Sabtu, 28 Januari 2012

Menagih Janji Kaum Syi'ah

Masih ingat artikel ust Adian Husaini di jurnal Islamia-Republika tanggal 19 januari lalu? esoknya tanggal 20 artikel tsb ditanggapi oleh Haidar Bagir direktur Mizan. Haidar setuju dengan solusi damai yang ditawarkan ust Adian, hendaknya syi'ah menghentikan caci maki terhadap sahabat Nabi dan mengehentikan ambisi mensyiayahkan Indonesia. Haidar juga menegaskan, kecaman terhadap kau syi'ah terlalu dibesar-besarkan, pasalnya kalangan syi'ah sendiri telah merevisi pandangan2 lama mereka , termasuk persolan caci maki terhadap sahabat dan istri Nabi ? benarkah demikian? silahkan baca tanggapan balik dari Ust Adian yang kami copy-paste dari : http://insistnet.com
****

Pada hari Kamis, 19 Januari 2012, Jurnal Islamia-Republika, (hal. 23-26) – Jurnal Pemikiran Islam bulanan hasil kerjasama antara INSISTS dan Harian Republika -- menurunkan kajian utama tentang Syiah di Indonesia. Artikel saya yang dimuat di Jurnal tersebut berjudul “Solusi Damai Muslim Sunni-Syiah”.

Esoknya, Jumat, 20 Januari 2012, Kajian Islamia-Republika itu mendapatkan tanggapan dari Haidar Bagir, Dirut Penerbit Mizan – yang dikenal sebagai salah satu penerbit buku Syiah di Indonesia. Artikel Haidar di Harian Republika itu diberi judul “Syiah dan Kerukunan Umat.” Dalam artikelnya, Haidar Bagir menulis, bahwa dia setuju dengan solusi damai yang saya tawarkan: “Jika kaum Syiah mengakui Sunni sebagai mazhab dalam Islam, seyogyanya mereka menghormati Indonesia sebagai negeri Muslim Sunni. Biarlah Indonesia menjadi Sunni. Hasrat untuk men-Syiahkan Indonesia bisa berdampak buruk bagi masa depan negeri Muslim ini…. Itulah jalan damai untuk Muslim Sunni dan kelompok Syiah.”

Menurut Haidar Bagir, dia pernah bertemu secara pribadi dengan Syaikh Ali Taskhiri, seorang ulama terkemuka di Iran, salah satu pembantu terdekat Wali Faqih Ayatullah Ali Khamenei, serta wakil Dar al-Taqrib bayn al-Madzahib (Perkumpulan Pendekatan antar-Mazhab), yang dengan tegas menyatakan: “hendaknya kaum Syiah di Indonesia meninggalkan sama sekali pikiran untuk mensyiahkan kaum muslim di Indonesia.”

Haidar Bagir juga menyampaikan imbauan di ujung artikelnya: “Khusus untuk orang-orang yang pandangannya didengar oleh para pengikut Syiah di negeri ini, hendaknya mereka meyakinkan para pengikutnya untuk dapat membawa diri dengan sebaik-baiknya serta mengutamakan persaudaraan dan toleransi terhadap saudara-saudaranya yang merupakan mayoritas di negeri ini.”

Dalam soal sikap terhadap para sahabat Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) -- yang menjadi langganan caci-maki kaum Syiah, Hadiar Bagir juga menulis:

“Sementara itu, banyak ulama Syiah Imamiyah atau Itsna ’Asyariyah yang telah merevisi pandangannya tentang ini. Hasil konferensi Majma’ Ahl al-Bayt di London pada 1995, mi sal nya, dengan tegas menyatakan menerima keabsahan kekhalifah an tiga khalifah terdahulu sebelum Khalifah Ali.

Bahkan, terkait dengan skandal pengutukan sahabat besar dan sebagian istri Nabi yang dilakukan oleh oknum Syiah yang tinggal di Inggris, bernama Yasir al-Habib, Ayatullah Sayid Ali Khamenei sendiri mengeluarkan fatwa yang dengan tegas melarang penghinaan terhadap orang-orang yang dihormati oleh para pemeluk Ahlus Sunnah (fatwa ini tersebar dan dapat dengan mudah diakses dari berbagai sumber). Di antara isinya adalah,

“Diharamkan menghina figur-figur/tokoh-tokoh (yang diagungkan) saudara-saudara seagama kita, Ahlus-Sunnah, termasuk tuduhan terhadap istri Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)dengan hal-hal yang mencederai kehormatan mereka ...”


Benarkah?

Jadi, sesuai artikel Haidar Bagir di Republika tersebut, ada dua hal pokok yang harus dilakukan oleh kaum Syiah untuk solusi damai bagi Ahlu Sunnah dan Syiah di Indonesia, yaitu (1) menghentikan caci maki terhadap sahabat-sahabat dan istri-istri Nabi saw dan (2) menghentikan ambisi untuk meng-Syiahkan Indonesia, seperti ditegaskan oleh seorang ulama Syiah yang dijumpai Haidar Bagir: “hendaknya kaum Syiah di Indonesia meninggalkan sama sekali pikiran untuk mensyiahkan kaum muslim di Indonesia.”

Apakah janji yang disampaikan Haidar Bagir tersebut bisa dipenuhi kaum Syiah? Tampaknya, itu tidaklah mudah. Seperti disebutkan dalam CAP-323 lalu, sejumlah fakta di lapangan menunjukkan banyaknya penerbitan Syiah di Indonesia yang masih mengumbar caci-maki dan fitnah terhadap para sahabat dan istri-istri Nabi Muhammad saw. Bahkan, salah satu buku terkenal yang mencaci-maki dan menfitnah sahabat dan istri Nabi Muhammad saw adalah buku terbitan Mizan, pimpinan Haidar Bagir sendiri, yang berjudul “Dialog Sunnah – Syiah” karya Syarafuddin al Musawi, (Bandung: Mizan (cetakan pertama, 1983).

Buku ini diklaim penulisnya sebagai kumpulan surat menyurat antara penulis dengan Syaikh Salim al-Bisyri al-Maliki, yang saat itu menjabat Rektor al Azhar, Mesir. Di dalamnya banyak berisi dialog yang menjelaskan antara lain: Kewajiban berpegang pada madzhab Ahlul Bait, adanya wasiat Nabi saw untuk Ali bin Abi Thalib r.a. sebagai penggantinya, para sahabat tidak ma’shum (infallible) dari dosa dan kesalahan yang berimplikasi ketidakpercayaan periwayatan dari mereka, dan bahasan lain yang mendukung pemahaman Syiah.

Di buku ini, juga ditulis berbagai tuduhan bahwa Aisyah r.a. telah berbohong karena menceritakan Nabi Muhammad saw meninggal di pangkuannya, sehingga didoakan oleh penulisnya, mudah-mudahan Allah memberikan ampunan untuk Aisyah r.a.

“Oh…., semoga Allah mengaruniakan ampunan-Nya bagi Ummul Mu’minin! Mengapa ia, ketika menggeser keutamaan ini dari Ali, tidak mengalihkannya kepada pribadi ayahnya saja! Bukankah yang demikian itu lebih utama dan lebih layak bagi kedudukan Nabi saw daripada apa yang didakwahkannya? Namun sayang ….., ayahnya – waktu itu – bertugas sebagai anggota pasukan di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, yang persiapannya telah diatur dan ditetapkan sendiri oleh Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) ; dan pada saat itu sedang berhenti dan berkumpul di sebuah desa bernama Juruf!” (hal. 353).

Di buku ini juga dimuat cerita tentang provokasi Aisyah terhadap khalayak dengan memerintahkan mereka agar membunuh Utsman bin Affan: “Bunuhlah Na’tsal, karena ia sudah menjadi kafir!” (Catatan: Na’tsal adalah orang tua yang pandir dan bodoh). (hal. 357). Di halaman yang sama, dimuat satu syair yang mengecam Aisyah r.a.:

“Engkau yang memulai, engkau yang merusak
Angin dan hujan (kekacauan)
Semuanya berasal darimu
Engkau yang memerintahkan
Pembunuhan atas diri sang Imam
Engkau yang mengatakan
Kini dia sudah kafir.”

(NB. Berbagai cercaan terhadap Aisyah radhiyallaahu 'anha tersebut saya kutip dari buku Dialog Sunnah-Syiah, edisi Oktober 2008. Jadi, sejak 1983 buku ini terus dicetak oleh Penerbit Mizan – yang Dirutnya adalah Haidar Bagir – sampai tahun 2008. Saya tidak tahu, apakah masih ada edisi buku tersebut setelah 2008).

Itulah sebagian isi buku “Dialog Sunnah-Syiah” terbitan Mizan. Pokok-pokok bahasan di dalam buku “Dialog Sunnah-Syiah” tersebut telah dijelaskan kekeliruannya oleh Prof. Dr. Ali Ahmad as-Salus dalam karyanya Ensiklopedi Sunnah Syiah, Studi Perbandingan Aqidah dan Tafsir, yang diterbitkan Pustaka Al Kautsar (Jakarta, 1997). Buku ini diberi kata pengantar oleh Dr. Hidayat Nurwahid, yang juga dikenal sebagai pakar tentang Syiah lulusan Universitas Islam Madinah. Dalam pengantarnya, Hidayat Nurwahid memuji keseriusan Prof. as-Salus yang berhasil menunjukkan, bahwa buku karya al-Musawi, yang aslinya berjudul al-Muraja’at, hanyalah karangan al-Musawi belaka. Alias, dialognya adalah fiktif belaka.

Bahkan, Prof. as-Salus menulis: “Tetapi al-Musawi, seorang Syiah Rafidhah yang terkutuk ini, tanpa rasa sungkan dan malu ingin menjadikan seorang Syaikh al-Azhar yang kapabel dan kredibel sebagai murid kecil dan bodoh yang menerima ilmu pertama kali dari dia.” (hal. 249).

Kaum Muslim yang mencintai Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), para sahabat beliau yang mulia, dan juga istri-istri beliau yang herhormat, pasti tidak ridho jika orang-orang yang mulia tersebut dihina, difitnah dan dilecehkan. Kita pun tidak rela jika orang yang kita hormati dan sayangi diperhinakan. Bagaimana jika yang dihina dan difitnah adalah para sahabat dan istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)? Nabi Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) bersabda: “Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga diriku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR Bukhari dan Muslim).

Cerita bahwa Aisyah radhiyallaahu 'anha memerintahkan pembunuhan terhadap Utsman bin Affan adalah tuduhan keji dan dusta. Aisyah sendiri pernah dikonfirmasi tentang adanya surat atas nama Aisyah di Medir yang memerintahkan pembunuhan terhadap Utsman bin Affan radhiyallaahu 'anhu. Beliau bersumpah, bahwa beliau tidak pernah menulis surat seperti itu. Banyak riwayat dari Aisyah radhiyallaahu 'anha yang sudah mengklarifikasi masalah ini. Anehnya, orang-orang Syiah tidak mau tahu, dan selalu mengutip cerita-cerita bohong tersebut. (Lihat, Tarikh Khalifah bin Khayyath, hal. 176 & Tarikh al-Madinah, Ibn Syabbah 4:1224. Semuanya ada dalam Tahqiq Mawaqif al-Shahabah fil-Fitnah, karya Dr. Mahmud Umahzun, Dar Thayba, Riyadh, cet. I, 1994, vol.2/29-30. Data: Buku Fitnah Maqtal Utsman, karya Dr. Mhmmad al-Ghabban, Maktabah Obeikan, Riyadh, cet. I, 1999).

Jika Aisyah dinistakan dan difitnah, kaum Muslim tentu sangat tidak ridha. Ummul mukminin, Aisyah radhiyallaahu 'anha sangat dicintai kaum Muslimin. Beliau adalah istri Nabi yang mulia. Nabi Muhammad saw wafat di pangkuan Aisyah dan dikuburkan di rumah Aisyah pula. Aisyah radhiyallaahu 'anha adalah ulama wanita yang meriwayatkan 2210 hadits. Dari jumlah itu, 286 hadits tercantum dalam shahih Bukhari dan Muslim. Ada sekitar 150 ulama Tabi’in yang menimba ilmu dari Aisyah. (Lihat, K.H. Ubaidillah Saiful Akhyar Lc, Aisyah, The Inspiring Woman, (Yogyakarta: Madania, 2010).

Kasus buku Dialog Sunnah-Syiah terbitan Mizan ini menjadi bukti nyata, bahwa ajakan Haidar Bagir untuk kerukunan Sunnah-Syiah masih perlu dipertanyakan. Bukankah buku yang mencaci maki sahabat-sahabat dan istri Nabi tersebut sudah diterbitkan oleh Penerbit Mizan selama hampir 30 tahun?

Jalan Damai: Mungkinkah?

Menyimak berbagai penerbitan kaum Syiah – termasuk terbitan Mizan – patut dipertanyakan, mungkinkah jalan damai Sunnah-Syiah itu bisa diwujudkan? Mungkinkah kaum Syiah memenuhi imbauan dari sebagian tokoh mereka: agar tidak berambisi men-Syiahkan Indonesia dan menghentikan caci maki terhadap sahabat dan istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)?

Memang itu tidak mudah. Sebab, tampak dalam berbagai penerbitan mereka, kebencian terhadap Abu Bakar, Umar, dan Utsman, radhiyallaaahu ‘anhum, sudah begitu mendarah daging. Sikap Syiah terhadap para sahabat Nabi itu sangat berbeda dengan sikap kaum Sunni yang menghormati semua sahabat, apalagi KhulafaaurRasyidin, termasuk Sayyidina Ali radhiyallaahu 'anhu.

Saya mendapat satu brosur doa berjudul “Ziarah Asyura”, terdiri atas enam halaman. Disamping berisi doa-doa untuk para Nabi Muhammad saw dan keluarganya, doa ini diwarnai dengan kutukan dan laknat terhadap berbagai orang. Misalnya, di halaman 5, ditulis doa laknat: “Allahummal-‘an awwala dhaalimin dhalama haqqa Muhammadin wa-Aali Muhammadin…”. (Ya Allah, laknatlah orang-orang zalim yang awal-awal, yang menzalimi hak Nabi Muhammad dan keluarganya…”).

Doa ini diakhiri dengan kutipan perkataan Imam Muhammad Al-Baqir as., yang berkata kepada Alqamah: “Jika engkau mampu berziarah kepada beliau (Imam Husein as.) setiap hari dengan membaca doa ziarah ini (ziarah Asyura) di rumahmu, maka lakukanlah itu dan engkau akan mendapatkan semua pahala (berziarah).”

Itulah petikan doa “Ziarah Asyuro” yang diedarkan di Indonesia. Siapakah yang dimaksud dengan “orang-orang zalim” yang disebutkan telah menzalimi hak Nabi dan keluarga Nabi? Apakah mereka Abu Bakar, Umar bi Khathab, Utsman bin Affan, Aisyah radhiyallaahu 'anha, dan sebagainya? Prof. Dr. Ali Ahmad as-Salus, dalam buku yang disebutkan terdahulu, telah mengklarifikasi masalah ini, dengan menunjukkan adanya riwayat dari Imam Zaid bin Hasan bin Ali bin Husain Radhiyallaahu ‘anhum, bahwa dia membenarkan apa yang dilakukan Abu Bakar r.a. terhadap Fathimah dalam soal waris keluarga Nabi. “Jika saya pada posisinya (Abu Bakar) niscaya saya akan menetapkan hukum seperti yang ditetapkannya,” kata Imam Zaid. Diriwayatkan juga dari saudara Imam Zaid, yaitu al-Baqir, bahwa dia pernah ditanya, “Apakah Abu Bakar dan Umar menzalimi sesuatu dari hak kalian?” Ia menjawab, “Tidak, demi Dzat yang menurunkan al-Quran kepada hamba-Nya agar menjadi peringatan bagi alam semesta, sungguh kami tidak dizalimi dari hak kami meskipun seberat biji sawi.” (as-Salus, hal. 297).

Jika dicermati, polemik Ahlu Sunnah dan Syiah itu sudah berlangsung lebih dari 1.000 tahun. Apakah hal seperti ini yang diinginkan oleh kaum Syiah di Indonesia, dengan terus-menerus menebarkan kebencian kepada Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Aisyah radhiyallaahu 'anhum ? Sampai kapan caci-maki semacam ini akan diakhiri? Karena itu, saya ingin mengakhiri CAP ini dengan ungkapan sama seperti dalam artikel di Jurnal Islamia-Republika (19/1/2012): “Jika kaum Syiah mengakui Sunni sebagai mazhab dalam Islam, seyogyanya mereka menghormati Indonesia sebagai negeri Muslim Sunni. Biarlah Indonesia menjadi Sunni. Hasrat untuk men-Syiahkan Indonesia bisa berdampak buruk bagi masa depan negeri Muslim ini. Masih banyak lahan dakwah di muka bumi ini – jika hendak di-Syiahkan. Itulah jalan damai untuk Muslim Sunni dan kelompok Syiah. Kecuali, jika kaum Syiah melihat Muslim Sunni adalah aliran sesat yang wajib di-Syiahkan!

Kita tunggu realisasi janji kaum Syiah untuk tidak men-Syiahkan Indonesia dan menghentikan caci-maki kepada para sahabat dan istri-istri Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)! (Walahu a’lam bil-shawab).

Selasa, 24 Januari 2012

Ibnu Taimiyah, Gagah Melawan Kemunkaran dengan Pena

Ibnu Taimiyah sebuah contoh, bahwa kebenaran harus terus ditegakkan apapun resikonya. Ketika masyarakat di sekitarnya tenggelam dalam berbagai bid’ah dan khurafat, Ibnu Taimiyah meluruskannya sekalipun berhadapan dengan kekuasaan yang lalu (sering) memenjarakannya.

Sepenuh Perjuangan

Ibnu Taimiyah lahir di Harran pada 22/1/1263 dan berasal dari keluarga ‘santri’. Syihabuddin Abdul Halim –ayah dia- adalah seorang hakim dan khatib. Sementara, kakeknya -Majibuddin Abdus-Salam- adalah ulama yang hafidz dan menguasai beragam ilmu serta memiliki sejumlah karya besar di bidang fiqh dan tafsir.

Sejak kecil Ibnu Taimiyah dibesarkan di tengah-tengah para ulama. Dia punya kesempatan membaca kitab-kitab yang bermanfaat. Seluruh waktunya dipakai belajar. Dia belajar banyak cabang ilmu kepada para ulama, hafidz dan ahli hadits. Dia belajar –antara lain- hadits, ushul fiqih, nahwu, khat (ilmu tulis-menulis Arab), dan matematika.

Memang, tanda-tanda bahwa dia cerdas tampak sejak kecil. Dia dikenal sebagai orang yang mudah hafal dan sukar lupa. Ada kesaksian, bahwa tak sehurufpun dari Al-Qur’an maupun ilmu lain yang dia hafal lalu lupa. Maka, tak heran, bahwa dalam usia sangat muda, dia telah hafal Al-Qur’an.

Ketika umurnya sekitar sepuluh tahun, dia sudah menguasai ilmu ushuluddin dan mendalami bidang-bidang tafsir, hadits, dan bahasa Arab. Ia telah mengkaji Musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian Kutubu Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.

Sekalipun –ketika itu- berusia sangat muda, Ibnu Taimiyah rajin menghadiri berbagai pertemuan ilmiah. Di sana dia tak canggung duduk bersama hadirin lainnya yang rata-rata telah dewasa. Di forum-forum seperti itu dia aktif berdiskusi, bahkan dengan para ulama. Tak pernah dia kalah saat berdiskusi. Jika menjawab pertanyaan, dia selalu menjawab lebih dari yang dibutuhkan si penanya.

Memelajari hadits sangat berguna baginya. Ia memahami semua hadits yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Tentu saja, karena dia intens belajar hadits –dan apalagi hafal Al-Qur’an-, maka pada saat menjelaskan aneka masalah agama dia tampak luar biasa dalam berhujjah atau berdalil.

Ketika usianya belum dua puluh tahun dia telah mulai memberi fatwa. Ibnu Taimiyah lalu menjadi pusat tempat bertanya tentang banyak masalah, terutama tentang hadits.

Dalam menghadapi berbagai penyimpangan ajaran Islam, dia tegas. Ahli bid’ah dan khurafat adalah musuhnya. Dia berani membersihkan Islam dari ajaran sesat. Itu dilakukannya konsisten di manapun dia berada. Di Mesir, misalnya, dia memerangi bid’ah, khurafat, serta berbagai penyelewengan penafsiran Al-Qur’an dan Hadits.

Di sebuah saat, para pengikut Ibnu Taimiyah ‘bergerak’ melawan pemerintah yang mereka nilai tak kuasa membendung ajaran sesat di wilayahnya. Akibatnya, Ibnu Taimiyah dipenjarakan.

Memang, serangan-serangannya kepada ahli bid’ah dan khurafat menumbuhkan dendam sebagian orang. Berkali-kali dia difitnah karena keberaniannya berpendapat yang bertentangan dengan banyak orang. Berulang-kali pula dia ditahan.

Di dalam penjara dia merasa mendapat banyak kesempatan untuk membaca dan menulis. Misal, pada tahun 728, setelah setahun dipenjara, dia telah menyelesaikan tulisan berupa bantahan kepada pihak yang dinilainya menyimpang.

Ibnu Taimiyah tipe pejuang dakwah yang lengkap. Saat melihat kemunkaran, dia tampil meluruskannya dengan berbagai media. Jika dipandang perlu, dia berangus langsung seperti yang dia tunjukkan saat melihat sejumlah orang berkumpul berjudi dan berpesta minuman keras.

Saat mengusir penjajah Tartar, dia lakukan dengan lisan dan senjata. Dengan lisan dia memompa semangat jihad kaum muslimin termasuk untuk berinfaq sebagai dana perang. Pada saat yang sama, dia pun mengharamkan mereka yang lari dari gelanggang.

Jejak Itu

Kecuali secara fisik -dan termasuk dengan lisan- Ibnu Taimiyah juga memerangi mereka yang menyimpang dengan diplomasi dan pena. Bahkan, dia yakin bahwa pena lebih mempan untuk melawan bid’ah dan khurafat ketimbang dengan senjata. Dia menulis banyak buku, termasuk ketika dia ada di penjara.

Di saat menulis, Ibnu Taimiyah pandai menyusun kerangka tulisan dan indah memilih kata-kata. Tiap hari Ibnu Taimiyah rajin menulis. Aneka tema yang ditulisnya, seperti tafsir, fiqh, atau ilmu ushul. Sekitar empat buah buku kecil yang memuat berbagai pendapatnya di bidang keislaman bisa dibuatnya dalam sehari. Maka, ketika wafat di dalam penjara pada 1328, secara keseluruhan dia mewariskan sekitar lima ratus judul buku karangannya. Majmu' Fatawa yang berisi fatwa-fatwa dalam agama adalah salah satu di antara yang paling masyhur.

Di saat-saat akhir kehidupannya, ruang gerak dia dipersempit. Di dalam penjara, dirampas semua buku, kertas, tinta dan pena miliknya. Situasi itu telah membuatnya terkekang, karena dia tak bisa lagi membaca dan menulis. Berbeda dengan ketika dia masih diperbolehkan membawa ‘benda-benda’ itu.

Tapi, terutama di saat-saat penjara masih memberinya kelonggaran membaca dan menulis, Ibnu Taimiyah tak pernah bersedih. Baginya, ini ketentuan Allah yang tak boleh disesali. Dia merasa, cukup banyak kebaikan yang didapat di dalamnya, misalnya, ada waktu sangat luang untuk belajar dan beribadah.

Atas perjuangan Ibnu Taimiyah dalam menegakkan kebenaran yang dilakukannya secara tegas dan tanpa kompromi, memang banyak yang memusuhinya. Namun, tak sedikit pula yang mendukung dan menyayanginya, dan itu dari beragam kalangan, seperti orang shalih, tentara, pedagang, rakyat awam dan lain-lain. Lihatlah saat Ibnu Taimiyah wafat, dunia Islam berduka. Banyak rakyat di Damaskus, Mesir, serta di lain-lain tempat menangis. Lalu, mereka yang mampu, berduyun-duyun menyalati jenazah Ibnu Taimiyah. Saat iring-iringan jenazah diantar ke pemakaman, panjangnya bisa menandingi seperti saat Imam Ahmad bin Hanbal –guru Ibnu Taimiyah- dikebumikan.

Duhai Ibnu Taimiyah, semoga kami bisa menjejaki langkah-langkahmu![ Dicopy Paste dari M.Anwar Djaelani di http://www.inpasonline.com]

Sabtu, 21 Januari 2012

Nikmat (Pujilah Allah)

Bismillahirrahmanirrahim, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Bacalah bersama kami:

Ada seorang laki-laki ingin menjual rumahnya untuk pindah ke sebuah rumah yang lebih baik. Maka dia pergi menuju salah seorang temannya yang profesional dalam bidang pemasaran. Diapun meminta darinya untuk membantunya dalam menulis iklan untuk menjual rumah. Ahli tersebut telah mengenal rumahnya dengan baik, maka diapun menulis ciri-ciri rumah tersebut dengan rinci; dia cantumkan di dalam iklan tersebut bahwa rumah itu berada ditempat yang indah, sangat luas, dengan arsitektur yang indah, kemudian dia berbicara tentang kebun, kolam renang dan seterusnya…

Setelah dia selesai mengerjakannya, dia membaca kata-kata iklan tersebut kepada pemilik rumah yang mendengarkannya dengan penuh perhatian. Setelah dia selesai membaca iklan tersebut, pemilik rumah meminta kepadanya untuk mengulangi pembacaannya untuk kedua kalinya. Saat pembuat iklan tersebut selesai membaca pemilik rumah menyeru: “Sungguh indah rumah itu, sungguh tidak henti-hentinya sepanjang umurku mengangan-angankan untuk menikmati rumah seperti itu, dan selama ini aku tidak tahu kalau aku telah tinggal didalamnya hingga aku mendengarmu memberikan ciri-ciri dari rumahku.” Kemudian dia tersenyum dan meminta kepada temannya tersebut untuk tidak menyebarkan iklan tersebut, dan memberitahunya bahwa rumah tersebut tidak lagi dijual.

Demikianlah, hitunglah nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada anda, kemudian tulislah satu persatu, maka anda akan mendapati diri anda lebih banyak berbahagia daripada sebelumnya.

Sesungguhnya kita lupa bersyukur kepada Allah, dikarenakan kita tidak memperhatikan nikmat-nikmat tersebut, dan kita tidak menghitung apa yang kita miliki. Dan karena kita melihat berbagai kesusahan-kesusahan kemudian kita marah, dan tidak melihat kepada kebaikan-kebaikan yang sekarang kita berada didalamnya.

Dikatakan bahwa sesungguhnya kita mengeluh karena Allah menjadikan duri-duri dibawah bunga mawar, padahal yang lebih pantas kita lakukan adalah kita bersyukur kepada Allah, karena Dia telah menjadikan bunga mawar diatas duri-duri.

Dikatakan pula, Aku sangat merasa susah saat aku mendapati diriku telanjang kaki, akan tetapi aku banyak bersyukur kepada Allah, saat aku mendapati orang lain tidak memiliki dua kaki.

Bagi-Mulah segala puji, wahati Tuhanku, hingga Engkau ridha, dan bagi-Mu segala puji saat Engkau ridha, bagi-Mu segala puji setelah keridhaan-Mu. Ridha-Mu kuharap terlimpah atasku.

Lihatlah kepada kelembutan Allah terhadapmu disaat tidurmu…

Berfikirlah tentang dirimu sekali saja, apa yang akan terjadi seandainya satu pantat tidak berfungsi bekerja saat engkau tidur?

Saat engkau tidur Allah Subhanahu wa Ta’ala menjagamu dan menyelamatkanmu dari bahaya, oleh karena itulah memujilah Allah Subhanahu wa Ta’ala karena telah membolak-balikkanmu sekali dalam 7 menit untuk merubah tempatmu saat tidurmu hingga kulitmu yang lembut tidak terkena iritasi.

Pujilah Allah karena nikmat lidah yang membuka celah bagi air liur kental yang terkumpul di mulutmu saat engkau tidur tidak sadar hingga engkau tidak tercekik dan tersedak air liur.

Pujilah Allah yang Maha Lembut Lagi Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya atas nikmatnya mimpi indah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai pembersih ingatan-ingatan, pikiran-pikiran, dan permasalahan-permasalahan yang memenuhi pikiranmu. Itu semua untuk menjaga kelayakan akalmu.

Pujilah Allah atas nikmat tidak terkenanya dirimu radang otak yang disertai demam tinggi saat bersamaan dengan tidur panjang yang setelahnya engkau tidak merasa nyaman.

احمد الله سبحانه على نعمة انك لاتعاني من نوبات الهلع الليلي والهلوسة الشديدة والهذيان المتلاحق بسبب ماتراه من احلام وتصورات اثناء نومك

Pujilah Allah atas nikmat tidak terkenanya kamu penyakit tidur tiba-tiba yang akan menjadikanmu tidur di tempat mana saja, dan dalam keadaan apa saja, apakah saat kamu dalam keadaan tidur, atau menyetir mobil atau juga menaiki tangga.

Pujilah Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat …..

احمد الله سبحانه ايضا على نعمة عدم اصابتك بمتلازمة الرجلين التوهمي والذي يجعل رجلاك تنتفخان اثناء نومك

Pujilah alah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat tidak mengompol yang kadang menimpa manusia sekalipun dia sudah dewasa.

Pujilah Allah atas nikmat tidak terkenanya kamu kelumpuhan sementara (tindien) saat tidur yang menimpa persendian tubuh secara tiba-tiba untuk masa yang berbeda-beda.

Pujilah Allah Subhanahu wa Ta’ala atas teraturnya dengkurmu, dan tidak terkenanya kamu keterputusan nafas saat tidur yang menjadikan suara dengkurmu mengagetkan sampai pada tingkat kekuatan dengkurnya mampu membangunkan orang yang tidur di kamar lain.

Pujilah Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segenap nikmat-Nya yang tidak akan habis, dan atas karunia-Nya yang tidak terhitung, yang senantiasa menjagamu saat engkau tidur, menjagamu saat engkau duduk, menjagamu saat bangun dan menjagamu dalam setiap keadaanmu.



Soal:

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan YA, atau TIDAK!

1. Apakah engkau memiliki rumah yang melindungimu, tempat tinggal yang engkau bisa tidur di dalmnya dan makanan yang engkau makan?
2. Apakah engkau punya uang disakumu yang darinya engkau akan memenuhi kebutuhanmu?
3. Apakah hari ini merasa sehat walafiat?
4. Apakah engkau pernah merasakan kehidupan perang, atau merasakan pahitnya penjara atau merasakan pedihnya penyiksaan?
5. Apakah engkau bisa shalat tanpa takut penangkapan, atau penyiksaan atau penahanan?
6. Apakah kedua orang tuamu masih hidup dan keduanya hidup bersama tanpa perceraian?
7. Apakah sekarang kamu bisa tersenyum dan mengucapkan alhamdulillah?

Jika engkau menjawab YA atas pertanyaan pertama, maka engkau adalah orang yang terkaya dari 75% penduduk dunia.

Jika engkau menjawab YA atas pertanyaan kedua, maka engkau termasuk salah seorang dari 8% orang-orang kaya di dunia.

JIka engkau menjawab YA atas pertanyaan ketiga, maka engkau lebih utama dari sejuta manusia yang tidak akan hidup lebih panjang dari seminggu karena penyakit mereka.

Jika engkau menjawab TIDAK atas pertanyaan keempat, maka engkau lebih utama dari 500 juta orang yang berada di permukaan bumi.

Jika engkau menjawab TIDAK atas pertanyaa kelima, maka engkau berada dalam sebuah nikmat yang tidak dikenal oleh 3 milyar manusia.

Jika engkau menjawab YA atas pertanyaan keenam, maka engkau jarang ada.

Jika engkau menjawab YA atas pertanyaan ketujuh, maka engkau berada didalam sebuah nikmat yang mampu dilakukan oleh banyak orang namun mereka tidak melakukannya.

Jika engkau membaca pertanyaan-pertanyaan ini, maka engkau adalah orang lebih baik dari dua milyar manusia yang tidak mampu membaca.

Jika engkau ingin hidup dalam kehidupan yang baik, maka pujilah (bersyukurlah) kepada Rabb mu, dikarenakan Dialah yang telah menciptakan kamu dengan sebaik-sebaik penciptaan, dan menistimewakanmu dengan akal.

Jika engkau ingin hidup dalam kehidupan yang baik, pujilah (bersyukurlah) rabbmu, dikarenakan Dialah yang menjadikanmu seorang HAMBA, pujilah rabbmu, dikarenakan Dialah yang menjadikanmu umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Dialah yang telah memberimu rizqi Islam tanpa engkau pernah meminta kepada-Nya dan sebelum engkau berbuat dzalim terhadap dirimu sendiri dalam agama lain.

Jika engkau senang hidup dalam kehidupan yang baik, pujilah rabbmu saat engkau hendak pergi tidur dalam keadaan nyaman dan tenang, dan ingatlah bahwa ada orang yang tidak bisa nyaman tidur, adakalanya karena penyakit dan rasa sakitnya, atau juga karena peperangan dan kefaqiran yang menyebabkan mereka berlarian, tidak nyaman dengan kehidupan yang tenang dan damai, hingga tidurpun mereka diharamkan darinya.

Jika engkau senang hidup dalam kehidupan yang baik, pujilah rabbmu saat engkau terbangun dari tidur, dikarenakan Allah lah yang telah mengembalikan rohmu setelah Dia menggenggamnya. Mudah-mudahan engkau melakukan kebaikan yang bisa menambah kebaikan-kebaikanmu. Maka seandainya Allah menggenggam rohmu, yakni mematikanmu, maka engkau tidak pernah tahu kemana tempat kembalimu.

الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ

“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan (menidurkan) kami dan kepada-Nyalah tempat kembali.”

الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ رَدَّ عَلَيَّ رَوْحِيْ وَأَذِنَ لِيْ بِذِكْرِهِ

“Segala puji bagi Allah yang telah mengembalikan rohku atasku dan mengizinkan aku mengingat-Nya.”

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَصْبَحْتُ مِنْكَ فِيْ نِعْمَةٍ وَعَافِيَةٍ وَسَتْرٍ فَأَتْمِمْ نِعْمَتَكَ عَلَيَّ وَعَافِيَتَكَ وَسَتْرَكَ فيِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

“Ya Allah, sesungguhnya karena-Mu di pagi hari ini aku berada dalam nikmat, sehat dan tertutupi (dari aib). Maka sempurnakanlah nikmat, keselamatan, dan penutupan-Mu (dari aib) atasku di dunia dan akhirat.”

Jika engkau ingin hidup dalam kehidupan yang baik, pujilah rabb-mu saat engkau mendapatkan apa yang engkau makan, maka selainmu tidak mendapatkan sesuatu yang bisa menutup nafas kehidupannya, dia tidak mendapatkan apa yang bisa dia makan dan menguatkannya.

Jika engkau ingin hidup dalam kehidupan yang baik, pujilah rabbmu saat engkau berdiri untuk shalat, shalat adalah sebuah nikmat dari sisi Allah yang telah memberimu rizqi untuk bisa menunaikan kewajiban tersebut. Maka hendaknya kamu benar-benar bersyukur dan berdo’a kepada-Nya. Nikmat manakah yang lebih utama dari nikmat ini? shalat adalah tiang agama, kunci sorga, dan shalat adalah pertemuan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang disela-selanya jiwa menjadi tenang dari kesusahan dan kesempitan dunia.

Jika engkau ingin hidup dalam kehidupan yang baik, pujilah rabbmu saat Allah Subhanahu wa Ta’ala mengilhamkan kepadamu do’a, do’a adalah nikmat yang teramat agung. Maka mintalalah karunia Allah, dikarenakan Allah senang mendengar suara hamba-Nya, dan Dia cinta dengan seorang hamba yang mendesak dalam berdo’a.

اللّٰهُمَّ أَعِنِّيْ عَلىَ ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

“Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa bisa mengingatmu, bersyukur kepada-Mu, dan memperbagusi ibadahku kepada-Mu.”

Jika engkau ingin hidup dalam kehidupan yang baik, maka pujilah Allah jika engkau sakit, karena dengannya Allah ingin membersihkan dirimu dari dosa-dosa, dan mengampunimu, serta menjadikan buku catatanmu putih bersih.

Jika engkau ingin hidup dalam kehidupan yang baik, maka pujilah Allah saat engkau tertimpa musibah, dikarenakan saat itu Allah menjadi dekat dari-Mu, Dia ingin meringankan dosa-dosamu maka setelah adanya kesulitan, ada kemudahan.

Ingatlah bahwa “Seandainya bukan karena musibah-musibah di dunia, maka kita akan datang pada hari kiamat dalam keadaan bangkrut.”

Jika engkau ingin hidup dalam kehidupan yang baik, maka pujilah Allah dikarenakan engkau hidup diantara keluargamu, maka selainmu diharamkan dari yang demikian. Kadang mereka dalam keadaan yatim, atau terpenjara, atau dalam pelarian, atau tertawan dan lainnya.

Jika engkau ingin hidup dalam kehidupan yang baik, maka pujilah Allah saat engkau mendengar kebaikan yang menggembirakanmu, dan sujud syukurlah, dikarenakan selainmu dalam keadaan cemas dan gelisah.

Jika engkau ingin hidup dalam kehidupan yang baik, maka pujilah rabbmu, dikarenakan Dia akan menghisabmu pada hari kiamat, dan tidak ada seorangpun selain-Nya. Dikarenakan Dialah Dzat Yang Maha Adil, Maha Bijaksana, Dia adalah sebaik-baik Hakim dan sebaik-baik Dzat Yang Maha Penyayang.

اللّٰهُمَّ حَاسِبْنِيْ حِسَابًا يَسِيْرًا يَا اللهُ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Dikarenakan seandainya yang menghisabmu adalah selain-Nya, maka bisa jadi dia akan mendzalimimu, tidak akan merahmatimu, tidak akan berbuat adil kepadamu, dan tidak akan memberikan hakmu. Dan ingatlah bahwa rahmat Allah itu luas, yang lebih luas dari segala sesuatu.

Jangan lupa memuji rabbmu, dikarenakan engkau termasuk orang risalahku ini telah sampai kepadamu. Pujilah rabbmu dikarenakan engkau tengah membaca risalah ini, akan tetapi sesungguhnya engkau Insya Allah, akan berkata alhamdulillah.

Ya Allah, bagimu segala puji sebagaimana yang layak bagi keagunan wajah-Mu dan kerajaan-Mu. Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu didalam shalat dan do’aku keberkahan yang dengannya Engkau sucikan hatiku, Engkau singkap kesusahanku, Engkau ampuni dosaku, Engkau perbaiki urusan-urusanku, Engkau cukupkan aku dari kefaqiranku, Engkau hilangkan kesusahanku, engkau singkap kegundahan dan kegelisahanku, Engkau sembuhkan sakitku, Engkau bayarkan hutangku, Engkau hibur kesedihanku, Engkau kumpulkan hajat-hajatku, dan Engkau putihkan wajahku.

Ya Allah, lindungilah aku dari fitnah dunia, dan tunjukilah aku kepada apa-apa yang engkau cintai dan ridhai. Teguhkanlah aku dengan ucapan yang teguh di dunia dan di akhirat. Jadilah Engkau sebagai pelindung, penjaga dan penolongku. Amin ya rabbal ‘Alamin.

(Disalin dari tulisan Ummu Mariah Iman Zuhair pada Majalah Qiblati Edisi 7 Tahun I)

Rabu, 18 Januari 2012

Solusi Damai Muslim Sunni-Syiah

Pada 29 Desember 2011, terjadi peristiwa menggemparkan di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Sebuah mushala dan beberapa rumah warga Syiah di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, diserbu dan dibakar massa. Rumah dan mushalla itu adalah milik kelompok Syiah yang dipimpin oleh Tajul Muluk Ma’mun.

Kasus Sampang Madura itu mulai membuka mata banyak orang, bahwa ada masalah serius dalam soal hubungan antara orang-orang Muslim Sunni dan kelompok Syiah di Indonesia. Sebelumnya, berbagai kasus serupa – dalam skala kecil – sudah terjadi di berbagai tempat. Benih-benih konflik itu seperti sudah menyebar. Kasus Syiah Sampang itu, tentu saja, patut disesalkan, sebab konflik semacam ini harusnya bisa diredam jauh-jauh sebelumnya. Banyak pihak yang kemudian menuding bahwa kasus itu adalah cerminan buruknya iklim kebebasan beragama di Indonesia.

Tetapi, analisis semacam itu terlalu parsial dan liberal. Semua masalah hubungan antar atau internal agama hanya dilihat dari satu aspek saja, yaitu aspek HAM dan “kebebasan beragama”. Padahal, yang kadangkala diabaikan dalam analisis soal keagamaan adalah soal “sensitivitas” yang sudah menyentuh aspek keyakinan. Seperti dalam kasus hubungan Muslim Sunni dan kelompok Syiah.

Kasus Syiah Sampang, Madura, misalnya, sudah berlarut-larut selama bertahun-tahun. Pada 20 Februari 2006, lebih dari 50 orang ulama Madura mengeluarkan pernyataan, bahwa aliran Syiah yang disebarkan oleh Tajul Muluk Ma’mun di Madura tergolong Syi’ah Ghulah (Rofidloh). Salah satu ajaran yang membuat hati kaum Muslim Sunni di Madura tersakiti adalah ajaran yang melecehkan para sahabat Nabi saw.

Akar masalah
Pernyataan para ulama Madura itu membuktikan bahwa kasus Syiah di Sampang, adalah laksana bara dalam sekam. Kasus ini tidak segera diselesaikan, sehingga “bara” itu akhirnya meledak, dan mengagetkan banyak orang. Muncullah opini seolah-olah kelompok Syiah di Indonesia tidak mendapatkan hak kebebasan beragama dari kaum Muslim Indonesia; bahwa mereka terzalimi.

Masalah Sampang ini tentu memerlukan kajian dan penelitian yang serius. Yang jelas di Indonesia, kelompok Syiah terbukti sangat agresif dalam menyerang ajaran-ajaran Islam yang dianut oleh mayoritas Muslim di Indonesia. Ini sulit dipisahkan dari sejarah kelahiran kelompok Syiah itu sendiri, yang menganggap hak kekhalifahan Ali radhiyallaahu 'anha dirampas oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, dan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhum. Tidak heran, jika ketiga sahabat utama Rasulullah saw itu sering menjadi bulan-bulanan caci maki.

Begitu pula ummul mukminin, Aisyah radhiyallaahu 'anha yang sangat dicintai kaum Muslimin tak lepas dari berbagai fitnah dan cemoohan kaum Syiah. Padahal, Aisyah adalah istri Nabi yang mulia. Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam wafat di pangkuan Aisyah dan dikuburkan di rumah Aisyah pula. Aisyah r.a. adalah ulama wanita yang meriwayatkan 2210 hadits. Dari jumlah itu, 286 hadits tercantum dalam shahih Bukhari dan Muslim. Ada sekitar 150 ulama Tabi’in yang menimba ilmu dari Aisyah. (Lihat, K.H. Ubaidillah Saiful Akhyar Lc, Aisyah, The Inspiring Woman, (Yogyakarta: Madania, 2010).

Jadi, keutamaan Aisyah radhiyallaahu 'anhu sudah begitu masyhur dan disampaikan sendiri oleh Nabi Muhammad saw. Sangat wajar, jika kaum Muslim akan terluka hatinya jika wanita yang sangat mulia dan agung ini dicaci-maki.

Masalahnya, di Indonesia, berbagai penerbitan kaum Syiah terbukti sulit menyembunyikan caci-maki terhadap para sahabat dan istri Nabi yang mulia tersebut. Padahal, dalam buku-buku tersebut, kadangkala disebutkan, bahwa penulis buku Syiah itu mengaku ingin membangun persaudaraan dengan kaum Muslim Sunni. Sebut satu contoh, buku berjudul The Shia, Mazhab Syiah, Asasl-usul dan Perkembangannya karya Hashim al-Musawi (Jakarta: Lentera, 2008). Secara halus, buku ini juga mendiskreditkan Abu Bakar dan Umar radhiyallaahu 'anhu. Misalnya, dalam hal pencatatan sabda Nabi Muhammad shallallaahu 'alahi wasallam.

“Sumber-sumber historis mengindikasikan beragam pendapat berbeda mengenai penulisan kata-kata Nabi. Para Imam Ahlulbait Nabi yakin perlunya menulis atau mencatat kata-kata Nabi dan menjaganya dari hilang atau didistorsi. Imam Ali beserta putranya, al-Hasan, memerintahkan pencatatan sabda Nabi dan pendokumentasian sumber-sumbernya. Menurut ad-Dailami, Imam Ali berkata: “Bila kamu mencatat sebuah sabda, sebutkan juga sumbernya.” (Catatan kaki: Hasan ash-Shadr, asy-Syiah wa Finun al-Islam). Imam Ali sendiri mencatat sabda-sabda Nabi dalam sebuah surat gulungan, dan surat gulungan ini diwarisi oleh para imam keturunan Imam Ali. Sementara itu, Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar melarang pencatatan sabda Nabi, dan para penguasa Umayah juga memberlakukan larangan ini sampai Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah dan mengirim pesan berikut ini kepada warga Madinah… (Catatan kaki: Ahmad bin Ali Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari be Syarh Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Ihya at-Turats al-Arabi, ed. Ke-4, 1408 (1988)).

Salah paham
Cara kelompok Syiah dalam mengkritik Abu Bakar dan Umar bin Khatab dalam soal pembakaran hadits Nabi itu tentu saja tidak fair dan tidak sesuai dengan fakta. Masalah pencatatan hadits di kalangan sahabat Nabi juga sudah dibahas dengan sangat mendalam oleh Dr. M. Musthafa al-A’zhami dalam bukunya, “Studies in Early Hadits Literature” (Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, 2000). Dalam buku yang merupakan disertasi doktornya di Cambridge University ini, al-A’zhami menunjukkan data adanya 50 sahabat Nabi yang melakukan pencatatan hadits. Termasuk Abu Bakar dan Umar bin Khathab radhiyallaahu 'anhu Berita tentang Abu Bakar yang membakar kumpulan haditsnya diragukan keabsahannya oleh adh-Dhahabi. Bukti lain yang meragukan riwayat pembakaran hadits tersebut adalah bahwasanya, Abu Bakar sendiri mengirim surat kepada ‘Amr bin al-Ash, yang memuat sejumlah ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Surat senada yang mengandung hadits Nabi juga dikirim Abu Bakar kepada Gubernur Anas bin Malik di Bahrain.

Riwayat tentang kasus pembakaran hadits oleh Umar bin Khathab juga diragukan kebenarannya. Al-A’zhami menelusuri tiga jalur riwayat berita tersebut, dan dia menemukan, semuanya mursal. Artinya, rangkaian cerita itu terputus, tidak sampai pada Umar bin Khathab. Juga, faktanya, Umar bin Khathab mengirimkan Ibn Mas’ud dan Abu Darda’ sebagai guru ke Kufah, padahal keduanya dilaporkan memiliki catatan hadits sebanyak 848 dan 280 buah. Umar sendiri juga terbiasa mengutip hadits-hadits Nabi dalam surat-surat resminya sebagai kepala negara. (hal. 34-60).

Jadi, tuduhan kelompok Syiah akan kejahatan Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu yang – katanya – menghalang-halangi pencatatan hadits Nabi perlu dijernihkan. Tuduhan semacam itu sangatlah tidak bersahabat dan membangun perdamaian.

Tahun 2009, sebuah kelompok penyebar Syiah di Indonesia menerbitkan sebuah buku berjudul “40 Masalah Syiah”. Buku ini ditulis dengan tujuan untuk: “tumbuhnya saling pengertian di antara mazhab-mazhab dalam Islam.” Itu tujuan yang tertulis dalam sampul belakangnya. Tetapi, jika disimak isi bukunya, buku ini justru mengejek dan melecehkan kaum Muslim Indonesia yang Sunni.

Betapa tidak! Lagi-lagi, buku semacam ini juga tak bisa lepas dari caci maki terhadap Abu Bakar, Umar, dan Utsman bin Affan. Padahal kaum Muslim sangat menghormati Ali radhiyallaahu 'anha dan Ahlulbait. Fakta sejarahnya, Ali bin Abi Thalib pun tidak mencerca Abu Bakar, Umar, Utsman, juga Aisyah radhiyallaahu 'anha. Dalam bab berjudul “Syiah Melaknat Sahabat” disebutkan, bahwa Syiah tidak melaknat siapa pun kecuali yang dilaknat Allah dan Rasul-Nya. Salah satu cara menggambarkan buruknya perilaku Utsman bin Affan adalah penghormatannya kepada al- Hakam bin abi al-ash. Padahal, orang ini sudah dilaknat Rasulullah saw. “Ketika Utsman menjadi khalifah, ia menyambutnya dengan segala kemuliaan dan kehormatan. Utsman memberinya hadiah 1000 dirham dan mengangkat anaknya sebagai orang kepercayaannya.” (hal. 89).

Buku ini pun memaparkan bid’ah-bid’ah – versi Syiah -- yang dibuat oleh Abu Bakar r.a. seperti: Menghapus hak “muallafatu qulubuhum” dan melarang penulisan hadits dan membakarnya. Sedangkan bid’ah-bid’ah yang dibuat oleh Umar bin Khathab antara lain: Menentang Rasulullah saw untuk menuliskan wasiatnya dan melarang nikah mut’ah. (hal. 235).

Sebagaimana dalam kasus pencatatan hadits, tuduhan-tuduhan kelompok Syiah terhadap Utsman bin Affan juga sangat berlebihan. Kadangkala fakta ditafsirkan lain, sehingga seolah-olah, Abu Bakar, Umar, dan Utsman r.a. telah melakukan persekongkolan jahat melawan Nabi. Ibnul Arabi, dalam Kitabnya, al-Awashim wal-Qawashim, menjelaskan, kasus al-Hakam terkait dengan kesaksian Utsman r,a., bahwa Rasulullah saw telah memberikan izin kepada al-Hakam untuk kembali ke Madinah. Tetapi, Abu Bakar dan Umar tidak menerima saksi lain selain dari Utsman bin Affan, sehingga permintaan Utsman ditolak. Tetapi tidak diberitakan, saat menjadi Khalifah, Utsman menyambutnya dengan segala kemuliaan. Mengutip Ibn Taymiyah dalam Minhaj al-Sunnah, Dr. Muhammad al-Ghabban menjelaskan melalui bukunya, Kitab Fitnah Maqtal Utsman, bahwa semua riwayat tentang pengusiran Hakam adalah mursal, jadi sanadnya lemah.

Jalan Damai
Mungkin, karena kebencian terhadap Abu Bhakar, Umar, dan Utsman, maka kelompok Syiah – termasuk di Indonesia – tidak dapat menyembunyikan pikirannya untuk mencerca para sahabat Nabi yang mulia tersebut. Itulah fakta ajaran Syiah yang disebarkan di Indonesia melalui berbagai penerbitan mereka. Jika manusia-manusia yang begitu mulia dan dihormati oleh kaum Muslim – seperti Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Aisyah r.a. -- dicerca dan diperhinakan oleh kaum Syiah, apakah umat Islam bisa terima?

Itu tentu berbeda dengan Muslim Sunni yang menghormati semua sahabat Nabi saw. Ulama dan tokoh sufi terkemuka, Syekh Abdul Qadir al-Jilani, dalam kitabnya, al-Ghunyah Lithaalibi Thariqil Haq, menguraikan kesesatan ajaran Syiah dan memberikan penjelasan terhadap keabsahan kepemimpinan Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Mereka semua adalah pemimpin yang mulia yang dikaruniai petunjuk Allah SWT (al-khulafa al-rasyidun). (Lihat, Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Buku Pintar Akidah Ahlusunnah Waljamaah (Terj.), (Jakarta: Zaman, 2011).

Kaum Muslim sangat mencintai Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya yang mulia. Tidak sepatutnya, ada orang yang menyimpan dendam abadi kepada manusia-manusia terbaik yang dididik oleh Rasulullah sendiri. Bahkan, Abu Bakar, Umar bin Khathab adalah mertua Rasulullah saw. Sementara Utsman bin Affan adalah menantu Rasulullah saw. Kaum Muslim yang masih memiliki kesadaran keimanan, tentu tidak ridha jika para sahabat Nabi yang mulia itu difitnah dan dicaci-maki.

Jika kaum Syiah mengakui Sunni sebagai mazhab dalam Islam, seyogyanya mereka menghormati Indonesia sebagai negeri Muslim Sunni. Biarlah Indonesia menjadi Sunni. Hasrat untuk men-Syiahkan Indonesia bisa berdampak buruk bagi masa depan negeri Muslim ini. Masih banyak lahan dakwah di muka bumi ini – jika hendak di-Syiahkan. Itulah jalan damai untuk Muslim Sunni dan kelompok Syiah.

Kecuali, jika kaum Syiah melihat Muslim Sunni adalah aliran sesat yang wajib di-Syiahkan! Walahu a’lambil-shawab.
(Adian Husaini /http://www.insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=299%3Asolusi-damai-muslim-sunni-syiah&catid=1%3Aadian-husaini&Itemid=27)

Sabtu, 14 Januari 2012

MENJADI ABDAN SYAKUURAA

“Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?”
Ikhwan fillah, berapa kali kita mendengar ayat tadi dibacakan? Allah memberi kita nikmat dalam jumlah tak terbilang. Allah tidak meminta kita menghitung seberapa banyak nikmat kita peroleh. Tidak bakal berkesudahan.
وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. (Q.S an Nahl : 18)

Sebaliknya, mari kita berhitung. Barangkali tidak terlalu sulit jika kita hitung berapa kali kita mensyukuri nikmat yang Allah beri pada kita dalam satu hari ini.
Tahun baru, kelahiran, panen melimpah, naik jabatan, memperoleh hadiah, selalu dijadikan alasan melakukan syukur. Berapa sering kita mendapatkan alasan-alasan ini? Tahun baru hanya sekali setahun. Seorang ibu rata-rata melahirkan sekali dalam dua tahun. Naik jabatan? Panen besar?. Betapa mudah kita hitung wujud syukur kita. Betapa sedikit kita bersyukur. Sementara nikmat Allah selalu hadir dalam setiap tarikan nafas kita sehari-hari.

“Maka nikmat Allah yang manakah yang kamu dustakan?”
Kita undang teman makan-makan untuk merayakan promosi yang kita peroleh. Orang tua merayakan kelahiran setiap anaknya. Ada yang melarung sesaji sebagai syukur atas tangkapan yang melimpah. Bagaimana seharusnya kita ungkapan rasa syukur kita?
Imam asy-Syaukani menyebutkan bahwa ungkapan rasa syukur keluar dari tiga sumber.

Pertama, lisan atau ucapan. Dalam sebuah hadits dikatakan, “seorang hamba mengucapkan ‘alhamdulillah’ ketika memperoleh suatu nikmat. Sungguh ucapannya ini bahkan lebih utama dari nikmat yang ia peroleh tersebut.” ((HR. Ibnu Majah).

Kedua, sumber ungkapan syukur adalah hati. Ikhwah fillaah! Allah maha tahu setiap niat perbuatan kita. Lisan bisa terdengar manis dan menipu. Kepada siapa dan untuk siapa kita layangkan syukur kita?

Ketiga, sumber ungkapan syukur adalah amal atau perbuatan. Akhlak seorang muslim selalu selaras antara tiga hal ini yakni lisan, hati atau niat dan perbuatan. Mensyukuri nikmat Allah diwujudkan dengan ketaatan kita terhadap jalan hidup Allah tetapkan bagi kita. Abu Hazim Salamah bin Dinar berkata:”perumpamaan orang yang memuji syukur kapada Allah hanya dengan lisan, namun tidak dengan ketaatannya, ia seibarat orang yang memakai penutup kepala dan kaki tapi tidak menutupi seluruh badanya. Bisakah pakaian begini melindunginya dari panas dan dingin?”.

Ikhwah fillah. Allah memberi kita nikmat sebagai sebuah amanah. Jika kita meyakini bahwa segala yang kita miliki adalah pemberianNya, akankah kita risau jika jika suatu saat nikmat yang kita miliki hilang dan berpindah? Kita bisa bersetuju dengan pendapat bahwa risau ini wajar dan manusiawi. Atau barangkali kita bisa memilih yakin bahwa meyakini kebesaran dan janji Allah adalah sisi lain kemanusiaan kita? Bersyukurlah, niscaya Allah akan melipat gandakan nikmatnya. Dalam QS Ibrahim ayat 7 Allah berfirman,” Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat kami) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya adzabku sangat pedih”.
Bersyukur merupakan kewajiban kita sebagai hamba Allah. Tidak ada satu pun alasan bagi manusia untuk tidak bersyukur. Bahkan nabi sekalipun, yang sudah dijanjikan maksum, tetap mewajibkan diri beliau untuk senantiasa mengaplikasikan rasa syukur dalam hidup beliau baik lisan, hati dan amal.

Dari aisyah radhiyallaahu 'anha ia berkata ; sesungguhnya nabi saw selalu bangun untuk mengerjakan salat malam sampai kedua kakinya bengkak,Aisyah bertanya ; wahai rasulullah mengapa engkau berbuat demikian , sedangkan Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang telah lampau maupun yang akan datang ? ;Beliau menjawab 'apakah tidak sepantasnya jika aku menjadi seorang hambah yang slalu bersyukur (HR bukhari dan muslim).
Bagaimana dengan kita?

Ikhwah fillah. Sering kita lupa begitu banyak nikmat yang wajib kita syukuri. Nikmat selalu saja kita ukur dengan materi: jumlah harta yang kita miliki, jumlah orang yang mencintai kita. Bahkan yang berupa fisik pun sering kita sadari setelah kita kehilangan. Kita baru menyadari betapa nikmatnya bernafas setelah salah satu hidung kita tersumbat. Kita baru tahu berharganya kesehatan badan setelah sakit.

Ikhwah fillah. Ada dua nikmat yang paling sering kita lupakan yakni nikmat sehat dan nikmat waktu luang. Sebuah hadits mengatakan,”ada dua kenikmatan yang mengakibatkan banyak orang merugi (karena melalaikannya): nikmat sehat dan nikmat waktu luang” (HR Imam Bukhari).

“Maka nikmat Tuhan yang manakah yang engkau dustakan”.
Sering kita mengeluh dengan cobaan yang menimpa diri kita. Kesempitan, rasa sakit, kehilangan, selalu menjadi alasan bagi kita untuk mengeluh. Kita mengeluh melihat orang lain Nampak bernasib lebih baik dari kita.

Ikhwah fillah. Semakin besar kita ingat begitu melimpahnya nikmat yang kita peroleh, semakin kecil kemungkinan kita mengeluhkan segala macam ujian yang menimpa kita. Kita akan bersabar. Kita perlu menguatkan diri kita menjalani sikap sabar ini. Suatu ketika Rasulullah berwasiat pada Muadz, “wahai Muadz, aku berpesan. Janganlah kamu tinggalkan pada tiap-tiap habis shalat berdoa, ‘allaahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika’. (Ya Allah tolonglah aku agar aku senantiasa ingat kepadaMu, senantiasa mensyukuri nikmatMu dan senantiasa baik dalam beribadah kepadaMu).
Dalam hadits lain Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, ''Perkara orang Mukmin itu mengagumkan. Sesungguhnya, semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang Mukmin. Bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya. Bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya.'' (HR Muslim No 5318).

“Maka nikmat Tuhan yang manakah yang engkau dustakan”.
Ikhwah fillah. Senantiasa mengingat nikmat Allah dan bersabar adalah kewajiban kita. Semua nikmat yang kita miliki adalah amanah. Semua amanah yang ada pada kita akan diminta pertanggungjawab oleh Allah. Dalam QS at Takatsur Allah berfirman, “ Kemudian pastilah kalian akan ditanya pada hari itu tentang nikmat (yang kamu peroleh)”. Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk senantiasa mampu mensyukuri segala nikmat yang kita peroleh. Allah telah menjanjikan kepada hambanya untuk senantiasa menambah nikamatNya, selama kita senantiasa bersyukur sepenuh hati kita, sejernih lisan kita dan sebaik perbuatan kita. wallaahu ‘alamu bishshawab.
(Abd Rauf Haris)