Senin, 25 Juli 2011

FATWA-FATWA TENTANG QADHA PUASA

1.Hukum Puasa Yang Belum Diqadha'

Tanya:Saya belum mengganti (mengqadha') puasa yang saya tinggalkan pada bulan Ramadhan disebabkan haidh, sementara saya tidak dapat menghitung jumlah puasa yang telah ditinggalkan, apakah yang harus saya lakukan?

Jawab:Alhamdulillah, hendaknya saudariku fillah berusaha menghitungnya dan mengganti puasa itu sesuai dengan sangkaan kuat saudari tentang jumlah puasa yang telah ditinggalkan. Mintalah pertolongan dan taufiq kepada Allah, bukankah Allah telah berfirman:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. Al-Baqarah :286)

Berusahalah sekuatnya dan ambillah yang paling selamat bagi diri saudari, hendaklah saudari mengganti jumlah puasa yang saudari yakini telah ditinggalkan. Dan hendaknya juga saudari segera bertaubat kepada Allah, hanya Allah sajalah yang berhak memberi taufik.

Diambil dari fatwa Syaikh Bin Baz rahimahullah.

2.Membatalkan Puasa Bulan Ramadhan Dan Tidak Mengqadha'nya Karena Malu

Tanya:Ketika masih berusia tiga belas tahun saya biasa berpuasa pada bulan Ramadhan. Suatu kali diam-diam saya membatalkan puasa karena haidh selama empat hari. Saya tidak menceritakan hal itu kepada seorangpun karena malu. Sekarang sudah berlalu delapan tahun, apa yang harus saya lakukan?

Jawab:Alhamdulillah, saudari telah keliru karena meninggalkan qadha puasa selama jangka waktu tersebut. Perlu saudari ketahui bahwa haidh adalah sesuatu yang telah Allah gariskan atas kaum wanita dan tidak perlu malu dalam menjalankan agama. Hendaklah saudari segera mengganti puasa empat hari tersebut dan saudari wajib membayar kifarat, yaitu memberi makan fakir miskin sebanyak hari yang ditinggalkan sebesar dua sha' makanan pokok sehari-hari.
Dinukil dari kumpulan fatwa Syaikh Bin Baz.

3.MEMILIKI KEWAJIBAN MENGQADHA BEBERAPA HARI RAMADAN, AKAN TETAPI DIA LUPA BILANGANNYA

Tanya:Istriku memiliki kewajiban mengqadha beberapa hari (pada bulan Ramadan lalu), akan tetapi lupa berapa hari persisnya. Apa yang harus dia lakukan?

Jawab:Alhamdulillah

Orang yang berbuka beberapa hari di bulan Ramadan karena uzur safar, sakit, haid, dan nifas diharuskan mengqadhanya.

Berdasarkan firman Ta’ala :

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ (سورة البقرة: 184)

‘Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.’ (QS. Al-Baqarah: 184)

Dan diriwayatkan oleh Muslim, 335 sesungguhnya Aisyah radhiallahu anha di tanya, 'Mengapa orang haid mengqada puasa dan tidak mengqadha shalat, beliau menjawab, "Dahulu kami mengalami hal itu, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat."

Kalau istri anda lupa bilangan hari yang menjadi tanggungannya, ragu apakah enam atau tujuh hari contohnya. Maka dia hanya wajib melakukannya enam hari. Karena asalnya seseorang tidak terkena beban kewajiban. Jika dia puasa tujuh hari sebagai kehati-hatian, maka hal itu lebih utama agar terbebas dari kewajibannya secara yakin. Kalau tidak ingat sama sekali bilangan harinya, maka dia berpuasa yang menjadi persangkaan kuat dapat membebaskan kewajibannya.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang wanita mempunyai tanggungan qadha puasa Ramadan, akan tetapi dia ragu apakah empat atau tiga hari. Sekarang dia berpuasa tiga hari, apa yang harus dia lakukan?

Beliau menjawab,

"Kalau seseorang ragu mempunyai tanggungan kewajiban mengqadha, maka dia mengambil yang paling sedikit. Kalau seorang wanita atau lelaki ragu, apakah dia ada kewajiban mengqadha, tiga atau empat hari? Maka dia mengambil yang terkecil, karena yang terkecil itu yakin, sementara tambahannya itu masih meragukan. Karena pada asalnya seseorang terbebas dari (kewajiban). Akan tetapi meskipun begitu, yang lebih hati-hati hendaknya dia mengqadha hari yang meragukan ini. Jika ternyata itu memang kewajibannya, maka dia telah terbebaskan dari tanggungan dengan yakin, kalau tidak wajib, maka itu sebagai sunnah. Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang melakukan amalan kebaikan."

Fatawa Nurun Ala Ad-Darbi

(Sumber:http://www.islamqa.com/id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar