Pemerintah Korea Selatan akan melakukan amandemen undang-undang yang mengatur tentang pemberian paspor bagi warganya yang memiliki catatan kriminal di negara lain. Amandemen itu membuat kelompok-kelompok misionaris di negeri itu gusar, karena menganggap amanden tersebut bertujuan untuk membatasi aktivitas misionaris mereka, terutama ke negeri-negeri Muslim
Kementerian Luar Negeri Korea selatan dalam keterangannya mengatakan, dengan amandemen tersebut, pemerintah tidak akan mengeluarkan paspor bagi warganya yang pernah dihukum atau diusir dari negara lain karena melakukan tindakan melanggar hukum, seperti pembunuhan, menyelundupkan narkoba, dan ilegal entri.
"Paspor tidak akan diberikan pada para pelaku pelanggaran hukum selama satu sampai tiga tahun, tergantung pada beratnya pelanggaran dan besarnya denda yang dikenakan," demikian keterangan Kementerian Luar Negeri Korea Selatan.
Meski dalam amandemen tidak secara tegas menyebut "kegiatan misionaris" sebagai aktivitas ilegal, sejumlah pemuka agama Kristen di Korea Selatan menilai katagori "ilegal entri" dalam amandemen tersebut dimaksudkan untuk melarang aktivitas penyebaran agama mereka di negara-negara Muslim.
"Pemerintah ingin mengatur kegiatan misionaris kami di luar negeri," kata seorang pemuka agama Kristen di Seoul yang tidak mau disebut namanya.
Korea Selatan merupakan salah satu negara yang menjadi basis kelompok misionaris terbesar kedua di dunia, setelah AS. Kelompok misionaris itu mengutus tim mereka ke wilayah-wilayah yang sedang dilanda perang, termasuk ke negeri-negeri Muslim. Menurut data resmi pemerintah, tercatat 17.000 warga Korea Selatan yang menjalankan misi penyebaran agama Kristen. Mereka tersebar di 173 negara.
Sejumlah media internasional, antara lain BBC dan surat kabar New York Times bahkan menyebutkan, misionaris asal Korea Selatan jumlahnya lebih besar dibandingkan data resmi pemerintah Negara Ginseng itu.
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan membantah tudingan bahwa kelompok misionaris menjadi target amandemen undang-undang tersebut. "Semua regulasi sudah diberlakukan sejak tahun 1981 berdasarkan panduan pemerintah, dan tidak ada seorang pun yang dilarang membuat paspor untuk melakukan kegiatan misionaris," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri.
Butuh waktu tiga bulan untuk memproses amandemen undang-undang itu. Jika disetujui oleh Kantor Perdana Menteri dan Kabinet, maka hasil amandemen bisa diberlakukan.
Apakah amandemen itu, salah satu tujuannya memang untuk membatasi kegiatan misionaris, yang jelas kegiatan misionaris telah menimbulkan persoalan besar bagi pemerintah Korea Selatan. Negara-negara Muslim banyak yang mengeluhkan kegiatan keagaman ilegal yang dilakukan organisasi-organisasi Kristen asal Korea Selatan.
Negara-negara seperti Iran, Irak, Yordania, Yaman dan negara Muslim lainnya sudah mengusir ratusan misionaris asal Korea Selatan. Tahun 2004, seorang misionaris asal Korea Selatan diculik dan dibunuh di Irak. Tahun 2007, Taliban di Afghanistan menculik sejumlah pekerja misionaris asal Korea Selatan. Dua orang misionaris dibunuh, dan 21 orang misionaris lainnya dibebaskan setelah Seoul membayar uang tebusan yang dituntut.Taliban.
Peristiwa tahun 2007 itu memicu perdebatan di Korea Selatan. Kelompok propemerintah menyatakan para pembayar pajak selayaknya tidak dibebankan untuk membayar uang tebusan atau biaya untuk menyelamatkan para misionaris yang bermasalah di luar negeri.
Pemerintah Korea Selatan akhirnya menyetujui saran itu dan membuat kebijakan tidak akan membayar uang tebusan terhadap para misionaris yang bermasalah di negara lain karena aktivitas penyebaran agama yang mereka lakukan. (ln/oi/www.eramuslim.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar