Senin, 11 November 2013

Shiyam (Puasa) ‘Asyuro

Saat ini kita sedang berada di bulan suci dan mulia. Yakni bulan suci  Muharram. Bulan ini merupakan satu dari empat bulan yang disucikan dan dimuliakan oleh Allah [QS:9:36]. Bulan ini disebut pula dengan syahrullah (bulan-Nya Allah. Sebagai Muslim yang beriman kita harus memuliakan bulan ini. Diantara bentuk penuliaan terhadap bulan ini adalah dengan meninggalkan segala bentuk kedzaliman (dosa dan maksiat).

Selain itu amalan lain yang juga dianjurkan pada bulan ini adalah puasa sunnah. Karena puasa pada bulan Muharram merupakan puasa paling afdhal setelah puasa Ramadhan. Sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah haditsnya bahwa:

أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم (رواه مسلم)

“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bula Allah (yaitu) Muharram, , , ”. (terj. H.R. Muslim).

Imam al-Qari berkata, “dzahirnya, yang dimaksud adalah berpuasa pada sepanjang bulan Muharram”. Sedangkan Imam Nawawi rahimahullah berpendapat, “Jika dikatakan bahwa puasa paling afdhal setelah Ramadhan adalah adalah puasa pada bulan Muharram? Lalu bagaimana dengan memperbanyak puasa sya’ban melebihi puasa di bulan Sya’ban? Maka jawabannya adalah, “Mungkin beliau tidak mengetahui keutamaan puasa Muharram melainkan di akhir hayat beliau sebelum beliau sempat melakukannya, atau beliau ditimpa sakit atau sedang safar sehingga tidak sempat memperbanyak puasa, atau karena faktor lain”.

Imam Ibnu Rajab berkata, “Shiyam tathawwu’ ada dua macam, yakni; [pertama] shiyam tathawu’ mutlak. Puasa sunnah mutlak yang paling afdhal adalah puasa Muharram. Sebagaimana shalat sunnah mutlak yang paling afdhal adalah qiyamullail (shalat malam). [Kedua] Shiyam yang menyertai shiyam Ramadhan seperti puasa sya’aban dan enam hari di bulan syawal. Ini tidak termasuk puasa sunnah mutlak. Karena termasuk jenis puasa yang menyertai puasa Ramadhan. Ini lebih afdhal dari puasa tathawwu’ mutlak. Syekh Soleh al-Munajjid mengomentari pendapat Ibn Rajab di atas bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh selain Ramadhan. Sehingga hadits ini dibawa kepada ma’na anjuran memperbanyak shiyam pada bulan Muharram. Bukan berpuasa sebulan penuh.

Selain itu di bulan ini ada  hari ‘Asyuro yang ditekankan untuk berpuasa pada hari tersebut. Sehingga bagi yang tidak sempat memperbanyak puasa pada bulan Muharram ini, jangan sampai melewatkan puasa di hari yang satu ini. Karena puasa ini memiliki fadhilah yang sangat utama, yakni menghapus dosa selama setahun. Sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah bersabda, “Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan hadits lain dari Ibnu Abbas bahwa beliau berkata: "Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari as Syura dan bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Keutamaan Puasa‘Asyuro
Sebelum menguraikan keutamaan puasa ‘asyuro, akan diuraikan terlebih dahulu sekilas tentang keutamaan hari ‘asyuro itu sendiri. Hari ‘asyuro (10 maharram) merupakan hari mulia. Sebelumnya orang-orang Yahudi juga memuliakan bulan ini, karena menurut mereka ini adalah hari yang mulia karena pada hari tersebut Allah menyelamtakan nabi Musa dari kejaran Fir’aun bersama balatentaranya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits shahih yang dikeluarkan oleh imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang ke Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari tersebut. Beliau bertanya, “hari apa ini sehingga kalian berpuasa pada hari ini?” Mereka menjawab, ini adalah hari yang agung. Pada hari ini Allah menyelamatkan nabi Musa dan kaumnya dan menenggelamkan Fir’aun beserta bala tentaranya. Maka Musa berpuasa pada hari ini sebagai tanda syukur kepada Allah. maka kamipun berpuasa. Rasulullah bersabada, “kami lebih berhak atas Musa dari kalian”. Lalu Rasulullah berpuasa dan menyuruh para sahabat untuk turut berpuasa.
Puasa ‘asyuro memiliki beberapa keutamaan, diantaranya;
Pertama, Puasa ‘asyuro merupakan puasa sunnah paling afdhal setelah ramadhan. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Nabi yang telah disebutkan di atas.
Kedua, Menghapus dosa setahun sebelumnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih bahwa Nabi pernah ditanya tentang keutamaan puasa ‘asyuro, beliau menjawab, “Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (ter.H.R. Bukhari dan Muslim). Tentu saja yang dimaksud adalah dosa-dosa kecil.
Ketiga, Puasa ‘asyuro sangat diperhatikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma seperti disebutkan di atas.

Tingkatan Puasa ‘Asyuro
Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dalam kitab Zaadul Ma’aad –berdasarkan riwayat-riwayat yang ada- menjelaskan bahwa ada tiga tingkatan puasa ‘asyuro:
a. Urutan pertama, dan ini yang paling sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu puasa tanggal sepuluh ditambah sehari sebelum dan sesudahnya (9,10,11)
b. Urutan kedua, puasa tanggal 9 dan 10. Inilah yang disebutkan dalam banyak hadits
b. Urutan ketiga, puasa tanggal 10 saja.

Puasa sebanyak tiga hari (9,10,dan 11) dikuatkan para para ulama dengan dua alasan sebagai berikut:
1. Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya tidak tepat,maka puasa tanggal sebelasnya akan dapat memastikan bahwa seseorang mendapatkan puasa Tasu’a (tanggal 9) dan Asyuro (tanggal 10)
2.  Dimasukkan dalam puasa tiga hari pertengahan bulan (Ayyamul bidh).

Adapun puasa tanggal 9 dan 10, dinyatakan jelas dalam hadis pada akhir hidup beliau sudah merencanakan untuk berpuasa pada tahun depannya. Hanya saja beliau meninggal sebelum melaksanakannya. Beliau juga memerintahkan para shahabat untuk berpuasa pada tanggal 9 dan tanggal 10 agar berbeda dengan ibadah orang-orang Yahudi. 

Sedangkan puasa pada tanggal sepuluh saja, sebagian ulama memakruhkannya, meskipun pendapat ini tidak dikuatkan sebagian ulama yang lain.  Secara umum, hadits-hadis yang terkait dengan puasa Muharram menunjukkan anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukan puasa,sekalipun itu hukumnya tidak wajib tetapi sunnah muakkadah, dan tetunya kita berusaha untuk menghidupkan sunnah yang telah banyak dilalaikan oleh kaum muslimin. Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr ditanya tentang pendapat sebagian ulama yang memakruhkan berpuasa sehari saja (10 Muharram). Beliau menjawab: "Tidak diragukan lagi bahwa berpuasa sehari sebelumnya lebih afdhal sebab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Jika aku mendapati tahun yang akan datang, maka aku akan berpuasa pada hari ke sembilan". Namun jika ia hanya mampu melaksanakan puasa Asyura secara sendiri (tidak didahului dengan puasa pada tanggal 9) maka tidak mengapa. Tapi mendahulukannya dengan puasa sehari jauh lebih afdhal karena Rasulullah shallahu alaihi wasallam sangat berkeinginan untuk melakukannya." Wallahu ta'ala a'lam"



Tidak ada komentar:

Posting Komentar