yang paling dekat dengan al haq, semoga saja Allah memberikan manfa’at dan hidayah dengannya, sehingga ada yang mendapatkan hidayah untuk meninggalkan gelombang politik yang menyimpang menuju politik yang syar’i dan adil yang dapat menyatukan barisan ummat, menempuh jalan yang lurus dan benar. Akan tetapi jangan sampai ia justru mengikuti prinsip-prinsip mereka yang menyimpang.

Dan adapun orang yang tidak memiliki iman dan pertahanan seperti itu serta dikhwatirkan ia akan terpengaruh bukan memberi pengaruh, maka hendaknya ia meninggalkan partai-partai tersebut demi melindunginya dari fitnah dan menjaga agamanya agar tidak tertimpa seperti yang telah menimpa mereka (para aktifis partai itu) dan mengalami penyimpangan dan kerusakan seperti mereka.
Wabillahittaufiq, Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘Alihi wa Shahbihi wa Sallam.
Ketua         : Abdul Aziz ibn Abdillah ibn Baz.
Wakil Ketua     : Abdurrazzaq ‘Afifi
Anggota     : Abdullah ibn Ghudayyan
Anggota     : Abdullah ibn Qu’ud
( Lih. Fatawa Al Lajnah Ad Da’imah vol.12, hal.384 )

Fatwa Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullah Tentang Keikutsertaan Dalam Pemilu

Soal Kedua : Apakah hukum syar’i memberikan dukungan dan sokongan berkaitan dengan masalah yang telah disebutkan terdahulu (maksudnya: pemilihan umum) ?
Jawaban : Pada saat ini kami tidak menasehati seorangpun dari saudara-saudara kami kaum muslimin untuk mencalonkan dirinya menjadi anggota parlemen yang tidak berhukum kepada hukum Allah, walaupun (negara) itu telah mencantumkan dalam undang-undangnya “agama negara adalah Islam” sebab teks semacam ini telah terbukti bahwa ia dicantumkan hanya untuk ‘meninabobokkan’ para anggota parlemen yang masih baik hatinya !! Hal itu disebabkan karena ia tidak mampu untuk mengubah satupun pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang itu yang menyelisihi Islam, sebagaimana telah terbukti di beberapa negara yang undang-undangnya memuat teks tersebut (bahwa “agama negara adalah Islam”-pen).

Ditambah lagi jika seiring dengan perjalanan waktu, ia kemudian turut pula menyetujui beberapa hukum yang menyelisihi Islam dengan alasan belum tiba/tepat waktunya untuk melakukan perubahan. Sebagaimana yang kita saksikan di beberapa negara, sang anggota parlemen mengubah gaya penampilannya yang Islami dengan mengikuti gaya barat agar dapat sejalan dengan (gaya) para anggota parlemen lainnya ! Maka ia masuk ke dalam parlemen dengan tujuan memperbaiki orang lain, malah justru ia telah merusak dirinya sendiri. (Seperti kata pepatah) hujan itu mulanya hanya setetes namun kemudian menjadi banjir ! Oleh sebab itu kami tidak menyarankan seorangpun untuk mencalonkan dirinya (sebagai anggota parlemen). Akan tetapi saya memandang tidak ada halangan bagi rakyat muslim bila dalam daftar calon anggota legsilatif itu terdapat orang-orang yang memusuhi Islam dan terdapat pula calon-calon anggota legislatif muslim dari partai yang memiliki manhaj yang berbeda-beda, maka -dalam kondisi seperti ini- kami menasehatkan agar setiap muslim memilih (calon anggota legislatif) dari kalangan Islam saja dan orang yang paling dekat dengan manhaj yang shahih sebagaimana telah dijelaskan (manhaj salaf-pen).

Saya mengatakan ini -walaupun saya yakin bahwa pencalonan dan pemilihan ini tidak dapat merealisasikan tujuan yang diharapkan seperti telah dijelaskan terdahulu- sebagai suatu upaya untuk meminimalisir kejahatan atau sebagai suatu bentuk usaha untuk menolak kemafsadatan yang lebih besar dengan menempuh kemafsadatan yang lebih kecil sebagaimana yang dikatakan oleh para fuqaha’.

Soal ketiga: Apakah hukum keluarnya kaum wanita untuk turut serta dalam pemilihan umum ?
Jawaban: Dibolehkan bagi mereka untuk keluar dengan syarat yang telah diketahui bersama yang harus mereka penuhi, yaitu mengenakan jilbab yang syar’i dan tidak bercampur baur (ikhtilath) dengan kaum pria. Ini yang pertama.
Kemudian mereka hendaknya memilih orang yang paling dekat kepada manhaj ilmu yang shahih sebagai suatu upaya untuk menolak kemafsadatan yang lebih besar dengan menempuh kemafsadatan yang lebih kecil sebagaimana telah dijelaskan.
( Fatwa ini adalah bagian dari faksimili yang dikirimkan oleh Syekh Muhammad Nashiruddin Al Albany kepada Partai FIS Aljazair, tertanggal 19 Jumadil Akhirah 1412 H. Dimuat di majalah Al Ashalah edisi 4 hal 15-22. Sedangkan terjemahan ini diambil dari kitab Madarik An Nazhar Fi As Siyasah hal. 340-341 )

Fatwa Syekh ‘Abdul ‘Aziz ibn Baz rahimahullah Tentang Dewan/Majelis Legislatif
Soal : Banyak penuntut ilmu syar’i yang bertanya-tanya tentang hukum masuknya para du’at dan ulama ke dalam dewan legislatif dan parlemen, serta turut serta dalam pemilihan umum di negara yang tidak menjalankan syari’at Allah. Maka apakah batasan untuk hal ini ?

Jawab : Masuk ke dalam parlemen dan dewan legislatif adalah sangat berbahaya.  Masuk ke dalamnya sangatlah berbahaya. Akan tetapi barang siapa yang masuk ke dalamnya dengan landasan ilmu dan pijakan yang kuat, bertujuan menegakkan yang haq dan mengarahkan manusia kepada kebaikan serta menghambat kebatilan, tujuan utamanya bukan untuk kepentingan dunia atau ketamakan terhadap harta, ia masuk benar-benar hanya untuk menolong agama Allah, memperjuangkan yang haq dan mencegah kebatilan, dengan niat baik seperti ini, maka saya memandang tidak mengapa melakukan hal itu, bahkan seyogyanya dilakukan agar dewan dan majelis seperti itu tidak kosong dari kebaikan dan pendukung-pendukungnya. (Ini) bila ia masuk (dalam perlemen) dengan niat seperti ini dan ia mempunyai pijakan yang kuat agar ia dapat memperjuangkan dan meMpertahankan yang haq serta menyerukan untuk meninggalkan kebatilan. Mudah-mudahan Allah memberikan manfa’at dengannya hingga (dewan) itu dapat menerapkan syari’at (Allah).  Dengan niat dan maksud seperti ini disertai ilmu dan pijakan yang kuat, maka Allah Jalla wa ‘Ala akan memberinya balasan atas usaha ini.

Akan tetapi jika ia masuk ke dalamnya dengan tujuan duniawi atau ketamakan untuk mendapatkan kedudukan, maka tidak diperbolehkan. Sebab ia harus masuk dengan niat mengharapkan Wajah Allah dan negeri Akhirat, memperjuangkan dan menjelaskan yang haq dengan dalil-dalilnya agar semoga saja dewan dan majelis itu mau kembali dan bertaubat kepada Allah.
(Fatwa ini dimuat dalam majalah Al Ishlah edisi 242-27 Dzulhijjah 1413 H/23 Juni 1993 M. Adapun terjemahan ini dinukil dari buku Ash Shulhu Khair terbitan Jama’ah Anshar As Sunnah Al Muhammadiyah di Sudan).

Fatwa Syekh Muhammad Ibn Shaleih Al ‘Utsaimin rahimahullah Tentang Hukum Masuk Ke Dalam Parlemen
Soal : Fadhilah Asy Syekh -semoga Allah senantiasa menjaga Anda-, tentang masuk ke dalam majelis legislatif padahal negara itu tidak menerapkan syari’at Allah dengan sempurna, bagaimana pandangan Anda tentang masalah ini -semoga Allah senantiasa menjaga Anda- ?
Jawaban : Kami telah pernah menjawab pertanyaan serupa beberapa waktu lalu, yaitu bahwa sudah seharusnya (ada yang) masuk dan turut serta dalam pemerintahan. Dan hendaknya seseorang dengan masuknya ia ke dalam pemerintahan meniatkannya untuk melakukan perbaikan bukan untuk menyetujui setiap keputusan yang dikeluarkan. Dan dalam kondisi seperti ini, bila ia menemukan sesuatu yang menyelisihi syari’at maka ia berusaha menolak/membantahnya. Walaupun pada kali pertama dia  tidak banyak orang yang mengikuti dan mendukungnya, maka (ia mencoba terus) untuk kedua kalinya, atau (bila tidak berhasil pada) bulan pertama, (maka ia mencoba lagi) pada kedua dan ketiga, atau (bila tidak berhasil) pada tahun pertama, (maka ia mencoba lagi) pada tahun kedua…maka di masa yang akan datang akan ada pengaruh yang baik.
Namun jika (pemerintahan) itu dibiarkan lalu kesempatan itu diberikan kepada orang-orang yang jauh dari (cita-cita) penerapan syari’at maka ini adalah sebuah kelalaian yang besar yang tidak seharusnya seseorang itu memiliki/melakukannya.
(Fatwa ini dimuat dalam majalah Al Furqan edisi 42-Rabi’ Ats Tsani 1414 H/Oktober 1993 M. Adapun terjemahan ini diambil dari buku Ash Shulhu Khair terbitan Jama’ah Anshar As Sunnah Al Muhammadiyah di Sudan).

Fatwa Syekh Shalih Al Fauzan hafizhahullah Seputar Menjadi Anggota Parlemen
Soal : Bagaimana hukum menjadi anggota parlemen ?
Jawaban : Apa yang akan terealisasi dengan masuknya ia menjadi anggota parlemen ? Kemashlahatan bagi kaum muslimin ? Bila hal itu berdampak bagi kemashlahatan kaum muslimin dan mengupayakan perubahan terhadap parlemen itu menuju Islam, maka ini adalah perkara yang baik. Setidak-tidaknya mengurangi bahaya/kemudharatan bagi kaum muslimin dan mendapatkan sebagian kemashlahatan jika tidak memungkinkan meraih semua kemashlahatan, walaupun hanya sebagian saja.
Soal : Tapi hal itu terkadang mengharuskan seseorang untuk mengorbankan beberapa hal yang ia yakini ?
Jawaban : Mengorbankan maksudnya melakukan tindakan kufur kepada Allah atau apa ?
(Yang hadir menjawab ) : Mengakuinya.
Jawaban : Tidak, pengakuan ini tidak boleh dilakukan. Yakni ia meninggalkan agamanya dengan alasan untuk berda’wah ke jalan Allah, ini tidak benar. Bila mereka tidak mempersyaratkan ia harus mengakui hal-hal (yang kufur) itu dan ia tetap berada di atas keislamannya, aqidah dan diennya, lalu dengan masuknya ia (dalam parlemen) terdapat kemashlahatan bagi kaum muslimin, dan bila mereka tidak mau menerimanya, ia pun meninggalkan mereka; apa yang akan ia lakukan ? Memaksa mereka ? Tidak mungkin memaksa mereka. Yusuf alaihissalam masuk ke dalam jajaran kementrian seorang raja di zamannya, lalu apa yang terjadi ? Anda sekalian tahu atau tidak  apa yang terjadi pada Nabi Yusuf  alaihissalam ?  Apa yang dilakukan Yusuf ketika beliau masuk ? Ketika sang raja mengatakan bahwa engkau hari ini telah menjadi orang  yang terpercaya dan memiliki posisi kuat dalam pandangan kami, maka beliau mengatakan : “Angkatlah aku sebagai bendaharawan negara, sebab saya adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.” Lalu kemudian beliaupun masuk (ke pemerintahan) hingga akhirnya kekuasaanpun berada di tangan Yusuf alaihissalam. Beliau kemudian menjadi raja Mesir. Salah seorang nabi Allah menjadi raja Mesir.

Maka bila masuknya ia akan mendatangkan hasil yang baik maka ia hendaknya masuk. Namun jika hanya sekedar untuk menerima dan tunduk kepada apa yang mereka inginkan, dan tidak ada kemashlahatan bagi kaum muslimin dengan masuknya ia maka ia tidak dibolehkan untuk menjadi anggota parlemen. Para ulama mengatakan: mendatangkan maslahat atau menyempurnakannya, artinya bila maslahat itu tidak dapat diraih seluruhnya, maka tidak apa-apa walaupun hanya sebagian yang dapat dicapai, dengan syarat tidak menyebabkan terjadinya kemafsadatan yang lebih besar.
(Para ulama) mengatakan bahwa Islam datang untuk meraih kemashlahatan dan menyempurnakanya, serta menolak kemafsadatan dan menguranginya. Artinya bila kemafsadatan itu tidak dapat ditolak seluruhnya, maka setidaknya ia berkurang dan lebih ringan. (Dengan kata lain) menempuh kemudharatan yang paling ringan di antara dua kemudharatan demi mencegah terjadinya kemudharatan yang lebih besar.

Ini semua bergantung pada maksud dan niatnya serta hasil yang akan dicapai. Dan bila masuknya ia sebagai anggota parlemen hanya karena ketamakan pada kekuasaan dan harta, lalu kemudian mendiamkan (kebatilan) dan menyetujui (kebatilan) yang mereka  kerjakan maka ini tidak diperbolehkan. Dan bila masuknya mereka demi kemashlahatan kaum muslmin dan da’wah ke jalan Allah sehingga semuanya dapat berpangkal pada kebaikan kaum muslimin maka ini adalah perkara yang harus dilakukan, tentu saja bila tidak mengakibatkan ia harus mengakui kekufuran. Sebab bila demikian maka ini tidak dibolehkan. Tidak dibenarkan mengakui kekufuran walaupun dengan tujuan yang mulia. Seseorang tidak boleh menjadi kafir lalu mengatakan bahwa tujuan saya adalah mulia, saya ingin berda’wah ke jalan Allah; ini tidak diperbolehkan.
(Fatwa ini berasal dari sebuah kaset yang direkam dari Syekh, lalu dimuat dalam buku Ash Shulhu Khair terbitan Jama’ah Anshar As Sunnah Al Muhammadiyah di Sudan).


==
Sumber: www.wahdah.or.id

PENJELASAN DEWAN SYARI’AH WAHDAH ISLAMIYAH TENTANG PEMILIHAN UMUM


Dewan Syariah Wahdah Islamiyah dengan berpedoman pada:
1.    Firman Allah Ta’ala pada Qs. Ali Imran (03): 110

{ كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ }
 “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah

2.    Firman Allah Ta’ala pada Qs. Hud (11): 117
{ وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ }
“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan

3.    Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِى سعيد الخدري  قال سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ »
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda:
“Siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran hendaknya ia cegah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan mulutnya, jika tidak mampu maka dengan hatinya dan itulah selemah-lemahnya iman.” HR. Muslim (no. 186)

4.    Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَضَى أَنْ « لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ »
Dari Ubadah ibn as-Shamit radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan: Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain. HR. Ibnu Majah (no. 2430) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits as-Shahihah no. 250.

5.    Kaidah Ushul Fiqh yang berbunyi:
مَا لاَ يُدْرَكُ كُلُّهُ لاَ يُتْرَكُ كُلُّهُ
Segala yang tidak dapat diwujudkan seluruhnya maka juga tidak ditinggalkan seluruhnya

Disebut di antaranya oleh Imam al-Mulla Ali al-Qari dalam kitabnya Mirqatul Mafatih Syarhu Misykatul Mashabih dalam banyak bab seperti al-Qashdu dan at-Tanzhif.

Keterangan: Idealisme pada sesuatu jika belum dapat terwujud seluruhnya maka tidak semestinya meninggalkan hal tersebut secara keseluruhan pula. Demikian halnya pada perubahan kondisi umat Islam di Indonesia saat ini, jika belum dapat diwujudkan dengan sistem yang sesuai harapan maka juga tidak berarti meninggalkannya secara keseluruhan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
وَالرُّسُلُ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِمْ بُعِثُوْا بِتَحْصِيْلِ الْمَصَالِحِ وَ تَكْمِيْلِهَا وَ تَعْطِيْلِ الْمَفَاسِدِ وَ تَقْلِيْلِهَا بِحَسَبِ اْلإِمْكَانِ
Dan para Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk mewujudkan segala maslahat atau menyempurnakannya dan menolak segala mafsadat atau menguranginya sesuai kemampuan”. Majmu’ al-Fatawa VIII/93-94.

6.    Kaidah Fiqh yang berbunyi:
يُتَحَمَّلُ الضَّرَرُ الْخَاصُ لِدَفْعِ الضَّرَرِ الْعَامِ
“Mencegah kemudharatan yang bersifat umum dengan menanggung kemudharatan yang bersifat khusus (adalah boleh)

7.    Kaidah Fiqh yang berbunyi:
إِذَا تَعَارَضَتْ مَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفّهِمَا
“Jika dua mafsadat saling berlawanan maka yang terbesar hendaknya dicegah dengan melakukan yang terkecil”.

Kedua kaidah ini disebut oleh Syaikh Ahmad ibn Muhamad az-Zarqa’ dalam kitabnya Syarhul Qawaid al-Fiqhiyah no. 26 dan 28.

Maka Dewan Syariah Wahdah Islamiyah menyampaikan dengan menyebut segala puji bagi Allah Azza wa Jalla yang telah menyempurnakan Islam dengan mengutus Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. yang membawa manhaj dan jalan hidup yang haq, sehingga tidak ada lagi pilihan bagi kaum beriman selain mengikuti manhaj beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh aspek kehidupan; dalam beribadah, bermu’amalah, berakhlaq, berda’wah dan berpolitik.

Menegakkan agama Allah di atas muka bumi ini tidak akan mungkin ditempuh dan dicapai kecuali dengan manhaj yang digariskan dan dijalani oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabatnya. Begitu juga dengan upaya melakukan perubahan menuju kehidupan yang diridhai Allah, ia tidak dapat diwujudkan kecuali dengan menempuh manhaj perubahan yang ditempuh Sang Rasul penutup itu bersama dengan para sahabatnya. Dan manhaj penegakan Islam dan perubahan menuju kehidupan yang diridhai Allah itu tersimpul pada dua kata; da’wah dan tarbiyah yang dibangun atas dasar ajaran Islam yang shahih dan murni. Inilah jalan pilihan bagi siapapun yang ingin melihat tegaknya Islam di muka bumi ini dan ingin menyaksikan terjadinya perubahan menuju kehidupan yang diridhai Allah Azza wa Jalla.

Oleh karena itu, kami meyakini bahwa seluruh perhatian, usaha dan upaya keras seharusnya ditujukan untuk membangun gerakan yang berkonsentrasi pada jalan da’wah dan tarbiyah tersebut. Itu pula sebabnya, kami meyakini bahwa sudah seharusnya kaum muslimin tidak berpaling dan mencari jalan atau metode lain yang dianggap dapat menegakkan agama Allah di atas muka bumi. Sebab pastilah jalan atau metode itu tidak akan berhasil mengantarkan kita kepada tujuan yang dicita-citakan; menegakkan hukum Allah Ta’ala di muka bumi.

Akan tetapi, dalam perjalanan menempuh jalan da’wah dan tarbiyah itu, kita terkadang diperhadapkan pada sebuah pilihan yang sesungguhnya tidak sejalan dengan prinsip dan keyakinan yang haq. Namun kita terpaksa memilih demi mencegah atau mengurangi kemafsadatan yang lebih besar. Dalam istilah para ulama langkah ini dikenal dengan kaidah irtikab al-mafsadah as-shughra li daf’i al-mafsadah al-kubra -menempuh kemafsadatan yang kecil demi mencegah terjadinya kemafsadatan yang lebih besar- (semakna dengan kaidah no. 6 di atas).

Mengikuti pemilu adalah salah satu contohnya. Kami berkeyakinan bahwa mengikuti pemilu dan masuk ke dalam parlemen bukanlah jalan yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya serta generasi as-Salaf as-Shaleh dalam menegakkan dien ini dan melakukan perubahan menuju kehidupan yang diridhai Allah Ta’ala. Akan tetapi, saat ini khususnya kita di Indonesia tengah diperhadapkan pada sebuah realitas bahwa sebuah kekuatan besar secara terbuka maupun tersembunyi tengah merencanakan upaya besar untuk  menghalangi da’wah Islam dan mendatangkan kerugian bagi kaum muslimin. Dan salah satu celah yang mereka tempuh adalah melalui berbagai kebijakan dan keputusan yang bersifat politis. Dengan kata lain, perlu ada dari kaum muslimin yang dapat menghalangi berbagai upaya tersebut, yang tentu saja salah satunya -secara terpaksa- dengan menempuh jalur politis.

Masalah pemilihan umum dengan mekanisme yang dikenal pada hari ini memang adalah masalah kontemporer yang belum dikenal di masa as-Salaf as-Shaleh. Itulah sebabnya, kita akan sulit menemukan nash yang sharih menjelaskan tentang hukum masalah ini. Oleh karena itu, para ulama Ahlussunnah yang menjelaskan masalah inipun mempunyai pandangan yang berbeda. Sebagian mengharamkan untuk ikut serta secara mutlak. Dan sebagian yang lain membolehkan dengan berbagai syarat dan batasan.

Siapapun yang mencermati dengan baik dan hati jernih tanpa didasari oleh sikap fanatik buta kepada ulama tertentu akan dapat menyimpulkan bahwa perbedaan para ulama Ahlussunnah dalam menyingkapi masalah ini sepenuhnya disebabkan perbedaan mereka dalam menimbang mashalahat dan mafsadat -suatu hal yang sering terjadi dalam masalah yang tidak didukung oleh nash yang sharih- yang ada dalam kasus ini. Walaupun beberapa ulama besar Ahlussunnah kontemporer (lih. Fatwa-fatwa terlampir) memandang bahwa ikut pemilu -bahkan menjadi anggota parlemen- dibolehkan demi mencegah kemafsadatan yang lebih besar. Dengan kata lain, kita terpaksa menempuh sebuah kemafsadatan yang lebih kecil (pemilu dan segala yang menjadi konsekwensinya) demi mencegah atau mengurangi kemafsadatan yang lebih besar.

Penjelasan ini juga menunjukkan bahwa pemilu oleh para ulama digolongkan sebagai sebuah kemafsadatan yang terpaksa ditempuh. Karenanya ia tidak dapat diklaim sebagai metode pilihan untuk menegakkan dien ini, apalagi jika dianggap sebagai tujuan. Oleh karena itu, seyogyanya kaum muslimin tetap mengkonsentrasikan diri untuk melanjutkan gerakan da’wah dan tarbiyah yang berkesinambungan.

Demikianlah penjelasan ini, semoga kita semua senantiasa mendapatkan inayah dan taufiq dari Allah Azza wa Jalla. Amin.

Makassar,  20 Dzulhijjah 1424 H/11 Februari 2004 M
A.n Ketua Dewan Syari’ah Wahdah Islamiyah

Bahrun Nida Muhammad Amin, Lc
Wakil Ketua

Diperbaharui dengan tambahan dalil pada:
Makassar, 18 Rabiul Awal 1430 H/15 Maret 2009 M
Dewan Syariah Wahdah Islamiyah

M. Said Abdul Shamad, Lc                                         Rahmat A. Rahman, Lc.
           K e t u a                                                                      Sekretaris     



==
Sumber: Wahdah.or.id