seorang lelaki datang dan bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam. “Wahai Rasulullah amal ibadah apa yang paling dicintai Allah dalam Islam?”, Rasulullah bersabda, “Shalat di awal waktu, dan siapa yang meninggalkan shalat maka tidak ada agama baginya, dan shalat adalah tiang agama.
(H.R Baihaqi)
(H.R Baihaqi)
Hayya ‘ala shalaah… hayya ‘ala-l fallaah… Suara azan shubuh dari mesjid terdengar merdu memanggil kita. Berapa banyak dari kita yang datang ke mesjid? Berapa banyak shaf-shaf di mesjid terisi? Mesjid sepi.
Tak berapa lama kemudian, hari masih sangat pagi, semua penghuni rumah bergegas keluar rumah, jalanan menjadi ramai, lalu lintas padat, angkutan umum penuh sesak... . hendak kemana kita? Tujuan kita ke tempat kerja.
Waktu zuhur dan ashar pun tiba, dan kita memilih tenggelam dengan pekerjaan kita, sibuk di depan komputer, mengikuti meeting panjang, menggarap proyek besar… Shalat zuhur dan ashar kita tunda-tunda, kita kerjakan shalat di akhir waktu…
Bagaimana dengan maghrib dan isya? Ah, kita sangat lelah, tenaga kita rasanya habis terkuras, shalat pun rasanya amat berat…
Inikah potret kehidupan kita? Inikah realitanya? Apakah pekerjaan menjadi prioritas kita? Shalat kita lalaikan? Sebenarnya apa yang kita tunggu-tunggu dalam hidup ini? Tak lain, kita semua sedang menunggu kematian…Dan setelah kematian, amalan apakah yang pertama kali dihisab oleh Allah? Ya, shalat adalah amalanyangpertama kalidihisab oleh Allah!
Betapa ingin kita datang tepat waktu ke kantor, betapa ingin kita dilihat oleh atasan sebagai karyawan yang bekerja dengan sungguh-sungguh, kita tidak ingin dicap pemalas, kita sangat peduli dengan perasaan atasan kita, tapi… mengapa kita tidak peduli dengan “perasaan”Allah? Pernahkah terpikir oleh kita bagaimana “perasaan” Allah saat kita selalu terlambat menghadap-Nya, mengakhir-akhirkan waktu shalat, bahkan ketika shalat kita masih saja memikirkan dunia… Padahal yang memberi rizki untuk kita bukan atasan kita, tetapi Allah.
Mungkin kita bertanya, bukankah bekerja adalah ibadah? Benar, bahwa bekerja adalah ibadah, tapi apakah dibenarkan jika bekerja memalingkan ibadah kita kepada Allah? Sungguh, betapa Allah sangat sayang kepada kita, dan betapa Allah sangat mengerti kebutuhan kita. Lihatlah rentang waktu yang panjang antara shalat shubuh dan zuhur, Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk sibuk dengan dunia, untuk mencari sebagian karunia-Nya. Dan juga rentang waktu yang panjang antara isya dan shubuh adalah waktu istirahat yang diberikan Allah kepada kita setelah kita seharian lelah bekerja.
Banyak sekali ayat Al-Qur’an dan Hadist yang menegaskan betapa agungnya kedudukan shalat. Allah Ta'ala berfirman:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan padamu yaitu al kitab (Al-Qur’an) dan dirikan shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-prbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar keutamaannya dari ibadat-ibadat lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” ( Q.S. Al-Ankabut [29]:45)
“Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan.” (Q.S Al-Ma’arij [70]:34-35)
Telah datang seorang lelaki dan bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam. “Wahai Rasulullah amal ibadah apa yang paling dicintai Allah dalam Islam?”, Rasulullah bersabda, “Shalat di awal waktu, dan siapa yang meninggalkan shalat maka tidak ada agama baginya, dan shalat adalah tiang agama. (H.R Baihaqi)
Shalat juga merupakan pesan terakhir Rasulullah, sebelum wafat Rasulullah terus mengucapkan “As-shalah! As-shalah! Wa maa malakat aymanukum.” (Shalat! Shalat Dan para budak) (H.R Ibnu Dawud)
Saudaraku tercinta, sebelum kita dihisab Allah, sebelum tiba hari dimana harta dan anak tak lagi berguna, marilah kita hisab terlebih dahulu diri kita, kita hisab amalan shalat kita.
Marilah kita pelihara shalat kita, jadikan shalat sebagai prioritas pertama hidup kita, maka sungguh kita akan meraih kemenangan, yaitu kekal di dalam surga-Nya. Hayya ‘ala shalaah… Hayya ‘ala-l fallaah…
Daftar Pustaka
Al-Rasyid Muhammad ibn Khalid, Syami Ahmad Shaleh. “Min Akhta al-Mushallin assholah assholah (akhir maa takallama bihi anabii)”. Diterjemahkan oleh: Rapung Samuddin, Nasrullah Jasam dengan judul: Shalat yang Menangis”.2010. Jakarta:tuhifa media.(Silvani/www.eramuslim.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar