Kamis, 15 Desember 2011

Sepucuk Surat Perjuangan; Teruntuk Jiwa-Jiwa Perindu Kemenangan

(Dalam Rangka Mendukung Semangat Muktamar II Wahdah Islamiyah)

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu…!

Segala puji itu hanya menjadi hak Allah. Dialah Dzat yang memunculkan para ulama yang masih saja tersisa di setiap zaman. Para ulama tersebut mendakwahi orang yang tersesat kepada hidayah, dan mereka bersabar atas berbagai gangguan. Dengan kitab Allah, mereka hidupkan orang-orang yang hatinya sudah mati. Mereka perlihatkan cahaya Allah kepada orang yang buta mata hatinya. Betapa banyak korban iblis yang berhasil mereka selamatkan. Betapa banyak orang yang tersesat dan bingung berhasil mereka tunjuki jalan yang benar. Betapa bagus pengaruh mereka di tengah-tengah manusia dan betapa jelek balasan manusia terhadap mereka. Para ulamalah yang mengingkari penyelewengan makna Al-Qur’an yang dilakukan oleh orang-orang yang berlebih-lebihan serta pemalsuan yang dibuat oleh para pembela kebatilan. Yaitu, orang-orang yang memasang tali bid’ah dan mengencangkan ikatan fitnah. Mereka memperdebatkan kitabullah, menyelisihi Alquran, dan sepakat untuk keluar dari aturan Alquran. Mereka berbicara atas nama Allah, tentang Allah, dan tentang kitabullah, tanpa dalil. Mereka membicarakan tentang hal yang rancu dan menipu manusia-manusia bodoh dengan kerancuan berpikir yang mereka sebarkan. Kami berlindung kepada Allah dari ujian karena orang-orang yang sesat. (Mukadimah yang disampaikan oleh Imam Ahmad dalam kitabnya, Ar-Radd ‘ala Al-Jahmiyah wa Az-Zanadiqah). Shalawat dan salam tercurah untuk Rasulullah, para keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang tunduk lagi taat kepada beliau. Amma ba’du ….

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.” (Terjemah al-Qur’an Al-Hujuraat(49): 15)

Dari Abu Abdullah, yaitu Khabbab bin Aratti Radhiyallahu ‘Anhu, katanya: “Kita mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau ketika itu meletakkan pakaian burdahnya di bawah kepalanya sebagai bantal dan berada di naungan Ka’bah, kita berkata: “Mengapa Tuan tidak memohonkan pertolongan – kepada Allah – untuk kita, sehingga kita menang? Mengapa Tuan tidak berdoa sedemikian itu untuk kita?” Beliau lalu bersabda: “Pernah terjadi terhadap orang-orang sebelummu – yakni zaman Nabi-nabi yang lalu, yaitu ada seorang yang diambil – oleh musuhnya, karena ia beriman, kemudian digalikanlah tanah untuknya dan ia diletakkan di dalam tanah tadi, selanjutnya didatangkanlah sebuah gergaji dan ini diletakkan di atas kepalanya, seterusnya kepalanya itu dibelah menjadi dua. Selain itu iapun disisir dengan sisir yang terbuat dari besi yang dikenakan di bawah daging dan tulangnya, semua siksaan itu tidak memalingkan ia dari agamanya -yakni ia tetap beriman kepada Allah. Demi Allah niscayalah Allah sungguh akan menyempurnakan perkara ini – yakni Agama Islam, sehingga seseorang yang berkendaraan yang berjalan dari Shan’a ke Hadhramaut tidak ada yang ditakuti melainkan Allah atau karena takut pada serigala atas kambingnya – sebab takut sedemikian ini lumrah saja. Tetapi engkau semua itu hendak bercepat-cepat saja.” (HR. Bukhari)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, mengatakan; “Ketahuilah semoga Allah senantiasa memperbaiki diri kalian, ni’mat terbesar bagi orang yang Allah kehendaki pada dirinya adalah ketika Allah menghidupkannya sekarang ini, zaman ketika Allah tengah memperbaharui agama-Nya. Dia menghidupkan kembali syiar kaum muslimin. Dia menghidupkan ihwal kaum mu’minin dan para mujahidin, sehingga keadaannya mirip dengan Assabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Maka siapa saja yang melaksanakan semua ini di zaman sekarang, berarti ia termasuk orang-orang yang mengikuti jejak mereka dalam kebaikan. Maka sudah selayaknya kaum mukminin bersyukur kepada Allah atas ujian yang pada hakikatnya adalah anugerah dari Allah ini. Seharusnya mereka mensyukuri terjadinya fitnah yang didalamnya terdapat nikmat besar. Hingga seandainya para sahabat Assabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Anshar, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan yang lainnya Radiyallahu ‘anhum ajmain, mereka hadir ditempat ini, tentu amalan yang mereka lakukan adalah berjuang melawan orang-orang jahat itu. Dan tidak ada yang ketinggalan dari peperangan seperti ini selain orang yang merugi perdagangannya, dungu jiwanya, dan diharamkan untuk mendapatkan bagian besar dari Dunia dan Akhirat.”

Duhai jiwa-jiwa yang takut pada Rabb yang Menguasai jiwa. Tertunduk hina pada Rabb, yang kepada-Nya makhluk bersujud. Duhai jiwa-jiwa yang suka mengadu pada Rabb, yang sempurna nama-nama-Nya.Duhai jiwa-jiwa yang merasakan indahnya munajat. Menautkan hati pada jalan perjuangan. Duhai jiwa-jiwa yang saling mencintai karena Allah. Merindukan kemenangan terindah.

Duhai para generasi pejuang. Duhai para generasi pemenang. Kepada kalian diwariskan kesucian Islam. Kepada kalian diwariskan risalah ilmu. Kepada kalian diwariskan risalah amal. Kepada kalian diwariskan risalah dakwah. Karena kesucian Islam tidak mungkin diperjuangkan pada mereka generasi pecundang. Pada mereka generasi bodoh. Pada mereka generasi pengkhianat. Pada mereka generasi pembeo. Pada mereka generasi pezina. Pada mereka generasi pemalas.

Duhai jiwa-jiwa perindu kemenangan. Bersiaplah, kemenangan itu telah dekat. Bersiaplah dengan aqidah yang kokoh. Bersiaplah dengan al bashirah. Bersiaplah dengan kekuatan azzam yang lurus. Duhai jiwa-jiwa pejuang. Nikmatilah, angin kemenangan telah berhembus. Nikmatilah, melangkah pada setiap kerikil tajam yang mengoyak. Jalan yang panjang lagi bertabur duri. Nikmatilah, merayap pada setiap kawat siap menyayat kulit. Nikmatilah, dengan semangat dan mujahadah. Dengan air mata curhat di hadapan Allah. Nikmatilah, dengan senyuman indah di hadapan manusia. Nikmatilah, dengan pengorbanan dan kesabaran.

Duhai jiwa-jiwa perindu kemenangan. Lihatlah, bendera kemenangan sudah berada di depan mata. Lihatlah, ada kilauan mutiara yang hendak mengalihkan perhatianmu. Ada kesenangan dunia yang hendak melenakanmu. Lihatlah, ada godaan syahwat yang terus meronrong imanmu. Ada kenikmatan semu yang hendak membuaimu. Lihatlah, ada rengekan istri-istrimu yang meminta ditemani. Ada tangis anak-anakmu yang meminta dibelikan mainan. Lihatlah, ada tuntutan orang tuamu untuk membuatnya tersenyum. Lihatlah, syaithan bersarang dalam dada mengalir dalam darah. Lihatlah, syaithan masuk dalam semua lini tuk membuatmu berkata; “Apa gunanya aku memperjuangkan ini? Apa yang kudapat di jalan ini? Yang ada hanya kelaparan dan rasa takut. Yang ada hanya penderitaan dan kesedihan. Sungguh terlalu berat beban yang harus ditanggung. Toh masih ada orang lain. Mengapa mesti aku?

Aku sudah lelah di jalan ini. Aku tidak bisa lagi melanjutkan perjalanan” Akhirnya engkau mengatakan; “Aku mundur dari jalan ini…”

Kemudian menghilang tanpa jejak. Hingga, engkau ditemukan tanpa beda dengan para pengejar dunia. Habiskan waktu hanya untuk uang dan uang. Tak beda dengan para preman. Habiskan waktu untuk merusak. Tak beda dengan para hidung belang. Mata jelalatan. Tak beda dengan para pelacur. Berpakaian tapi telanjang.

Tak beda dengan penyembah kuburan. Beribadah tapi juga ke dukun. Tak beda dengan orang kafir. Bahkan juga ikut menghancurkan Islam.

Duhai jiwa-jiwa perindu kemenangan. Sudah teguhkah azzam yang kau pancang? Benarkah perjuanganmu karena Allah? Mundurlah, dan luruskan kembali niatmu. Jika, nafsu masih merajaimu. Kilauan permata masih menyilaukanmu Kesenangan dunia masih melenakanmu Syaithan masih bersarang di dadamu dan menjadi teman setiamu. Kenikmatan semu masih membuaimu dan menutup mata batinmu. Percayalah, semua itu adalah keindahan sesaat yang akan menggoyahkan tekadmu. Allah Azza Wa Jalla sengaja ciptakan itu sebagai ujian bagimu! Berbahagialah jika kau menjadikan Allah ‘Azza wa Jalla sebagai tujuan akhirmu, puncak kerinduanmu. Dan jadilah sebagai orang-orang yang beruntung! Untukmu, duhai jiwa-jiwa perindu kemenangan. Untukmu setiap diri yang mengaku penuntut ilmu. Untukmu setiap diri yang mengaku ahli ibadah. Untukmu setiap diri yang mengaku sebagai pejuang. Untukmu setiap diri yang mengaku aktivis dakwah, mengajak kepada jalan yang lurus. Ketika jalan ini mulai terasa berat dan melelahkan. Maka ingatlah azzam yang dipancangkan sebelumnya. Luruskan kembali niat. Apakah dunia yang fana lebih kau cintai daripada kampung akhirat yang kekal abadi?

Dakwah telah memanggilmu! Umat menunggu pencerahan darimu! Letih sudah mata ini menyaksikan kemaksiatan merajalela. Lelah sudah kaki melangkah, karena setiap jengkal yang dipijak, bumi merasa terdzolimi oleh manusia-manusia tak beradab. Lunglai tubuh ini ketika mendapati hukum-hukum Allah diganti dengan hukum-hukum makhluk yang hanya menebar kerusakan. Perih hati ini ketika menemukan thoghut-thoghut bersarang di dalamnya. Menangis batin ini menyaksikan saudara-saudara seiman, seislam, dan seaqidah saling caci, saling menyalahkan, saling bermusuhan. Lalu ke mana perginya ukhuwah? Apakah ukhuwah hanya berlaku pada segolongan atau sekelompok umat yang bernaung dalam satu jamaah?

Untukmu, jiwa-jiwa perindu kemenangan dipersembahkan sepucuk surat perjuangan ini. Jangan pernah engkau tinggalkan jalan ini. Jangan pernah engkau tanggalkan pakaian perjuangan yang telah engkau pakai. Sebagai penutup dengarkanlah khutbah Ibnul Jauzy:

“Wahai Manusia, mengapa kalian melupakan agama kalian? Mengapakah kalian menanggalkan harga diri kalian? Mengapa kalian tidak mau menolong agama Allah, Sehingga Allah pun tidak menolong kalian? Kalian kira harga diri (‘izzah) itu milik orang musyrik, padahal Allah telah jadikan harga diri itu milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Celakalah kalian! Tidak pedih dan terlukalah hati kalian melihat musuh-musuh Allah dan musuh kalian menyerang tanah air kalian yang telah disuburkan oleh bapak-bapak kalian dengan darah? Musuh menghina dan memperbudak kalian. Padahal dulu kalian adalah para pemimpin dunia! Tidaklah hati kalian bergetar dan emosi kalian meledak menyaksikan saudara-daudara kalian dkepung dan disiksa dengan berbagai siksaan dari musuh? Hanya makan minum dan bernikmat-nikmat dengan kelezatan hidup sajakah kalian. Sementara saudara-saudara mu disana berselimutkan jilatan api. Bergelut dengan kobarannya dan tidur diatas bara?
Wahai Manusia! Sungguh perang suci telah dimulai. Penyeru jihad telah memanggil. Pintu-Pintu langit telah terbuka. Jika kalian tidak mau menjadi pasukan berkuda dalam perang. Bukalah jalan untuk kaum wanita agar mereka bisa berperang! Pergi sajalah kalian dan ambillah kerikil dan celak mata. Wahai wanita bersurban dan berjenggot! Jika tidak, pergilah mengambil kuda-kuda. Inilah dia tali kekangnya untuk kalian…..! Wahai manusia, tahukah kalian dari apa tali kekang ini dibuat? Kaum wanita telah memintalnya dari rambut mereka. Karena mereka tidak punya apa-apa selain itu.

Demi Allah, Ini adalah gelungan rambut wanita-wanita pingitan yang belum pernah tersentuh oleh sinar matahari. Karena mereka sangat menjaga dan melindunginya; mereka terpaksa memotongnya karena zaman bercinta sudah selesai dan babak perang suci telah dimulai,babak baru perang di jalan Allah! Jika kalian masih tidak sanggup mengendalikan kuda, ambil saja tali kekang ini dan jadikanlah sebagai kucir dan gelang rambut kalian, Sebab tali kekang itu terbuat dari rambut wanita!
Sungguh, berarti tidak ada lagi perasaan dalam diri kalian!”

Setelah itu Ibnul Jauzi melempar tali kekang itu dari atas mimbar dihadapan khalayak ramai seraya berteriak lantang. “Bergeraklah wahai tiang-tiang masjid. Retakkanlah wahai bebatuan, dan terbakarlah wahai hati! Sungguh hati ini sakit dan terbakar, para lelaki telah menanggalkan kejantanan mereka!”

Dari Sudut Serambi Madinah; Subhan Husain (www.wimakassar.org)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar