Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah bersabda,
Wanita-wanita Quraisy adalah sebaik-baik wanita yang menunggang unta; lebih sayang kepada anak dan lebih perhatian kepada suami dalam hal hak miliknya.”
(HR. Bukhari)
Penjelasan Hadits:
Kendati Hadits ini pendek dan sedikit kalimat, namun mengandung dua petunjuk yang agung bagi setiap wanita dibalik pujian yang diberikan kepada wanita-wanita Quraisy.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nilai lebih kepada wanita Quraisy dibanding dengan wanita-wanita Arab lainnya yang pada umumnya menunggang unta, “Wanita-wanita Quraisy adalah sebaik-baik wanita yang menunggang unta.”
Nilai lebih ini diberikan karena adanya dua hal yang dimiliki oleh wanita-wanita Quraisy. Dua hal itu -sebagaimana dinyatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- ialah:
1. Lebih sayang kepada anak.
2. Lebih perhatian kepada suami dalam hal hak miliknya.
Beliau tidak menyatakan, “Mereka sayang kepada anak dan perhatian kepada suami dalam hal hak miliknya”, karena dua hal ini ada–atau seharusnya ada- pada diri setiap wanita. Beliau menyatakan “lebih sayang” dan “lebih perhatian” dengan redaksi yang menunjukkan kelebihan (komparasi). Artinya, wanita-wanita Quraisy lebih unggul dari wanita-wanita Arab lainnya dalam hal kasih sayang kepada anak dan perhatian kepada suami dalam mengurus hak miliknya.
“Lebih sayang kepada anak” artinya lebih besar belas kasihnya, lebih kuat rasa sayangnya dan lebih halus perasaannya. Wanita yang sayang kepada anaknya adalah wanita yang mau mengurus anaknya secara total sepeninggal ayahnya. Dus, wanita dianggap sayang kepada anaknya manakala ia tidak mau menikah sepeninggal suaminya. Namun ini tidak berarti larangan menikah lagi bagi wanita yang ditinggal mati suaminya. Hanya saja memberikan penjelasan bahwa wanita yang mau berkonsentrasi mengurus anak-anaknya lebih baik daripada wanita yang menikah lagi setelah ditinggal mati oleh ayah dari anak-anaknya.
Tidak disangsikan bahwa wanita tersebut adalah sosok ibu yang rela berkorban demi anak-anaknya. Ia enggan menikah dan lebih memilih untuk berkonsentrasi merawat anak-anaknya. Kendati ia tidak akan melepaskan diri dari mereka setelah pernikahannya yang kedua, akan tetapi tuntutan dan kebutuhan suami, serta kemungkinan akan lahirnya anak-anak lain dari suami kedua, semua itu boleh jadi akan mengurangi perhatiannya kepada mereka.
Saya perlu menegaskan kembali di sini bahwa hal itu tidak bisa digeneralisir. Sebab, boleh jadi setelah ditinggal mati suaminya seorang wanita tidak memiliki kemampuan untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya, dan mau tidak mau ia membutuhkan orang yang bisa mencukupi hal itu. Sehingga pernikahannya yang kedua akan menjadi solusi yang tepat untuk mengeluarkannya dari krisis yang dihadapinya.
Dan kita menemukan banyak sahabat wanita yang menikah lagi setelah kematian suaminya, tanpa ada masalah atau caci maki yang ditujukan kepada mereka dikarenakan hal tersebut.
“Lebih perhatian kepada suami dalam hal hak miliknya” maksudnya menjaga harta suaminya dengan amanah, mengelola uang belanja dengan baik dan sebagainya.
Sikap inilah yang terkadang tidak kita jumpai pada diri banyak istri masa kini. Istri yang tidak memiliki sikap semacam ini akan membelanjakan harta suaminya tanpa perhitungan, membeli apa yang perlu dan apa yang tidak perlu, apa yang urgent (penting) dan apa yang tidak urgent, tanpa pernah menghargai kerja keras suaminya dalam upaya mendapatkan uang. la juga tidak mau menabung untuk mengantisipasi masa depan yang boleh jadi akan memerlukan biaya yang lebih besar, dan boleh jadi penghasilan akan berkurang, sementara harga barang-barang melambung tinggi.
Barangkali kemauan seorang wanita untuk menghiasi diri dengan salah satu dari dua hal ini secara otomatis akan membuatnya menghiasi dirinya dengan hal yang lainnya, dan sebaliknya keengganan untuk menghiasi diri dengan salah satunya akan menyebabkan dirinya enggan menghiasi diri dengan hal yang lainnya. Sebab, istri yang bisa mengurus dan menjaga harta suaminya akan mampu ketika ditinggal mati suaminya memberikan nafkah kepada anak-anaknya dari harta yang disimpan dan tabungnya tanpa perlu menikah lagi. Sementara istri yang suka menghabiskan harta suaminya tanpa perhitungan, tidak akan memiliki harta yang ketika ditinggal mati suaminya bisa membuatnya tidak perlu menikah lagi dan bisa digunakan untuk berkonsentrasi dalam mendidik dan menyayangi anak-anaknya.
Disalin dari buku “Aku Tersanjung” (Kumpulan Hadits-hadits Pemberdayaan Wanita dari Kitab Shahih Bukhari & Muslim Berikut Penjelasannya), Karya Muhammad Rasyid al-Uwayyid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar