Jumat, 30 Desember 2011

CATATAN PERGANTIAN TAHUN

Perayaan tahun baru memang telah lama menjadi tradisi dan ditetapkan sebagai hari libur umum nasional di berbagai Negara. Di Amerika Serikat, umumnya perayaan dilakukan pada tanggal 31 malam bulan Desember, saat di mana orang-orang berpesta dan berkumpul di jantung kota seperti di New York. Pada saat lonceng tengah malam berdentang, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan, orang-orang menyerukan “Happy New Year” dan menyanyikan lagu Auld Lang Syne.

Perayaan Tahun Baru di Dunia
Perlu diketahui bahwa umat agama lain pun merayakan hari tahun barunya sendiri, seperti tahun baru umat Yahudi, Rosh Hashanah, biasanya dalam kalender Masehi, jatuh sekitar bulan September-Oktober. Hari raya ini juga seringkali disebut sebagai Yom Teruah (Hari Meniup Shofar). Shofar adalah semacam serunai yang ditiup sepanjang hari di Sinagog pada perayaan tersebut. Selain itu, ada juga tahun baru Saka, tahun baru umat Hindu dan tahun baru Imlek (tahun baru Cina).

Bagi kita, kaum Muslimin berpegangan pada at-taqwim al-hijri atau kalender hiriyah, yakni kalender yang digunakan oleh umat Islam dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, seperti puasa Ramadhan dan Haji serta ibadah-ibadah sunnah lainnya. Dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Berbeda dengan kalender biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran Matahari, Kalender Islam menggunakan peredaran Bulan sebagai acuannya.

Adapun sistem penanggalan yang umumnya digunakan di dunia disebut juga dengan kalender Gregorian. Jika dicermati, asal-usul nama-nama bulan dalam kalender tersebut juga sarat dengan pengaruh kepercayaan polytheist bangsa romawi kuno. Bulan Januari yang terdiri dari 31 hari diambil dari nama Janus, Dewa permulaan dan akhir bangsa Romawi. Bulan Februari, yang terdiri dari 28/29 hari diambil dari kata Februus, nama Dewa kematian dan pemurnian Romawi, yang juga menjadi dewa bangsa Etruskan. Maret, dari kata Mars, nama Dewa perang Romawi. Bulan Mei dari kata Maia Maiestas nama Dewi Romawi. Bulan Juni dari nama Juno, Istri Jupiter dalam mitologi Romawi. Bulan Juli dari nama diktator Romawi, Julius Caesar, bulan ini sebelumnya disebut Quintilis, dan bulan Agustus dari Augustus, nama Kaisar Romawi pertama (bulan ini sebelumnya disebut Sextilis, bulan ke-6 kalender Romawi).

Demikianlah sekilas sejarah perjalanan waktu, perayaan-perayaan dan penggunaan istilah yang sangat kental pengaruh keagamaannya. Dari pemaparan di atas, tersirat makna yang penting bagi kita untuk dapat mencermati dan menyikapi momen pergantian waktu dengan pandangan Islami (Islamic worldview).

Islam, seperti yang kita yakini, adalah agama yang syumul, artinya ajaran ini mencakup seluruh dimensi kehidupan manusia; dari pribadi, keluarga, masyarakat hingga negara; dari semua bidang; sosial, ekonomi, politik, hukum, keamanan, lingkungan, pendidikan hingga kebudayaan; dari etnis Arab ke Parsi hingga seluruh etnis manusia, dari kepercayaan, sistem hingga akhlak; dari Adam hingga manusia terakhir; dari sejak kita bangun tidur hingga kita tidur kembali; dari kehidupan dunia hingga kehidupan akhirat.

Cakupan Islam dapat kita lihat dari beberapa dimensi; yaitu dimensi waktu, dimensi demografis, dimensi geografis dan dimensi kehidupan. intinya, semua dimensi hidup Muslim telah dibuatkan aturannya oleh ar-Rahmaan. Oleh sebab itu apapun yang akan kita lakukan kita hendaknya berpandukan ajaran agama yang suci ini.

Perayaan malam tahun baru, Maksiat satu malam?
Salah satu situs berita online ibukota mencatat, Indonesia merupakan pasar kembang api terbesar di dunia. Berdasarkan data tahun lalu, salah seorang importir kembang api membeberkan bahwa pasar kembang api di Indonesia dalam satu tahun menembus angka Rp 1,8 triliun. Ia bahkan tidak percaya jika Indonesia disebut sebagai negara miskin, karena kenyataannya, pasar kembang api dominan di kalangan masyarakat menengah bawah.
Meski pada momen pergantian tahun terjadi kenaikan harga, namun hal tersebut tidak mengurangi minat pembeli yang cukup banyak. Berbagai tipe dan model kembang api pun dinyalakan dan meledak di angkasa. Tentu harganya juga bervariasi, tergantung kemampuan isi kantong, mulai yang Rp 5.000 hingga Rp 15 juta per pak.

Membaca kenyataan di atas patut membuat kita tercengang, jika membandingkan dengan realitas nasib mayoritas bangsa kita yang berada di bawah garis kemiskinan. Diantara isu yang paling sering mengemuka adalah masalah pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Dalam Al-Qur’an Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al Isra [17]: 26-27)

Sulit dipungkiri bahwa kebanyakan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, berzina, tertawa dan hura-hura. Bahkan bergadang semalam suntuk menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal Allah Ta'ala telah menjadikan malam untuk berisitrahat, bukan untuk melek sepanjang malam, kecuali bila ada alasan syar’i.
Maka dari sini dapat dipahami bahwa pengharaman perayaan malam tahun baru buat umat Islam oleh sebagian Ulama adalah upaya untuk mencegah dan melindungi umat Islam dari pengaruh buruk yang lazim dikerjakan para ahli maksiat.

Perayaan Malam Tahun Baru Menyerupai Orang Kafir?
Meski barangkali ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun tergantung niatnya, namun paling tidak seorang muslim yang merayakan datangnya malam tahun baru itu sudah menyerupai ibadah orang kafir. Dan sekedar menyerupai itu pun sudah haram hukumnya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka.” (Al-Hadits)

Dalam riwayat lain, bahkan disebutkan lebih spesifik bahwasanya Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: “Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (cara/metode) orang-orang sebelum kamu, sejengkal-demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga andaikata mereka menelusuri lubang masuk ‘Dhabb’ (binatang khusus padang sahara, sejenis biawak), niscaya kalian akan menelusurinya pula”. Kami (para shahabat) berkata: “Wahai Rasulullah! (apakah mereka itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?”. Beliau bersabda: “Siapa lagi (kalau bukan mereka-red)”. (H.R. Al-Bukhary dari sahabat Abu Sa’id Al Khudry).

Perayaan malam tahun baru pada hakikatnya adalah ritual peribadatan para pemeluk agama bangsa-bangsa di Eropa, baik yang Nasrani atau pun agama lainnya.
Sejak masuknya ajaran agama Nasrani ke Eropa, beragam budaya paganis (keberhalaan) masuk ke dalam ajaran itu. Salah satunya adalah perayaan malam tahun baru. Bahkan menjadi satu kesatuan dengan perayaan Natal yang dipercaya secara salah oleh bangsa Eropa sebagai hari lahir nabi Isa. Maka, perayaan malam tahun baru masehi itu adalah perayaan hari besar agama non muslim (baca: kafir). Wallahu A’lam. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar