ada saatnya aku harus pulang
karena rindu karena hasrat menggebu
buat menjengukmu dan anak-anak kita
sebuah muara tempat gelombang beradu.
[Suminto A. Sayuti; Pada Saatnya Aku Harus Pulang]
RINDU. la adalah kata yang mengekspresikan gejolak jiwa untuk menghargai makna kehadiran dan kebersamaan. Jiwa yang diluluri cinta tidak akan tahan untuk berlama-lama dalam keterpisahan. Ada batas waktu tertentu yang dapat ditoleransi, tetapi lamban dan pasti ia akan diserang dahaga kerinduan. Saat itulah ia membutuhkan air yang menyejukkan: pertemuan.
Kerinduan bagi pasangan kekasih, suami istri, merupakan tanda cinta di antara keduanya. Ia memang jauh lebih berharga dari segala bentuk oleh-oleh dan hadiah yang dibawa saat kepulangan. Kerinduan memiliki dua wajah yang sangat menawan hati suami istri yang saling mencintai: perhatian dan tanggung jawab. Perhatian merupakan wujud nyata untuk mengetahui keadaan sang kekasih; dalam kondisi apa saat ini, saat ia bersama kesunyian dan kesendirian. Sementara itu, tanggung jawab adalah keadaan jiwa untuk berbuat yang terbaik bagi sang kekasih sebagai ganti dan garansi atas perpisahan itu.
Dua wajah itu ada pada para suami yang merindukan istrinya. Saat berjauhan adalah saat yang paling membebani mereka. Ada ruang kosong tempat hati harus ditambatkan secara halal. Selama tidak ada kekasih yang hadir secara nyata di dekat kita, maka hanya kenangan¬-kenangan yang hadir menggantikannya. Namun, ia hanya mengobati untuk sementara. Sebait sajak yang ditulis Khalid bin Yazid bin Mu'awiyah berikut merekam kerinduannya yang dalam pada Ramlah binti Az-Zubair bin AI-Awwam.
Setiap malam kerinduan tiada mereda
Setiap hari kuingin berdekatan dengannya
Tiada sesaat pun ingatanku beralih kepadanya
Setiap waktu aku harus menepis derita
Begitulah, ketika kerinduan itu sedang bergejolak, maka ruang kosong itu harus segera diisi. Selama belum terisi maka iman kitalah yang kita jadikan benteng pertahanan diri. Iman menjadi benteng agar kita tidak mengisi ruang kosong kerinduan itu dengan kemaksiatan. Jika sebagai suami kita merasakan kerinduan yang luar biasa, maka hal yang sama dapat terjadi pada istri kita. Ia lebih membutuhkan kehadiran kita. Ia jauh lebih tersiksa ketika merindukan suaminya.
Kisah berikut mungkin telah akrab dalam ingatan kita. Namun, saya akan menghadirkan kembali sebagai gambaran nyata tentang adanya tarikan banyak kutub, selama kerinduan tidak kunjung menemui obatnya. Gejolak cinta, tarikan iman, dan dorongan untuk berbuat kemaksiatan menjadi fragmen yang mengkhawatirkan.
Jarir bin Hazim berkata dari Ya'la bin Hakim, dari Sa'id bin Jubair, dia berkata: Sudah menjadi kebiasaan Umar bin Khathab untuk keliling kota Madinah. Suatu malam ia berkeliling kota. Dia menjumpai seorang wanita di dalam rumahnya menggumamkan sajak.
malam ini terasa panjang dan gelap gulita
hatiku pilu karena tiada kekasih di sampingku
andalkan bukan karena Allah yang tiada Rabb selain-Nya
tentu masih ada kehidupan di atas ranjang ini
tapi aku dihinggapi takut kepada-Nya ada rasa malu menghantui
maka akan kujaga kehormatan suami semoga dirinya lekas kembali
Setelah itu wanita tersebut menghela nafas dalam¬-dalam. Ada sesak di dada. Lalu ia berkata, "Mestinya apa yang kualami pada malam ini merupakan masalah yang amat remeh bagi khalifah Umar bin Khathab."
Rindu akan terobati oleh kehadiran kekasih yang dinantikan. la menghajatkan keberadaan fisik sang kekasih untuk bersua. Saat itulah rasa rindu menemukan jawabannya. Akan tetapi, jika keadaan itu terasa susah terpenuhi, maka menjalin komunikasi yang intens dengan istri, di mana pun kita berada, merupakan obat penawar segala kerinduan itu. Istri juga memiliki hak untuk memiliki kita dan mengharapkan kehadiran kita di sisinya. "Dan, para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf." (QS. AI,Baqarah: 228).
Itulah sebabnya, ketika kita akan bepergian, pesan dari istri yang mengiringi pesan berhati-hati adalah, "Segera kirim kabar kalau sudah sampai." Kerinduan untuk bersama menghadirkan kekhawatiran akan keselamatan suaminya. Oleh karena itu, kesadaran yang harus muncul ketika seorang suami dalam bepergian, dan saat itu tugas telah terselesaikan adalah keputusan nyata untuk segera bertemu dengan istri dan keluarga. Seperti sajak Suminto A. Sayuti di atas; ada saatnya aku harus pulang/ karena rindu karena hasrat menggebu/ buat menjengukmu dan anak-anak kita.
(disalin dari Buku "Segenggam Rindu Untuk Istriku".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar