Ulama adalah pewaris Nabi dan pelanjut Risalah Kenabian. Oleh sebab itu para ulama harus berperan dalam menyelesaikan setiap problem yang dihadapi oleh ummat. Demikian disampaikan ketua umum Dewan Pimpinan Pusat Wahdah Islamiyah (DPP WI) saat menyampmenjadi pembicara pada Silaturrahim dan Pelatihan Kader Ulama, di Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurut Ustadz Zaitun, peran Ulama sangat banyak, karena Ulama harus berperan menyelesaikan setiap persoalan umat. Namun, peran utama para ulama adalah pembinaan umat melalui da’wah dan tarbiyah (pendidikan). Ulama hendaknya menjadi pelopor pembinaan umat melalui da’wah dan tarbiyah yang saat ini banyak dilalaikan. “Siapa lagi yang menjadi pelopor kalau bukan ulama yang merupakan pewaris Nabi dan pelanjut risalah kenabian”, tegasnya.
Wakil Ketua MIUMI ini juga menekankan pentingnya ilmu syar’i dan bahasa Arab bagi seorang ulama. Hal ini beliau nyatakan saat menjelaskan kriteria ulama sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Kriteria yang harus dimiliki oleh seorang ulama adalah mendalam ilmunya (ar-rasikhuna fil ‘ilm- (QS: Ali Imran ayat: 7) dan memiliki rasa takut yang sangat tinggi kepada Allah subhanahu wa Ta’ala (QS: Fathir ayat: 28). Ilmu yang harus dikuasai oleh seorang ulama meliputi, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an , Hadits dan Ulumul Hadits, Fiqh dan Ushul Fiqh, dan bahasa Arab sebagai kunci untuk menguasai ilmu-ilmu tersebut. Adapun ciri ulama yang takut kepada Allah antara lain mengamalkan ilmunya, tidak mudah berfatwa, namun tidak menyembunyikan ilmu dan kebenaran saat ditanya dan ketika umat membutuhkan penjelasan.
Narasumber lain, KH. Hamid Fahmy Zarkasyi, MA, M. Phil, menyoroti problem keilmuan yang melnada dunia Islam saat ini. Menurut Gus Hamid, saat ini dunia Islam dijajah oleh sistem pendidikan sekular sehingga umat Islam terjebak pada dikotomi ilmu. Mereka membagi ilmu menjadi ilmu Agama dan ilmu umum. Ini pembagian yang aneh dan salah. Yang betul adalah ilmu Qur’an qauliyah dan kauniyah.
Dari pembagian yang salah dan dikotomis ini, lahir ilmuwan dan intelektual sekular yang memiliki kepribadian yang terbelah (split of personality). Mereka soleh secara ritual (rajin shalat, puasa, zakat dan haji) tapi pemikirannya sekular. Oleh karena itu MIUMI didirikan. MIUMI didirikan mempersasatukan kesenjangan dalam memandang ilmu serta mempesatukan ulama yang punya latar belakang ilmu syar’i dan intelektual yang belajar ilmu kauniyah”, ujar direktur ketua MIUMI Pusat ini.
MIUMI Buka Pendaftaran Anggota
Dalam rangka memperluas jaringan da’wah serta memperkuat sinergitas antar ulama dan intelektual muda di seluruh wilayah di Indonesia, MIUMI Pusat resmi membuka pendaftaran anggota. Oleh karena itu, melalui website resminya MIUMI mengajak para dai, ustad, mubaligh, ulama dan para intelektual untuk bergabung dengan majelis ini.
Adapun persyaratan menjadi anggota MIUMI diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama, memiliki integritas aqidah. Calon anggota MIUMI harus memiliki aqidah dengan tingkat resistensi terhadap ajaran dan ideologi yang bertentangan dengan aqidah Islamiah (anti aliran sesat). Kedua, memiliki integritas keilmuan diakui oleh umat. Calon anggota yang mendaftar harus diakui integritas dirinya minimal oleh komunitasnya. Selain itu, dia juga memiliki karya ilmiah yang siap diuji. Ketiga, integritas akhlak. Keempat, memiliki komitmen perjuangan dakwah.
Sejak dideklarsikan setahun lalu, majelis ini telah memiliki perwakilan di sembilan daerah di Indonesia dan dua negara di luar negeri. Kesembilan daerah perwakilan MIUMI tersebut adalah; Aceh, Sumatera Utara , Sumatera Barat, Riau, Makassar Sulawesi Selatan, Solo dan Semarang Jawa Tengah, JawaTimur, Yogyakarta, dan Jawa Barat. Adapun perwakilan luar negeri adalah Riyadh dan kairo. Tahun ini insya Allah akan dikukuhkan 30 perwakilan di seluruh Indonesia dan beberapa perwakilan di Timur Tengah. Formulir pendaftaran anggota MIUMI dapat didownload di website MIUMI (http://www.miumipusat.org/ ).